Jelaskan kapan sosiologi diajarkan di negara Indonesia?

Sejarah perkembangan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern dimulai pada abad 19 di Eropa Barat pasca Revolusi Politik di Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Namun sebelum menelisik sejarah perkembangan sosiologi lebih jauh, perlu ditegaskan terlebih dahulu bahwa ilmu pengetahuan tentang masyarakat telah ada berabad-abad lamanya sebelum istilah ’sosiologi’ itu sendiri ditemukan.

Bagaimana sejarah perkembangan sosiologi dimasa lalu?

Filsuf besar era Yunani Kuno, Plato dan Arostoteles telah menulis buku tentang bagaimana mendesain masyarakat yang adil dan bahagia. Ilmuwan dari Timur Ibnu Khaldun menulis tentang integrasi sosial (Asabiyah) dan peradaban manusia pada abad 14, sebelum Eropa memasuki era Renaisans. Pada periode awal era Pencerahan di Eropa Barat, Thomas Hobbes, John Locke, dan Jean Jacques Rouseau telah menulis tentang bagaimana mengorganisir masyarakat agar hidup harmonis dalam satu sistem pemerintahan melalui istilah yang dikenal dengan ’kontrak sosial’. Dengan demikian, jika sosiologi dipahami sebagai studi tentang masyarakat, maka sosiologi sudah ada sejak zaman Yunani Kuno. Artinya, ’sosiologi’ sudah ada sebelum istilah sosiologi ada.

Baca juga: Pengertian Sosiologi

Sejarah perkembangan sosiologi abad 19

Sejarah perkembangan sosiologi yang sering diajarkan adalah sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern yang saintifik atau ilmiah. Istilah ilmiah sendiri baru muncul pada abad pencerahan di perancis. Pencerahan memiliki konotasi rasional dan empiris. Ilmu pengetahuan bersifat rasional ketika berasal dari pikiran manusia, bukan metafisik dan teologis. Ilmu pengetahuan bersifat empiris ketika bisa dicercap oleh indra untuk diuji kebenarannya. Maka sosiologi sebagai ilmu pengetahuan ilmiah adalah sosiologi yang rasional dan empiris.

Sebagai ilmu pengetahuan sosial yang rasional dan empiris, sosiologi berusia relatif lebih muda ketibang ilmu sosial lainnya. Auguste Comte, tokoh intelektual Perancis dalam bukunya ”Course de philosophie positive” (1838) mencetuskan istilah sosiologi yang saat itu memiliki konotasi fisika sosial. Hukum tiga tahap yang dielaborasikan Comte menegaskan bahwa sosiologi atau fisika sosial adalah ilmu yang berada pada tahap positif. Positif artinya rasional, empiris, dan bisa diteliti dengan hukum-hukum ilmiah seperti pada ilmu alam. Berada di tahap positif artinya meninggalkan unsur teologis dan metafisis. Dengan demikiran sejarah perkembangan sosiologi modern pada awal mula ditemukannya adalah ilmu pengetahuan yang positif. Metodologinya mengikuti hukum-hukum dalam ilmu alam oleh karena itu dinamakan fisika sosial.

Pada tahun 1876, intelektual Inggris Herbert Spencer menulis buku pertama yang menggunakan istilah ’sosiologi’ di judulnya ”Principle of Sociology”. Spencer adalah orang yang percaya pada teori evolusi Darwin. Ia menerapkan hukum evolusi biologi pada sosiologi. Spencer mengenalkan teori besar tentang evolusi sosial yang diterima secara luas beberapa tahun kemudian. Pada tahun 1883, intelektual Amerika Lester F. Ward menulis buku berjudul ”Dynamic Sociology”. Buku tersebut dianggap sebagai buku pertama tentang desain tindakan sosial yang harus dilakukan masyarakat untuk menuju kemajuan. Berikutnya, pada 1895, Email Durkheim menerangkan secara detail metodologi ilmiah sosiologi dalam bukunya ”The Rules of Sociological Mehod”.

