Jelaskan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat boyolali

Kata kunci: pemberdayaan, diversifikasi ekonomi, pariwisata

Irawan, BRM. Bambang; Supriyadi; Ernawati, Diyah Bekti; Warto*) LPPM UNS, Penelitian, Dikti, Hibah Bersaing, 2006. Penelitian tahun pertama ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai potensi dan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang dapat menjadi daya tarik wisata di wilayah Kabupaten Boyolali. Di samping itu, penelitian ini bertujuan mengeksplorasi berbagai sumber daya (alam, sosial, budaya) dan daya dukung lainnya yang dapat menunjang pembangunan agrowisata untuk mengembangkan ekonomi dan sumber daya masyarakat pedesaan; serta menemukenali potensi SDM pedesaan dalam mendukung pengembangan agrowisata bersumberdaya masyarakat (community-based agritourism). Pada akhir tahun pertama penelitian ini menyajikan hasil identifikasi secara mendalam mengenai berbagai potensi dan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang dapat menjadi daya tarik agrowisata, berbagai sumber daya (alam, sosial, budaya) dan daya dukung lainnya yang dapat menunjang pembangunan pariwisata berbasis sumber daya pertanian untuk mengembangkan ekonomi masyarakat pedesaan serta potensi SDM pedesaan dalam mendukung pengembangan pariwisata bersumberdaya masyarakat (community-based agritourism) di Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Boyolali dengan mengambil sampel beberapa desa ataupun kawasan pedesaan. Pemilihan lokasi ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni karena Kabupaten Boyolali memiliki potensi pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan yang sangat besar. Beberapa contohnya bisa disebutkan misalnya pertanian padi jenis tradisional dan modern, perikanan atau budidaya ikan air tawar seperti lele, gurameh, lila, dan kakap yang didukung sumber mata air alam. Boyolali juga terkenal dengan usaha pengembangan ternak sapi perah beserta produk susunya dan penggemukan sapi yang menghasilkan daging. Hasil-hasil perkebunan seperti sayur-mayur dan buah-buahan khususnya buah pepaya juga banyak dibudidayakan penduduk Boyolali. Bahkan, terdapat beberapa jenis sayuran lokal seperti daun adas dan buah kesemek yang termasuk langka ditemukan di Boyolali. Beberapa jenis kegiatan ekonomi rakyat tersebut mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Kabupaten Boyolali juga berada di jalur wisata Solo-Selo-Borobudur (SSB). Jalur ini menjadi salah satu kawasan pengembangan pariwisata di Jawa Tengah yang berbasis masyarakat. Hal ini menjadi ikon penting dalam pengembangan wisata agro untuk mendukung kegiatan wisata lainnya yang dikembangkan di kawasan SSB. Dalam konteks seperti itulah, penelitian ini menjadi relevan terutama dalam usaha meningkatan pendapatan penduduk melalui kegiatan agro wisata. Pada tahun pertama metode penelitian dititikberatkan pada upaya mengungkap kedalaman mengenai berbagai potensi dan kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang dapat menjadi daya tarik wisata di wilayah Kabupaten Boyolali. Hal ini dilakukan dengan menelurusi informasi dari berbagai sumber data yang terdiri atas informan, tempat dan peristiwa serta dokumentasi/arsip terkait yang ada. Di samping observasi penggalian data juga dilakukan dengan teknik wawancara. Wawancara (indepth interview) dilakukan secara terbuka dan bebas dan terfokus pada masalah yang diteliti. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan catatan alat perekam suara (recorder) untuk membantu peneliti dalam mengurangi kesalahan dan merekam informasi secara utuh. Untuk membantu pengamatan lapangan digunakan catatan lapangan (field note) dan alat pemotret. Sedangkan untuk menghindari ketidakpercayaan data digunakan teknik triangulasi sumber data yakni dengan mengecek data dari beberapa sumber yang berbeda mengenai masalah yang sama. Untuk mendapatkan kebenaran informasi setiap informan dilakukan recheck hingga data terakhir hasil wawancara mencerminkan reliabilitas data. Tehnik pengumpulan data lainnya yang akan digunakan adalah Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah yang dilakukan oleh para informan secara kelompok, sementara peran peneliti hanya sebagai fasilitator selama diskusi berlangsung. Dengan berbekal pandangan dan saran Bapak Bupati Boyolali yang menyarankan agar tim peneliti lebih baik jika langsung mengarah pada beberapa wilayah yang memang potensi wisata agro-nya sudah relatif terbentuk seperti kawasan Selo, Kuwiran, dan Kampung Lele dan analisis awal menggunakan konsep 4A (Atraksi, Aksesabilitas, Amenitas, dan Aktivitas), maka kemudian diputuskan untuk mengambil sampel berukuran 3 (tiga). Wilayah tersampling meliputi 1 Kecamatan (Kecamatan Selo) dan 2 Desa (Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono dan Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Kecamatan Selo merupakan wilayah yang secara umum memiliki potensi yang lengkap untuk pengembangan agrowisata. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa sayuran merupakan tanaman yang memiliki potensi tinggi sebagai penyangga agrowisata di kawasan Selo. Disamping itu daya dukung komponen Atraksi, Aksesabilitas, Amenitas, dan Aktivitas di Kecamatan Selo menunjukkan ketersediaan dan kelengkapan secara baik. Titik lemah yang ada adalah kualitas SDM yang masih terbatas dan ketersediaan air bersih yang relatif terbatas serta pendistribusiannya di antara warga masyarakat yang belum merata. Demikian pula potensi agrowisata di Desa Kuwiran Kecamatan Banyudono secara umum juga sangat tinggi dalam arti memiliki sarana dan prasarana yang relatif lengkap untuk pengembangan agrowisata. Dari analisis data lapangan menunjukkan antusiasme masyarakat setempat dalam mengembangkan agrowisata tanaman padi menjadikan desa ini layak dijadikan embrio bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui agrowisata. Aktivitas di Kecamatan Selo menunjukkan ketersediaan dan kelengkapan secara baik. Titik lemah yang ada adalah kualitas SDM yang masih terbatas dan ketersediaan air bersih yang relatif terbatas serta pendistribusiannya diantara warga masyarakat yang belum merata. Seperti juga di Kecamatan Selo, di Desa Kuwiran ini juga memiliki daya dukung komponen 4A yang baik. Namun titik lemah juga pada kualitas SDM-nya. Desa ke-3 yang tersampling adalah Desa Tegalrejo Kecamatan Sawit. Di desa ini daya dukung perikanan darat berupa budidaya lele merupakan modal yang sangat potensial dalam mengembangkan agrowisata. Sebutan “kampung lele” yang sangat terkenal mengindikasikan bahwa ikan lele adalah produk unggulan desa tersebut Di Desa ini pun juga memiliki daya dukung komponen 4A untuk pengembangan wisata agro. Walaupun tidak selengkap Kecamatan Selo, desa ini sangat potensial untuk pemberdayaan ekonomi penduduk melalui agrowisata. Juga sama di dua wilayah sebelumnya, kualitas SDM masih menjadi kendala.

