Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tahun 1948 sampai 1965

Dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa kita diuji bukan hanya dari penjajahan bangsa asing tetapi juga dari perlawanan bangsa sendiri. Hal ini lantaran adanya konflik dan pergolakan di dalam negeri, salah satunya berkaitan dengan sistem ideologi. Ideologi merupakan kumpulan pandangan, ide, gagasan ataupun tujuan yang berupa konsep untuk dijadikan asas, petunjuk dalam menjalankan Negara.

Setelah kemerdekaan diproklamirkan, ada kelompok-kelompok dalam hal ini partai yang memang saling bersaing dengan mengusung ideologi masing-masing. Perbedaan sistem ideologi dari masing-masing kelompok inilah yang membuat adanya konflik dan pergolakan di dalam negeri.

Setidaknya ada 3 peristiwa penting dalam sejarah terkait dengan pergolakan yang berkaitan dengan sistem ideologi, diantaranya pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Pemberontakan DI/TII, dan Gerakan 30 September 1965 atau yang dikenal dengan G30S/PKI.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pergolakan yang terjadi di tanah air berkaitan dengan sistem ideologi, berikut penjelasannya.

  1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun

PKI merupakan partai yang telah berdiri sebelum proklamasi tepatnya pada tahun 1914, tetapi sempat dibekukan oleh pemerintah Hindia Belanda karena memberontak pada tahun 1926. Setelah era kemerdekaan PKI kembali aktif dan sangat mendukung pemerintah karena masih menjadi bagian dari golongan kiri yang memegang kekuasaan.

Setelah golongan kiri tidak mempunyai kuasa atas pemerintahan, maka PKI mengubah haluan politiknya menjadi pihak oposisi. Saat itu, tampuk kekuasaan PKI dikendalikan oleh Musso yang kemudian membawa partai tersebut dalam pemberontakan bersenjata di Madiun pada 18 September 1948.

(Baca juga: Disintegrasi Bangsa dan Berbagai Penyebabnya)

Adanya pergolakan ini disebabkan oleh tujuan ideologis PKI yang menginginkan Indonesia menjadi Negara komunis. Pemberontakan PKI ini cukup sukses karena mampu menggaet partai dari golongan kiri, selain itu berhasil menambah pasukan bersenjatanya karena menjadi provokator demonstrasi buruh dan petani terhadap pemerintah.

Akhirnya pada September 1948 pemerintah mengerahkan kekuatan bersenjata untuk memberantas PKI dan berhasil membuat Musso tewan dalam pertempuran tersebut, sehingga PKI kalah dan tokoh-tokohnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Pemberontakan ini dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo seorang tokoh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pemberontakan ini dilatarbelakangi sistem Ideologi yang dimiliki Kartosuwiryo untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah Negara Islam.

Konflik ini bermula dari keputusan Renville yang mengharuskan pasukan tentara RI berpindah dari daerah yang diklaim sebagai milik Belanda. Divisi Siliwangi yang harusnya pindah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah menolak pindah dan memilih untuk membentuk Tentara Islam Indonesia (TII) dan bertujuan untuk peran melawan Belanda tetapi akhirnya berambisi untuk menjadikan Indonesia menjadi Negara Islam.

Pada Agustus 1948 di Jawa Barat, Karosuwiryo menyatakan pembentukan Darus Islam (Negara Islam/DI) bersama dengan TII dan menolak mengakui adanya RI. Demi menjaga keutuhan bangsa maka pemerintah melakukan operasi “pagar betis” untuk membatasi ruang gerak DI/TII. Pada tahun 1962 Kartosuwiryo berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

  1. Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI)

Gerakan ini merupakan biang dari aksi kudeta yang dilakukan oleh PKI. Terlepas dari pemberontakan yang dilakukan di Madiun, PKI kembali membangun diri dan terus berkembang sebagai sebuah partai oposisi di tengah masyarakat. Bahkan PKI menjadi dekat dengan Presiden Soekarno setelah dirangkul untuk menghindari konflik dengan tentara.

Peristiwa G30S/PKI dilatarbelakangi adanya isu Dewan Jenderal ditubuh angkatan darat yang akan menggulingkan pemerintahan Soekarno. Hingga akhirnya pasukan pemberontakan PKI yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung yang merupakan perwira angkatan darat yang dekat dengan PKI melaksanakan aksi “Gerakan 30 September” dengan menculik dan membunuh 7 Jenderal dan perwira kemudian memasukannya kedalam sumur tua di daerah Lubang Buaya.

Dalam situasu ini, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto mengambil alih pimpinan di tubuh angkatan darat dan melaksanakan aksi pemberantasan dan penumpasan PKI baik di pusat maupun daerah.

Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tahun 1948 sampai 1965

Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tahun 1948 sampai 1965
Lihat Foto

tribunnews.com

Pasukan AS saat membantu tentara PRRI dalam pemberontakan

KOMPAS.com - Peristiwa konflik dan pergolakan yang berkaitan dengan sistem pemerintahan yang terjadi di Indonesia berkaitan dengan persoalan federal dan BFO (Bijeenkomset Federal Overleg).

