Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?
Ada pesan kemanusiaan yang disampaikan Prof. Dr. Teuku Jacob, M.S.,M.D., dalam pidato Dies Natalis ke-50 UGM pada 1999. Foto: istimewa

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?


KAGAMA.CO, BULAKSUMUR – Keahlian dalam bidang antropologi ragawi dipilih Prof. Dr. Teuku Jacob, M.S.,M.D., dengan alasan cukup sederhana.

Dia mengaku tidak tahan bau mayat.

Demikian seperti yang dikatakan Pak Jacob dalam Berita KAGAMA edisi Februari 2001.

Dia mengenang waktu yang dihabiskan dalam tempo 1949-1956 itu.

Namun, spesialisasi ilmu yang dia tentukan kala berkuliah di FK (sekarang FK-KMK) UGM itu berbuah hasil yang tak dinyana.

Pak Jacob memang tersohor berkat temuan fosil Homo Erectus di Sangiran, Sragen, serta Homo Floresiensis di Liang Bua, Pulau Flores.

Namun bukan tulang-belulang manusia saja yang dia dapatkan.

Baca juga: Kebetulan yang Membuat Rektor Ketujuh UGM Jadi Antropolog Terkenal di Dunia

Ada hikmah kemanusiaan yang diambil Pak Jacob di setiap perjalanannya ke berbagai belahan negara.

Dekan FK UGM 1975-1979 ini berbagi ilmu kemanusiaan kala menyampaikan pidato berjudul “Waktu, Manusia, dan Perubahan” dalam Dies Natalis ke-50 UGM, Desember 1999.

Menurutnya, banyak orang yang mati sia-sia.

Hal itu adalah gara-gara ulah manusia yang menimbulkan penderitaan.

Di mata Pak Jacob, alih-alih memelihara perdamaian, kerusakan tatanan dunia justru tercipta dari orang yang memilih jalan perang.

 “Sebelum Saya juga mati, Saya berusaha memberikan sumbangan yang terkait dengan usaha-usaha perdamaian,” ucap Pak Jacob, penuh harap.

Saat menyoroti Indonesia, ayah satu orang putri ini mengatakan bahwa etika dan moral nasional sudah runtuh dengan kepribadian yang kacau balau.

Baca juga: Jawaban untuk Mengatasi Gangguang Kesehatan Mental di DIY

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?



Page 2

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?


Baca juga: Indonesia Partner Luar Negeri Paling Penting bagi Xiaomi

Jadi, angka 9 menunjukkan penderitaan tertinggi yang dirasakan oleh seseorang tiap harinya.

Lebih lanjut, dia menyatakan, penderitaan suatu kelompok atau bangsa dalam suatu kurun atau 1 tahun bisa mencapai megadukhha (satu juta D) hingga gigadukkha (satu triliun D).

Untuk persoalan ini, Pak Jacob menilai penderitaan sampai bermegadukkha dapat menimbulkan pembalasan dendam.

Parahnya, pembalasan tidak terarah ke sasaran penyebab alias dapat keluar proporsi.

Dia menyebut, dalam masyarakat yang sudah mengenal peradaban, penderitaan yang diterima oleh seseorang dan suatu etnik tak akan luput dari hukuman pembalasan.

Seorang diktator, tiran, atau otokrat dapat menimbulkan dukkha luar biasa kepada suatu populasi.

Baca juga: Mengapa Bangga Menjadi Bagian dari Kagama?

Namun, Pak Jacob optimistis bahwa kondisi tersebut tidaklah permanen.

“Tetapi untunglah tak pernah ada diktator yang bertahan lebih dari 40 tahun,” kata Pak Jacob.

“Meskipun dalam masa (kepemimpinannya) itu ia sanggup mengadakan pembantaian massal, penciptaan gulag (penjara pada masa Uni Soviet), program penyimpangan harta negara dari kesejahteraan rakyat, pemberangusan kebebasan berpendapat, serta penyiksaan dan perampasan kemerdekaan jiwa raga,” ujarnya memungkasi.

Pak Jacob, yang pernah jadi Wakil Ketua Kagama periode 1981-1985, meninggal dunia pada 17 Oktober 2007 pukul 17.45 WIB di Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta, dalam usia 77 tahun.

Anggota MPR RI (1982-1987) ini meninggal dunia akibat komplikasi penyakit lever. (Tsalis)

Baca juga: Anak Cacat Lahir Bukan Hukuman dari Tuhan

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?



Page 3

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?


Baca juga: Kebijaksanaan Tak Menjamin Seseorang Bebas dari Korupsi

Meski demikian, Pak Jacob percaya ada celah untuk menyelamatkanya.

“Mungkin bisa diperbaiki lewat pendidikan, meskipun tentu membutuhkan waktu lama,” tuturnya dengan yakin.

Hak-hak Manusia: dukkha dan sukha

Penghormatan terhadap hak-hak manusia penting dilakukan dalam mereduksi dukkha (derita) yang ditimbulkan pihak lain.

Perwujudannya adalah evolusi mental dan ahimsa (nirkekerasan).

Namun, Pak Jacob menggarisbawahi, kesuksesan evolusi mental dan ahimsa tergantung pada pendidikan dan pencerdasan.

Dia menilai, UGM memiliki peran pokok dalam mendidik bangsa; pencerdasan bangsa secara utuh.

 “Pada bagian awal pendidikan, mahasiswa harus dipersiapkan menjadi manusia yang otonom (mandiri), berpendirian, dapat menimbang dan memutuskan sendiri, dan bertanggung jawab,” ucap Pak Jacob, menyaranan.