Dalam upaya memberdayakan ekonomi masyarakat pedesaan melalui pengembangan pariwisata berbasis sumber daya pertanian, diperlukan langkah-langkah anatara lain (1) dalam usaha memberdayakan masyarakat dalam kegiatan agrowisata, perlu mengikutsertakan semua elemen masyarakat desa secara luas dengan partisipatif aktif mulai dari perencanaan, pelaksaaan hingga pemanfaatan hasilnya; (2) pengembangan agrowisata membutuhkan pemahaman dan komitmen yang tinggi dari pemerintah dan semua stakeholders pariwisata lainnya sehingga perlu dibangun kerjasama yang sinergis antar-elemen masyarakat; (3) meskipun pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, tetapi tetap diperlukan adanya pembinaan dan intervensi kebijakan baik pemerintah maupun dalam rangka meningkatkan kualitas SDM dan infrastruktur pendukung lainnya di kawasan agrowisata.

1.      Wilayah Domestik dan Regional

Pengertian domestik/regional disini dapat merupakan Propinsi atau Daerah Kabupaten/Kota. Transaksi Ekonomi yang akan dihitung adalah transaksi yang terjadi di wilayah domestik suatu daerah tanpa memperhatikan apakah transaksi dilakukan oleh masyarakat (residen) dari daerah tersebut atau masyarakat lain (non-residen).

2.      Produk Domestik

Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk dareha tersebut, merupakan produk domestik daerah yang bersangkutan. Pendapatan yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian dari faktor produksi yang digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi yang dimilki oleh penduduk daerah tersebut ikut serta dalam proses produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai produk domestik yang timbul di suatu daerah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk daerah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan yang mengalir antar daerah ini (termasuk juga dari da ke luar negeri) yang pada umumnya berupa upah/gaji, bunga, deviden dan keuntungan maka timbul perbedaan antara produk domestik dan produk regional.

3.      Produk Regional

Produk regional merupakan produk domestik ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi yang diterima dari luar daerah/negeri dikurangi dengan pendapatan dari faktor produksi yang dibayarkan ke luar daerah/negeri. Jadi produk regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh residen.

4.      Residen dan Non-Residen

Unit institusi yang mencakup penduduk/rumah tangga, perusahaan, pemerintah lembaga non-profit, dikatakan sebagai residen bila mempunyai/melakukan kegiatan ekonomi di suatu wilayah (Indonesia). Suatu rumah tangga, perusahaan, lembaga non profit tersebut mempunyai/melakukan kegiatan ekonomi di suatu wilayah jika memiliki tanah/bangunan atau melakukan kegiatan produksi di wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (minimal satu tahun).

Hal-hal yang perlu diperhatikan tentang konsep residen dan non-residen suatu unit institusi adalah antara lain,

A.    Penduduk suatu daerah adalah individu-individu atau anggota rumah tangga yang bertempat tinggal tetap di wilayah domestik daerah tersebut, kecuali :

·         wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) daerah lain yang tinggal di wilayah domestik daerah tersebut kurang dari 1 tahun yang bertujuan untuk bertamasya atau berlibur, berobat, beribadah, kunjungan keluarga, pertandingan olahraga nasional/internasonal dan konferensi-konferensi atau pertemuan lainnya, dan kunjungan dalam rangka belajar atau melakukan penelitian;

·         awak kapal laut dan pesawat udara luar negeri/luar daerah yang kapalnya sedang masuk dok atau singgah di daerah tersebut;

·         pengusaha asing dan pengusaha daerah lain yang berada di daerah tersebut kurang dari 1 tahun, pegawai perusahaan asing dan pegawai perusahaan daerah lainnya yang berada di wilayah domestik daerah tersebut kurang dari1 tahun, misalnya untuk tujuan memasang jembatan atau peralatan yang dibeli dari mereka;

·         pekerja musiman yang berada dan bekerja di wilayah domestik daerah tersebut, yang bertujuan sebagai pegawai musiman saja;

·         anggota Korps Diplomatik, konsulat, yang ditempatkan di wilayah domestik daerah tersebut;

B.     Organisasi internasional adalah bukan residen di wilayah dimana organisasi tersebut berada namun pegawai badan internasional/nasional tersebut adalah bukan penduduk daerah tersebut jika melakukan misi kurang dari 1 tahun.

5.      Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Pasar

Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses produksi. Penghitungan nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi biaya antara. Nilai tambah bruto di sini mencakup komponen-komponen pendapatan faktor (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menjumlahkan nlai tambah bruto dari masing-masing sektor dan menjumlahkan nilai tambah bruto dari seluruh sektor tadi, akan diperoleh Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar.

