Jelaskan kesamaan bangunan peribadatan antara masa praaksara masa hindu budha dengan masa islam

KOMPAS.com - Ajaran Hindu-Buddha ada di Nusantara sebelum adanya agama-agama lain.

Hindu dan Buddha menjadi agama resmi beberapa kerajaan terbesar Nusantara.

Peninggalan-peninggalan dari kerajaan tersebut telah dilestarikan dan dijadikan tempat wisata bagi masyarakat.

Peninggalan yang bercorak Hindu-Buddha umumnya berupa prasastri, candi, kiktab, dan arca.

Berikut merupakan peninggalan-peninggalan sejarah Hindu-Buddha yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia:

Prasasti (batu tertulis)

Dikutip situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), setiap kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri dan berkembang di Indonesia diketahui keberadaanya lewat prasasti atau batu tertulis.

Prasasti-prasasti tersebut tertulis dengan huruf Pallawa dalam bahasa sansekerta, bahasa Jawa kuno dan bahasa Melayu kuno.

Prasasti merupakan sebuah dokumen atau piagam yang tertulis pada batu, tembaga, dan sebagainya.

Baca juga: Perkembangan Agama Hindu-Buddha di Nusantara 

Contoh prasasti tersebut adalah:

Prasasti huruf pallawa bahasa Sansakerta

  1. Yupa, prasasti Muarakaman (Kerajaan Kutai)
  2. Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, Tugu, Cidanghiang (Kerajaan Tarumanegara)
  3. Prasasti Tuk Mas (Kerajaan Holing)
  4. Prasasti Canggal, Mantyasih, Wanua Tengah III, Sojomerto, Sangkhara, Kalasan,Klurak (Kerajaan Mataram Kuno).

Prasasti huruf pallawa bahasa Melayu Kuno

Contoh dari prasasti huruf pallawa bahasa Melayu Kuno ialah Prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuo, Kota Kapur, Karang Berahi, Telaga Batu (Kerajaan Sriwijaya)

Prasasti huruf Pranagari dan Bali kuno bahasa Sansekerta adalah Prasasti Sanur (Kerajaan Bali)

Candi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), candi adalah bangunan kuno yang dibuat dari batu.

Di masa lampau, candi difungsikan sebagai tempat pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja, serta pendeta-pendeta Hindu dan Buddha.

Istilah candi berasal dari salah satu nama untuk Dewi Durga (dewi maut) yaitu Candika. Inilah mengapa candi berfungsi sebagai tempat untuk memuliakan raja yang telah meninggal.

Tapi, candi tidak menyimpan mayat atau abu jenazah. Candi hanya menyimpan benda-benda seperti potongan logam, batu-batuan, dan sesaji.

Barang-barang itu ditaruh pada wadah atau pripih. Pripih itulah yang ditanam di dasar candi.

Pada agama Hindu, candi berfungsi sebagai makam.

Sementara bagi agama Buddha, candi memiliki tempat untuk pemujaan dan tidak ada pripih.

Di dalam candi Buddha tidak ada arca yang jadi perwujudan Dewa.

Terdapat pengelompokan candi-candi yang telah ada. Candi di Pulau Jawa erat kaitannya dengan alam pikiran dan susunan masyarakatnya.

Baca juga: Teori Masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara 

Candi di Indonesia ada yang dibangun berdiri sendiri dan yang dibangun berkelompok. Candi yang berdiri sendiri seperti Candi Borobudur.

Sedangkan candi yang berkelompok adalah Candi Prambanan.

Berikut tiga jenis candi-candi di Indonesia:

  1. Jawa Tengah bagian Utara ada Candi-candi di komplek Dieng dan candi-candi di Gedung Songo.
  2. Jawa Tengah bagian Selatan ada Candi Kalasan, candi Mendut, candi Pawon.
  3. Jawa Timur ada candi Panataran termasuk didalamnya candi yang ada di Bali dan Sumatra Tengah (Muara Takus).

Seiring dengan pembuatan candi, berkembang juga seni ukir. Ini bisa dilihat dari ukuran atau pahatan pada dinding candi.

Pahatan yang sering ditemukan pada candi di antaranya makhluk ajaib, tumbuh-tumbuhan, daun-daunan, sulur-sulur, dan bunga teratai (baik yang kuncup maupun yang mekar).

Candi-candi yang cukup terkenal hingga mancanagera yakni candi Borobudur, Candi Prambanan, dan candi di kompleks Dieng.

Sementara di Bali, candi lebih dikenal sebagai pura. Pura di Bali dimanfaatkan sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi dan leluhur keluarga.