Baca juga: Mendidik Anak Down Syndrome Agar Mandiri

Selain itu, menurutnya, sifat lain yang mesti dibentuk pada masa-masa mahasiswa adalah mampu memilih yang baik, benar, dan bagus, tak mudah tergoda oleh yang tak relevan, kreatif, dan menjadi intelektual yang berani dan jujur.

Ada alasan tersendiri mengapa Rektor UGM periode 1981-1986 ini memiliki harapan yang tinggi terhadap pendidikan.

Pasalnya, dia prihatin dengan kemampuan manusia yang dapat menimbulkan penderitaan kepada sesamanya.

Menurut Pak Jacob, tiap-tiap manusia memiliki kapasitas untuk menimpakan kekerasan yang mengakibatkan penderitaan pada orang lain.

“Dengan berkembangnya otak serta kebebasan dan keterampilan tangan, berbagai macam cara telah dipergunakan untuk pemenderitaan pihak lain,” tutur Pak Jacob.

Balas Dendam

Pak Jacob bertutur, derita (dukkha) dapat dihitung dengan satuan D.

Nilai D berkisar antara 0 (tidak terasa) dan 10 (mati).

Baca juga: Kembangkan Aspek Emosi Anak Usia Dini, Guru Perlu Berikan Stimulasi

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?


Terungkapnya berbagai jenis manusia purba di Indonesia tak lepas dari usaha para ahli dan peneliti yang melakukan penggalian fosil dan benda-benda peninggalan manusia purba di Indonesia.

Meskipun jenis manusia purba yang ditemukan cukup banyak, hal itu belum dapat dijadikan patokan pasti mengenai keseluruhan kehidupan dan keberadaan manusia purba di Indonesia. Sejauh ini para ahli dan peneliti hanya bisa membuat penafsiran dan perkiraan mengenai kehidupan manusia purba di Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa ahli yang meneliti keberadaan manusia purba di Indonesia :

Eugene Dubois

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?
Eugene Dubois

Eugene Dubois adalah peneliti manusia purba yang berasal dari negeri Tulip atau Belanda yang pertama kali datang ke Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia (pada saat itu Hindia Belanda) adalah untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang manusia purba di Indonesia. Hal itu dia lakukan setelah menerima kiriman tengkorak manusia purba dari seorang teman bernama B.D Van Reitschotten pada tahun 1889.

B.D Van Reitschotten menemukan tengkorak manusia purba tersebut di lereng pegunungan karst di barat laut Campurdarat, dekat Tulungagung, Jawa Timur saat sedang melakukan pengalian batu marmer. Selanjutnya pada tahun 1890 di dekat Desa Trinil, Jawa Timur. Eugene Dubois berhasil menemukan sebuah tengkorak manusia purba yang kemudian diberi nama Pithecanthropus Erectus. Untuk usia dari fosil ini diperkirakan sekitar 1 juta tahun.

Ter Haar,Oppenoorth, dan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?
G.H.R. Von Koenigswald via wikipedia.org

Ketiga peneliti itu melakukan penelitian di daerah Ngandong, Kabupaten Blora. Dari penelitian ketiganya ditemukan empat belas fosil manusia purba. Fosil-fosil tersebut kemudian diberi nama Homo Soloensis karena fosil-fosil tersebut ditemukan di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Pun begitu, nama salah satu peneliti diatas yaitu Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald lebih populer dikenal sebagai penemu fosil manusia purba Meganthropus Paleojavanicus.

Tjokro Handoyo atau Andoyo

Kedua peneliti ini melakukan penelitian di daerah Mojokerto dan Surakarta. Pada perkembangannya, usaha penggalian mereka berhasil menemukan dua fosil manusia purba. Tjokrohandojo bekerja di bawah pimpinan Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald telah berhasil menemukan sebuah fosil tengkorak anak-anak yang terdapat di lapisan pleistosen bawah di Perning di sebelah utara Mojokerto. Makhluk itu kemudian dinamakan Pithecanthropus Mojokertensis. Penemuan tersebut terhitung sangat penting karena berada di lapisan tanah yang berusia kurang lebih dua juta tahun.

Penelitian meluas sampai didaerah Ngandong dekat Blora, Sangiran dekat Solo, dan Punung di Pacitan. Pada penelitian tersebut, untuk pertama kalinya ditemukan kapak-kapak batu di daerah Punung. Namun sangat disayangkan, pada perkembangannya penelitian ini terhenti karena kedatangan tentara Jepang di Indonesia.

Prof. Dr. Teuku Jacob

Jelaskan siapakah Profesor Dr Teuku Jacob dan peranannya dalam penelitian manusia purba di Indonesia?
Prof. Dr. Teuku Jacob

Prof. Dr. Teuku Jacob merupakan peneliti manusia purba pertama setelah masa kemerdekaan Indonesia.Untuk lokasi penelitiannya, berada di daerah Sangiran dan meluas sepanjang aliran sungai Bengawan Solo. Dari penelitian tersebut, beliau berhasil menemukan 13 fosil dan fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di Desa Sambung Macan, Sragen.

Melalui penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut berhasil diketahui keberadaan dan perkiraan cara mereka hidup.Untuk selanjutnya, penemuan dan hasil penelitian tersebut bisa dijadikan referensi penggalian di masa mendatang dan untuk memperkirakan bagaimana kehidupan manusia purba di Indonesia.