Jelaskan bagaimana tata cara menyusun matrik penelitian hukum

Unknown 06.58 MATERI UMUM

Matrik Penelitian merupakan gambaran keseluruhan isi penelitian yang akan dibuat. Dalam Matrik Penelitian terdapat Tema Penelitian, Rumusan Masalah, Objek Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian dan Paradigma Penelitian. Matrik ini dapat menjadi pedoman dalam penyusunan  sebuah penelitian. dengan adanya Matrik Penelitian bisa dikatakan setengah dari penelitian yang akan dibuat sudah lengkap. kerana matrik dibuat untuk mempermudah penelitian dalam membuat Proposal Penelitian. Contoh Matrik Penelitian

“ Representasi Nilai-Nilai Budaya Yang terkandung

Dalam Iklan Djarum 76 Mulut atau Knalpot Bocor”

TEMA

PENELITIAN

OBJEK PENELITIAN

RUMUSAN MASALAH

LANDASAN

TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

PARADIGMA

NILAI-NILAI  BUDAYA YANG TERKANDUNG DALAM IKLAN DJARUM 76 “MULUT ATAU KNALPOT BOCOR”

IKLAN DJARUM 76 “ MULUT ATAU KNALPOT BOCOR”

BAGAIMANA REPRESENTASI NILAI BUDAYA YANG TERKANDUNG DALAM IKLAN DJARUM 76 “MULUT ATAU KNALPOT BOCOR”

MEDIA DAN PRAKTEK REPRESENTASI

PENGERTIAN DAN JENIS IKLAN

PENGERTIAN BUDAYA

NILAI-NILAI BUDAYA

PENGERTIAN SEMIOTIK

ANALISIS SEMIOTIK

KUALITATIF

                  

LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM : 

MENGENALI TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM DAN 

MENYUSUN MATRIKS PENELITIAN HUKUM

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pemahaman langkah operasional penelitian hukum mengenali tipologi penelitian hukum dan menyusun matrik penelitian hukum, Anda harus mampu:

1.1 Memahami dan menjelaskan langkah operasional penelitian hukum “tipologi penelitian hukum”

1.2 Memahami dan menjelaskan langkah operasional penelitian hukum

“menyusun matrik penelitian hukum”

Tujuan Pembelajaran 1.1:

LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM 

TIPOLOGI PENELITIAN HUKUM”

Masalah metode penelitian hukum sangat erat kaitanya dengan konsep tentang hukum sebagai objek yang tengah dicari dan dicoba ditemukan. Menurut Soetanyo (1997), perbedaan konsep atau pemaknaan suatu gejala (termasuk gejala hukum) akan menyebabkan perbedaan pula dalam hal modus operandi pencarian dan penemuannya. Banyak orang tidak menyadari bahwa perbedaan paham tentang konsep mengenai gejala yang dijadikan sasaran penelitian akan menyebabkan perbedaan pula dalam hal pemilihan dan pemakaian metode kajian. Metode ini pada dasarnya adalah fungsi konsep, yaitu bahwa M = f (K).

Bermula dari tidak adanya kesadaran bahwa M = f(K), memunculkan permasalahan metodologi dalam kajian-kajian dan penelitian hukum. orang mengajar dan atau mempelajari metode penelitaian hukum dan menerapkan dalam penelitain-penelitian tanpa merasa perlu untuk menelaah terlebih dahulu apakah metode yang diajarkan dan atu yang dipelajari itu sesuai untuk difungsikan sebagai modus operandi sebuah penelitian tentang hukum menurut konsep khusus yang dipahami. Tidak jarang, orang terlanjur mengajarkan atau mempelajari metode penelitian sosial yang nomologi yang notabene dikonsepsikan semula sebagai gejalah normatif. Sebaliknya, tidak jarang pula orang mencoba berspekulasi menurut metode-metode silogisme deduktif yang dogmatik-normologik, dengan harapan untuk dapat memahami hukum yang secara tidak sadar ternyata telah dikonsepsikan olehnya sebagai realita sosial.

Pluralisme konsep hukum yang berimplikasi terhadap metode penelitian kurang disadari dan dipahami dalam perkembangan dan pengembangan imu hukum di indonesia. Sejak awal, bermula pada masa pendidikan dan praktik hukum modern (barat) Di kepulauan nusantara ini, konsep hukum yang diperkenalkan adalah konsep hukum sebagaimana dimengerti dan dipraktikkan dalam proses-proses litigasi dan badan-badan pengadilan yang disusun dan dikelola oleh pemerintah semua adalah pemerintah kolonial dan sesudah itu pemerintah nasional. Ini merupakan hukum yang dikonsepsikan sebagai hukum positif (yang merupakan state law bukan folk law) menurut praktik-praktik kenegaraan dan pemerintahan Eropa Barat, khususnya yang kontinental (sistem civil law bukan sistem common law). Rupanya konsep hukum sebagai state positive law ini saja yang selama ini dimengerti dan dikaji dalam fakultas hukum di Indonesia.