Sosiologi berkembang pesat di Eropa Barat pada abad 19. Perkembangan tersebut banyak dipengaruhi oleh Revolusi Politik dan Revolusi Industri yang mengubah tatanan kehidupan sosial secara dramatis. Minat kaum intelektual untuk mengetahui perubahan sosial masyarakat saat itu menjadi poin penting dalam sejarah perkembangan sosiologi. Salah satu tokoh berpengaruh dalam sosiologi adalah intelektual Inggris Karl Marx. Marx tidak pernah mengklaim dirinya secara spesifik sebagai sosiolog. Ia studi dampak politik ekonomi dari perubahan sosial di Eropa. Teorinya tentang perjuangan kelas memengaruhi perkembangan teori sosiologi bahkan sampai hari ini. Teori-teori Marx melahirkan aliran Marxisme dalam sosiologi. Perubahan sosial, dengan demikian menjadi faktor utama kelahiran sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern.

Sejarah perkembangan sosiologi abad 20

Memasuki abad 20, terjadi ’migrasi tradisi ilmiah’ sosiologi dari Eropa Barat ke Amerika Serikat. Sosiologi pada abad 20 berkembang pesat di Amerika Serikat. Perlu diperhatikan pula konteks Amerika Serikat pada abad awal 20. Saat itu, industrialisasi dan urbanisasi terjadi secara besar-besaran di perkotaan di Amerika Serikat. Akibat dari industrialisasi ini adalah perubahan sosial dengan ekskalasi yang besar. Masyarakat desa dan kota terlihat mencolok perbedaannya. Kondisi demikian memantik kaum intelektual Amerika untuk mengkaji gejala-gejala sosial yang timbul akibat perubahan sosial. Sosiologi menjadi salah satu studi ilmu sosial yang paling diminati.

Sejarah perkembangan sosiologi di Amerika Serikat  pada periode sebelum Perang Dunia pertama sampai dengan kisaran 1930an didominasi oleh aliran Chicago School dengan tokoh utamanya Albion W. Small, yang sekaligus menjadi inisiator jurnal sosiologi paling prestisius di dunia sampai saat ini, American Journal of Sociology. Pada fase berikutnya, perkembangan Chicago School melahirkan tokoh besar Pitrim Sorokin yang banyak berkontribusi memperluas aspek metodologi sosiologi. Sejumlah ahli sosiologi pasca Ward muncul di Amerika Serikat, antara lain: W. I. Thomas, Robert E. Park, Charles Horton Cooley, George Herbert Mead, Jane Addams, Charlotte Perkins Gilman, Anna Julia Cooper, Marianne Webber, Beatrice Potter Webb, dan W. E. B. du Bois.

Baca juga Tokoh Sosiologi Modern: Daftar Lengkap

Perlu ditegaskan pula di sini, migrasi tradisi ilmiah sosiologi ke Amerika Serikat tidak lantas membuat sejarah perkembangan sosiologi di Eropa Barat berhenti. Intelektual Jerman Max Weber mengkritik metode ilmiah sosiologi yang muncul pada abad 19. Weber berpendapat, metode ilmu alam tidak relevan diterapkan pada ilmu sosial. Ilmu sosial menjadikan manusia sebagai subjeknya, sehingga terkandung unsur subjektivitas dalam ilmu sosial. Hal ini berbeda dengan ilmu alam yang mengedepankan unsur objektivitas. Weber mengusulkan, alih-alih menjadikan masyarakat sebagai objek penelitian, sosiologi seharusnya meneliti tindakan-tindakan sosial yang bersifat subjektif.