Dilansir dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia, masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika Indonesia menyepakati akan berbentuk negara serikat atau federal dalam Perjanjian Linggarjati.

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern (2005) karya MC Ricklefs, berikut beberapa peristiwa pergolakan yang terjadi berkaitan dengan sistem pemerintahan:

  • Pemberontakan PRRI dan Permesta

Kemunculan PRRI atau Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia diproklamasikan pada tahun 1958.

Pemerintahan ini dipimpin oleh Perdana Menteri Syarifuddin Prawiranegara dan anggotanya, yaitu Natsir, Burhanuddin Harahap, Simbolon dan Sumitro Djojohadikusumo.

Baca juga: Konflik dan Pergolakan yang Berkait dengan Kepentingan

Latar belakang dari PRRI adalah adanya kekhawatiran yang cemas pada Soekarno dan PKI. Hingga akhinya PRRI bergabung dengan Permesta yang merupakan kaum pemberontak yang berasal dari Sulawesi.

Untuk memulihkan PRRI/Permesta, presiden mengerahkan operasi militer bernama Operasi 17 Agustus yang di dalamnya terdapat Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut di Sumatera Tengah.

Dilansir dari Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI (1984) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bijeenkomst voor Federaal Overleg atau musyawarah negara-negara bagian (federal) adalah salah satu konflik yang terjadi pada masa pemerintahan RI setelah kemerdekaan.

Faktor yang melatarbelangi konflik ini adalah kesiapan pemerintahan Republik Indonesia dalam mencapai kedaulatannya, sehingga RI harus berhadapan dengan BFO dan Belanda. Di mana persyaratan perundingan ini diawasi oleh Komisi PBB.

Baca juga: Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Ideologi

Banyak masalah saat perunding dengan BFO, karena di satu sisi pemerintah RI harus dipulihkan kekuasaannya, namun di satu sisi BFO ingin agar RI melakukan gencatan senjata dan pemerintahan RI dikembalikan ke Yogyakarta.

Masalah ini kemudian berakhir dengan posisi BFO yang semakin berpihak pada RI. Hingga akhirnya terjadi kesepakatan antara RI, BFO serta Belanda di bawah pengawasan Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Kesepakatan tersebut adalah:

  • Pengembalian RI ke Yogyakarta
  • Konferensi Meja Bundar diusulkan di Den Hag
  • Penghentian permusuhan RI dengan Belanda akan dibahas setelah kembalinya pemerintahan RI ke Yogyakarta

Baca juga: Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tahun 1948 sampai 1965

Jelaskan kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan konflik tahun 1948 sampai 1965
Lihat Foto

KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI

Yanto Eko Cahyono, warga Kabupaten Bantul, Yogyakarta menunjuk nama kakeknya, Insp Pol Suparbak yang terukir di Monumen Kresek (Monumen kekejaman pembantaian PKI) yang berada di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Selasa (0/10/2019). Yanto bersama istrinya mencari keberadaan makam kakeknya, Insp Pol Suparbak yang menjadi korban pembantaian PKI tahun 1948 di Madiun.

KOMPAS.com - Pada masa awal kemerdekaan, Indonesia mengalami beberapa peristiwa pergolakan di dalam negeri. Puncaknya adalah peristiwa Gerakan 30 September atau dikenal dengan G30S. 

Sebelum peristiwa G30S, beberapa pemberontakan juga pernah terjadi di Indonesia. Berikut di antaranya: 

Peristiwa PKI Madiun 1946

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern (2008) karya MC Ricklefs, peristiwa PKI Madiun 1948 merupakan bentuk kekecewaan hasil perundingan Renville. Di mana Indonesia mendapat kerugian yang sangat besar.

Kekecewaan tersebut mengakibatkan PKI menginginkan kembali kekuasaan di bawah pemerintahan Amir Syariffudin. 

Dalam buku Lubang-Lubang Pembantaian PKI di Madiun (1990) karya Maksum, Amir yang merasa kecewa kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948, di mana PKI menjadi salah satu yang tergabung di dalamnya.

Baca juga: Latar Belakang Pemberontakan PKI di Madiun

Muso dan Amir mendeklarasikan sebagai pemimpin kelompok tersebut. Muso dan Amir menggoyahkan kepercayaan masyarakat dengan menghasut dan membuat semua golongan menjadi bermusuhan dan mencurigai satu sama lain.

Untuk menumpas pemberontakan ini, pemerintah mengirim divisi Siliwangi I dan II di bawah pemerintahan Kolonel Soengkono dan Kolonel Soebroto.

Akibatnya beberapa tokoh PKI melarikan diri ke Tiongkok dan Vietnam, Muso terbunuh, dan Amir ditangkap kemudian dihukum mati pada 20 Desember 1948. 

Pemberontakan DI/TII

Awal pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) terjadi di Jawa Barat pada 7 Agustus 1949. Pemberontakan tidak hanya berhenti di situ saja, tetapi meluas hingga Aceh, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan. 

Kartosuwirjo yang merupakan pemimpin DI/TII tidak mau mengakui pemerintah RI di Jawa Barat akibat penghapusan kesepakatan Perjanjian Renville.