Sementara itu, dunia praktik di zaman republik kini berbeda dengan kebutuhan kini berbeda dengan kebutuhan praktik di zaman kolonial. Praktik hukum pada zaman kolonial hanya memerlukan pengetahuan hukum khusus untuk keperluan penyelenggaraan badan-badan pengadilan negara (itupun hanya dimaksutkan untuk memenuhi kebutuhan para hakim). Praktik hukum pada zaman republik memerlukan praktik dan pemahaman hukum yang lebih luas daripada sekedar hukum positif yang terkodifikasi untuk keperluan pribadi bagi orang-orang pribumi yang dulu disebut landraad. Oleh karena itu, meskipun tidak banyak dikembangkan secara resmi dalam daftar kurikulum fakultas hukum, konsep hukum yang lain (yang tidak hanya normatif-positivitik) mulai disusun dan ditemukan untuk memahami realitarealita yang relevan dengan berbagai permasalahan hukum. perkembangan kehidupan khususnya karena perubahan-perubahan skala dibidang ekonomi pada tataran globa telah menyebabkan para praktisi dan teoritis hukum tidak dapat berlama-lama berkutat pada konsep-konsep hukum menurt tradisi eropa kontinental saja, melainkan harus mulai juga mengenai konsep-konsep hukum menurut teradisi Angol Saxon.

Pada mulanya, para pengkaji hukum di Indonesia memang pernah memperlihatkan kesediaanya untuk tidak lagi secara miotik dari perspektifnya yang preskriptif-normatif hanya mempelajari law as it written in the code books saja. Mereka juga harus mengakui bahwa ada hukum rakyat yang tidak tertulis yang dinamakan hukum adat. Itulah awal mula mereka mulai mencoba mengonsepsikan hukum sebagai suatu yang eksis pula di luar buku, baik secara gedragsregels in de maatschppij  (sebaimana dikonsepsikan oleh Von Vollenhoven), maupun sebagai rechtsbeslissingen door de rechtsfungsionarissen (sebagaimana dikonsepsikan oleh ter Haar). Hal yang disebut terakhir ini sebenarnya dekat sekali dengan apa yang telah dikonsepsikan di negara-negara bersistem common law sebagai the judge– made laws.

Bermula dari konsep yang tidak terlalu preskriptif-yuridis itulah, mulai berkembang kajian-kajian dan metode untuk mengkaji hukum sebagai realita sosial, yaitu sebagai hukum yang bermula dari adat kebiasaan (dengan sifatnya yang normologik). Di Amerika Serikat yang bertradisi common law, kajian yang tidak hendak preskriptif ini melahirkan kajian-kajian para legal realist yang meninggalkan tradisi Austianian analytic juriprudence, yang kemudian mengikuti jejak Holmes dengan kesadaran bahwa the life of law is not logic but experience. Asasnya adalah melihat realita bahwa setiap judicial proes bukan semata-mata merupakan logical proces melainkan sesungguhnya merupakan human proces.

Paham legal realism yang dirintis Holmes inilah yang mengilhami perkembangan-perkembangan berikutnya yang terkristalisasi sebagai aliran functional jurisprudence dan/atau sociological jurisprudence yang ditokohi oleh Roscoe Pound. Konsep-konsep bru dari para realis Amerika di abad ke20 inilah yang mengundang kajian-kajian sosiologi dan juga antropologi untuk lebih memahami realita hukum yang sebenarnya. Relita hukum dipahami tidak hanya sebagai law as it is written in the books (ius constitutum) atau sebagai law as what ought to be in moral or ideal precepts (ius constutiendum), melainkan sebagai proses-proses, baik dalam konteksnya yang makro sebagai law as it is society maupun dalam konteks yang mikro sebagai law as it is in human actions and interactions.

Oleh karena itu, kajian-kajian hukum dewasa ini tidak lagi akan mungkin secara konservatif hanya bersikukuh pada aliran positivisme menurut modelnya yang klasik di Eropa kontinental. Hukum akan terkonsepsikan dalam sejumlah ragam, tergantung dari persepsi sang pengkajinya. Keanekaragaman konsep itu apabila diterima dan diakui, sebenarnya akan berakibat juga pada keragaman metode, yang pada akhirnya mengakibatkan keanekaragaman studi atau tentang adanya ilmu-ilmu hukum (masing-masing dengan konsep, gugus teori, metode, dan peminat pengkajian sendiri). dengan perkatan lain, tipe dan metode dalam kajian-kajian dan penelitian penelitian hukum.

Berdasarkan konsep hukum diatas, dapat dibedakan tipologi penelitian hukum yang ada, yaitu penelitian hukum doktrinal atau normatif dan penelitian hukum nondoktrinal atau empiris. Mengenai pengertian dan karakter dari masing-masing tipologi penelitian hukum yang ada telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.

Tujuan Pembelajaran 1.2 :

LANGKAH OPERASIONAL PENELITIAN HUKUM 

“MENYUSUN MATRIK PENELITIAN HUKUM”

B. Menyusun Matrik Penelitian Hukum

Setelah peneliti mengenali berbagai konsep hukum yang ada beserta variasi metode penelitian yang sesuai dengan konsep-konsep hukum tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun langkah-langkah penelitian operasional penelitian hukum. matriks penelitain tersebut cukup dituliskan dalam selembar kertas yang terdiri dari tujuh kolom isian, yaitu tema/judul penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, objek penelitian, pendekatan penelitian, landasan teori/kerangka teori, dan metode penelitian.

Sesungguhnya tujuh matriks penelitian hukum tersebut merupakan kerangka proposal penelitian hukum. sebagai kerangka, ia harus ada. Ia akan menopang bangunan proposal penelitian hukum. ia menjadi tonggak penting proposal penelitian hukum. jika satu tonggak ini tidak ada, proposal penelitainnya kelak tidak akan mampu menceritakan secara lengkap apa yang akan dilakukan oleh peneliti. Akibatnya mahasiswa yang tidak dapat mengisi ketujuh matriks penelirian tersebut dan tidak bisa ameyakinkan dosen pembimbingnya bahwa dia bisa meneliti.

Peneliti tentunya harus memahami ketujuh matriks penelitian hukum tersebut. Ketujuh matriks tersebut menggambarkan langkah-langkah yang harus dijalankan oleh mahasiswa ketika menulis proposal penelitian. Penulisan matriks penelitian merupakan tahap awal penulisan proposal penelitian. Karena memuat langkah-langkah operasional penelitain, matriks penelitian menjadi semacam paduan meneliti. Ia berfungsi sebagai pedoman yang menggariskan apa yang harus dijabarkan dalam proposalpenelitain. Matriks penelitian ini menempati posisi sentral dalam penulisan proposal penelitian.

Selama ini agaknya mahasiswa tidak terlalu peduli dengan matriks penelitian ini. Mereka cenderung menulis proposal penelitain dengan mengikuti format proposal yang sudah diwariskan oleh kakak-kakak kelas mereka terdahulu. Tentu saja ini tidak dilarang. Akan tetapi, kenyataan menunjukan penerimaan warisan ini tidak disertai dengan pikiran kritis. Artinya para mahasiswa yang menerima warisan format proposal penelitian tidak tahu persis logika dibalik format seperti itu.

Berbeda dengan proposal penelitian yang lengkap, matriks penelitian lebih mudah dikembangkan. Pengembangan ini menjadikan para mahasiswa leluasa untuk mengembarakan pikiran mereka. Mereka tidak terikat betul dengan apa yang sudah mereka tulis. Jika harus mengubah apa yang sudah mereka tulis, mereka hanya mengubah isi selembar kertas.

Tidak pernah terjadi dalam penelitian bahwa mahasiswa yang menulis matriks penelitian mengalami kesulitan dalam menulis proposal penelitan. Ini berarti bahwa penulis matriks penelitian mendidik para mahasiswa untuk berpikir secara holistik. Matriks penelitian menghindarkan mahasiswa berpikir parsial, misalnya, minggu ini mereka akan memikirkan tema penelitian saja, lalu minggu depan memikirtan objek peneitian, dan minggu depanyannya lagi memikirkan pendekatan penelitian dan sebagainya. Matriks penelitian mendidik mahasiswa untuk mengkristalkan semua bahan proposal penelitian dalam benaknya secara utuh. Jika hal ini terjadi, proses menuangkan pikiran menjadi proposal penelitian akan berlangsung secara cepat.   

Buku :

Amiruddin    dan     Zainal    Asikin,    Pengantar    Metode    Penelitian    Hukum,

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006.

Bruggink, J.J.H, Refleksi tentang Hukum, Alih Bahasa: Arief Sidartha, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

E. Saefullah Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, Keni Media, Jakarta, 2015.

Ibrahim, J., Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang, 2007.

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana, Jakarta, 2014.

Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005.

Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Mahasiswa dan Peneliti Pemula, STIA-LAN Press, Jakarta, 2000.

Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013.

Soetandyo    Wignjosoebroto,            Hukum             Paradigma,     Metode            dan      Dinamika Masalahnya, Huma, Jakarta, 2002.

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit UI, Jakarta, 1986.

------------------------ dan Sri Mamuji, Metode Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010.

Sri Mamudji dkk., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, Bandung, 2013.

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20, Alumni, Bandung, 1994.