6.      Produk Domestik Regional Neto (PDRN)Atas Dasar Harga Pasar

Perbedaan antara konsep neto di sini dan konsep bruto di atas, ialah karena pada konsep bruto di atas; penyusutan masih termasuk di dalamnya, sedangkan pada konsep neto ini komponen penyusutan telah dikeluarkan. Jadi Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh Produk Domestik Regional Neto atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud di sini ialah nilai susutnya (ausnya) barang-barang modal yang terjadi selama barang-barang modal tersebut ikut serta dalam proses produksi. Jika nilai susutnya barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi dijumlahkan, maka hasilnya merupakan penyusutan yang dimaksud di atas.

7.      Produk Domestik Regional Neto (PDRN) Atas Dasar Biaya Faktor

Perbedaan antara konsep biaya faktor di sini dan konsep harga pasar di atas, ialah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai dan lain-lain pajak, kecuali pajak pendapatan dan pajak perseorangan. Pajak tidak langsung dari unit-unit produksi dibebankan pada biaya produksi atau pada pembeli hingga langsung berakibat menaikkan harga barang. Berlawanan dengan pajak tidak langsung yang berakibat menaikkan harga tadi, ialah subsidi yang diberikan pemerintah kepada unit-unit produksi, yang bisa mengakibatkan penurunan harga. Jadi pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu berpengaruh menaikkan sedang yang lain menurunkan harga, hingga kalau pajak tidak langsung dikurangi subsidi akan diperoleh pajak tidak langsung neto. Kalau Produk DOmestik Regional Neto atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, maka hasilnya adalah Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor.

8.      Pendapatan Regional

Dari konsep-konsep yang diterangkan di atas dapat diketahui bahwa Produk DOmestik Regional Neto atas dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan jumlah balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu daerah. Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor, merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan yang timbul atau merupakan pendapatan yang berasal dari daerah tersebut. Akan tetapi pendapatan yang dihasilkan tadi, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk daerah itu, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk daerah lain, misalnya suatu perusahaan yang modalnya dimiliki oleh orang luar, tetapi perusahaan tadi beroperasi di daerah tersebut, maka dengan sendirinya keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik orang luar yaitu milik orang yang mempunyai modal tadi. Sebaliknya kalau ada penduduk daerah ini yang menambahkan modalnya di luar daerah maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke dalam daerah tersebut, dan menjadi pendapatan dari pemilik modal. Kalau Produk Domestik Regional Neto atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar dan ditambah dengan pendapatan yang mengalir ke dalam, maka hasilnya akan merupakan Produk Regional Neto yaitu merupakan jumlah pendapatan yang benar-benar diterima oleh seluruh yang tinggal di daerah yang dimaksud. Produk Regional Neto inilah yang merupakan Pendapatan Regional.

9.      Pendapatan Regional Perkapita

Bila pendapatan regional ini dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah itu, maka akan dihasilkan suatu Pendapatan Perkapita

Untuk menghitung angka-angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :

1. Menurut Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi pada suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajian ini dikelompokkan menjadi 17 kategori lapangan usaha yaitu :

    • A. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
    • B. Pertambangan dan Penggalian
    • C. Industri Pengolahan
    • D. Pengadaan Listrik dan Gas
    • E. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
    • F. Konstruksi
    • G. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
    • H. Transportasi dan Pergudangan
    • I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
    • J. Informasi dan Komunikasi
    • K. Jasa Keuangan dan Asuransi
    • L. Real Estate
    • M, N. Jasa Perusahaan
    • O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
    • P. Jasa Pendidikan
    • Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
    • R, S, T, U. Jasa Lainnya

2. Menurut Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi pada suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi).

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari :

    • pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba
    • pengeluaran konsumsi pemerintah
    • pembentukan modal tetap domestik bruto
    • perubahan inventori, dan
    • ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor).

 Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.