Arca (patung)

Jelaskan kesamaan bangunan peribadatan antara masa praaksara masa hindu budha dengan masa islam
KOMPAS.COM/ANDI HARTIK Sejumlah patung berbentuk arca di Lembah Tumpang, destinasi wisata di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jumat (6/12/2019).

Arca adalah patung, yang biasanya dibuat dari batu, yang dipahat menyerupai bentuk orang atau binatang. Arca sangat berhubungan erat dengan agama Hindu dan Buddha.

Arca juga biasanya berwujud dewa. Berikut contoh peninggalan arca:

  1. Arca Airlangga dari kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur.
  2. Arca Kertarajasa Jayawardhana, pendiri kerajaan Majapahit.
  3. Prajna Paramitha perwujudan Ken Dedes dari Kerajaan Singosari.

Baca juga: Peran Kerajaan dalam Jaringan Keilmuan di Nusantara

Kitab

Kitab juga merupakan salah satu peninggalan sejarah Hindu-Buddha yang amat penting. Kitab ini memuat tarikh atau riwayat kerajaan yang menjadi sumber sejarah yang kita kenal hari ini.

Berikut beberapa kitab yang merupakan peninggalan sejarah Hindu-Buddha:

Pada masa Kerajaan Kediri adalah Bratayudha (Mpu Panuluh dan Mpu Sedah), Arjuna Wiwaha (Mpu Kanwa), Smaradhahana (Mpu Darmaja), Writasanjaya dan Lubdhaka (Mpu Tanakung), Kresnayana, Bhomakavya.

Masa Kerajaan Majapahit ada Pararaton (berisi riwayat raja-raja Singosari dan Majapahit) , Negara Kertagama (Mpu Prapanca), Sutasoma dan Arjunawijaya (Mpu Tantular).

Kemudian ada Sorandaka (cerita pemberontakan Sora), Ranggalawe (cerita pemberontakan Ranggalawe), Panjiwijayakrama (cerita riwayat Raden Wijaya) dan Usana Jawa (cerita penaklukan Bali oleh Gajah Mada). 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

KOMPAS.com - Pada perkembangan budaya Islam di Indonesia, terjadi akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam dalam berbagai bentuk, antara lain seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender.

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, seni bangunan dan arsitektur Islam di Indonesia bersifat unik dan akulturatif. Seni bangunan zaman perkembangan Islam yang menonjol terutama adalah:

Berikut ini penjelasannya:

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Masjid dan menara

Dalam seni bangunan Islam, adaa perpaduan antara unsur Islam dengan budaya pra-Islam yang sudah lebih duku ada. Seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid. Sebab fungsi utama masjid adalah sebagai tempat ibadah umat Muslim.

Masjid dalam bahasa Arab mungkin berasal dari bahasa Aramik sajada yang artinya merebahkan diri untuk bersujud ketika salat atau sembahyang.

Berdasarkan hadis shahih al Bukhari, Nabi Muhammad SAW menyatakan "Bumi ini dijadikan bagiku untuk masjid (tempat salat) dan alat pensucian (buat tayamum) dan di tempat mana saja seseorang dari umatku mendapat waktu salat, maka salatlah di situ.

Menurut pengertian hadis itu, agama Islam memberi pengertian secara universal terhadap masjid. Artinya, kaum Muslim leluasa beribadah salat di berbagai tempat yang bersih.

Meski begitu, tetap dirasa perlu mendirikan bangunan khusus yang disebut masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam.

Masjid juga berfungsi untuk pusat penyelenggaraan keagamaan Islam, pusat mempraktikkan persamaan hak dan persahabatan di kalangan umat Islam. Sehingga masjid dapat dianggap sebagai pusat kebudayaan orang-orang Muslim.

Di Indonesia sebutan masjid serta bangunan tempat peribadatan lain, sesuai masyarakat dan bahasa setempat. Masjid disebut mesjid di Jawa, masigit dalam bahasa Sunda, meuseugit dalam bahasa Aceh, dan masigi dalam bahasa Makassar dan Bugis.

Baca juga: Pengaruh Islam di Indonesia

Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain:

  • Atap berupa tumpang atau bersusun. Semakin ke atas semakin kecil, tingkat paling atas berbentuk limas, jumlah tumpang selalu ganjil (gasal) tiga atau lima. Atap demikian disebut meru. Atap masjid biasanya masih diberi puncak (kemuncak) yang disebut mustaka.
  • Tidak ada menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan, berbeda dengan masjid-masjid di luar Indonesia. Untuk menandai datangnya waktu salat, dilakukan dengan memukul beduk atau kentongan. Contoh Masjid Kudus dan Masjid Banten.
  • Masjid umumnya dibangun di ibukota atau dekat istana kerajaan. Ada juga masjid-masjid yang dianggap keramat yang dibangung di atas bukit atau dekat makam. Contoh masjid-masjid zaman Wali Songo yang dibangun berdekatan makam.

Baca juga: Teori Masuknya Islam di Nusantara

Makam

Makam-makam Islam berlokasi di dataran dekat masjid agung, bekas kota pusat kesultanan. Beberapa contoh makam Islam dekat masjid, pusat kota atau kesultanan adalah:

  • makam sultan-sultan Demak di samping Masjid Agung Demak Jawa Tengah
  • makam raja-raja Mataram Islam Kota Gede DI Yogyakarta
  • makam sultan-sultan Palembang
  • makam sultan-sultan di Nanggroe Aceh Darussalam: kompleks makam di Samudera Pasai, makam sultan-sultan Aceh di Kandang XII, Gunongan dan di tempat lain
  • makam sultan-sultan Siak Indrapura Riau
  • makan sultan-sultan Banjar di Kuin, Banjarmasin
  • makam sultan-sultan di Martapura, Kalimantan Selatan
  • makam sultan-sultan Kutai, Kalimantan Timur
  • makam Sultan Ternate di Ternate
  • makam sultan-sultan Goa di Tamalate
  • kompleks makam raja-raja di Jeneponto
  • kompleks makam di Watan Lamuru, Sulawei Selatan
  • makam-makam di berbagai daerah di Sulawesi Selatan
  • kompleks makam Selaparang di Nusa Tenggara

Baca juga: Perkembangan Islam di Indonesia

Terdapat makam-makam yang penempatannya di dataran tinggi, meski tokoh yang dikubur termasuk wali atau syaikh.

Beberapa contoh makam di dataran tinggi adalah:

  • makam Sunan Bonang di Tuban, Jawa Timur
  • makam Sunan Derajat di Lamongan, Jawa Timur
  • makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, Demak
  • makam Sunan Kudus di Kudus
  • makam Maulana Malik Ibrahim dan makam Leran di Gresik, Jawa Timur
  • makam Datuk Ri Bkalianng di Takalar, Sulawesi Selatan
  • makam Syaikh Burhanuddin di Pariaman
  • makam Syaikh Kuala atau Nuruddin ar Raniri di Aceh

Baca juga: Wali Songo: Penyebar Islam di Tanah Jawa

Makam-makam di tempat-tempat tinggi atau bukit menunjukkan akulturasi dengan tradisi yang percaya pada ruh-ruh nenek moyang yang sebelumnya sudah dikenal dalam pengejawantahan pendirian punden-punden berundak Megalitik.

Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa kebudayaan Indonesia masa Hindu-Budha yang diwujudkan dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi.

Contoh Candi Dieng di Wonosobo, Candi Gedongsongo di Semarang, Candi Borobudur di Magelang, kompleks Candi Prambanan di Klaten, Candi Ceto dan Candi Sukuh di Karanganyar, kompleks Candi Gunung Penanggungan di Jawa Timur.

Contoh makam Islam berupa bangunan berbentuk gunungan dengan unsur meru adalah makam Sultan Iskandar Tsani di Aceh.

Setelah kebudayan Hindu- Budha mengalami keruntuhan dan tidak lagi ada pendirian bangunan percandian. Meski unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan pada masa tumbuh dan berkembangnya Islam di Indonesia melalui proses akulturasi.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Makam-makam yang berlokasi di atas bukit, paling atas dan dianggap paling dihormati, contoh Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) di Gunung Sembung dan makam Sultan Agung Hanyokrokusumo di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta.

Makam walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga dalam bangunan yang sudah diperbarui.

Cungkup-cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati.

Ada juga cungkup yang sudah diperbaiki tetapi masih menunjukkan kekunoannya seperti cungkup makam sultan-sultan Demak, Banten dan Ratu Kalinyamat Jepara.

Baca juga: Samudera Pasai, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Tradisi pemakaman

Selain bangunan makam, ada tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Beberapa tradisi pemakaman bukan ajaran Islam yang menunjukkan akulturasi adalah:

  • Jenazah dimasukkan ke dalam peti. Pada zaman kuno ada peti batu, kubur batu dan lainnya.
  • Taburan bunga di atas makam.
  • Selamatan pada hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan 1000 hari setelah kematian.
  • Saji-sajian dan selamatan adalah pengaruh unsur kebudayaan pra-Islam, tetapi doa secara Islam.
  • Memperkuat kuburan dengan bangunan dan batu setelah 1000 hari kematian yang disebut kijing atau jirat dan mengganti nisan dengan nisan batu.
  • Mendirikan semcam rumah yang disebut cungkup di atas jirat.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.