Secara kontras, unsur objektivitas sosiologi justru berkembang di Amerika Serikat melalui karya tokoh besar Talcott Parsons. Pada 1937 Parsons menerbitkan buku ”The Structure of Social Action” yang secara signifikan berpengaruh pada perkembangan teori sosiologi. Parsons banyak dipengaruhi oleh Dukheim dan Weber, tanpa menaruh perhatian sama sekali pada Marx. Interpretasinya terhadap masyarakat Amerika Serikat mempengaruhi perkembangan teori sosiologi Amerika beberapa tahun kemudian. Implikasinya, teori Marxisme terkekslusi dari legitimasi ilmiah sosiologi Amerika. Parsons banyak mengelaborasikan teori fungsionalisme struktural dalam menganalisis sistem sosial. Sosiologi yang berkembang di Amerika pada periode Parsonian adalah sosiologi makro.

Perdebatan antara objektivitas-subjektivitas, agensi-struktur, dan mikro-makro dalam sosiologi berlangsung sejak abad 20 sampai hari ini. Sejumlah aliran pemikiran ekstrem yang condong pada subjektivitas mengkritik keras sosiologi pada awal berdirinya. Sosiologi positivistik yang dicetus oleh Comte belakangan mulai ditinggalkan. Salah satu aliran pemikiran paling keras yang mengkritik sosiologi Comte adalah The Frankfurt School, yang terdiri dari intelektual kritis dari Jerman. The Frankfurt School menapaki periode popularitasnya pada pertengahan abad 20. Kritik paling pedas yang dilontarkan adalah sosiologi positivistik tidak berkontribusi apa-apa pada sejarah manusia karena mengabaikan aspek transformatif dan emansipatoris yang seharusnya menjadi agenda sosiologi. Ilmu sosial tidak bisa netral, melainkan harus berpihak cita-cita transformasi sosial.

Sejarah perkembangan sosiologi era kontemporer

Menjelang abad 21, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan modern mendapat serangan bertubi-tubi dari aliran-aliran sosiologi yang menyandang label post-, seperti postmodernisme, poststrukturalisme, postpositivisme, postkolonialisme, dan lain sebagainya. Memasuki abad 21, sejarah perkembangan sosiologi menuju variasi aliran pemikiran dan disiplin yang semakin banyak. George Ritzer telah memformulasikan sebelumnya sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berparadigma multiple. Artinya, cara pandang sosiologi tidak tunggal sehingga sosiologi secara historis adalah ilmu pengetahuan yang luas cakupannya. Abad millenium menandai sosiologi sebagai ilmu yang sangat cair dan luas. Objek kajian tidak sebatas pada perubahan struktur sosial dalam konteks industrialisasi, urbanisasi, perdesaan dan perkotaan, melainkan juga sampai pada aspek dinamika masyarakat yang sifatnya kekinian. Seperti misalnya, sosiologi pada masyarakat informasi. Sosiologi abad 21 adalah sosiologi kontemporer.

Indikasi semakin meluasnya ruang lingkup sosiologi bisa dilihat dari berkembang biaknya subdisiplin yang menjadi cabang sosiologi. Beberapa diantaranya yang bisa disebutkan adalah Sosiologi Digital, Sosiologi Turisme, Sosiologi Pemuda, Sosiologi Kesehatan, Sosiologi Olah Raga, Sosiologi Sastra, Sosiologi Hukum, Sosiologi Ekonomi, Sosiologi Gender, dan Sosiologi kontemporer lainnya. Kecenderungan lain yang bisa diidentifikasi adalah semakin menjauhnya sosiologi dari tradisi positivisme. Sejarah perkembangan sosiologi di era kontemporer cenderung menolak relevansi hukum-hukum alam pada ilmu sosial. Saat ini, fakultas-fakultas ilmu sosial di seluruh dunia mulai mengajarkan sosiologi terlepas dari bapak pendirinya. Tak heran, tokoh-tokoh seperti Michel Foucault, Pierre Bourdieu dan Slavoj Zizek lebih diminati ketimbang Auguste Comte dan Emile Durkheim yang memang makin usang.

Baca juga Sosiologi: Sebuah Pengantar Singkat

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA