Jelaskan sifat bahan kegunaan dan pengaruh terhadap kesehatan

Sadar atau tidak, hampir setiap hari kita menggunakan banyak bahan kimia, seperti produk pembersih kamar mandi, sabun deterjen, dan disinfektan. Walau bermanfaat, bahan-bahan kimia tersebut juga bisa membahayakan kesehatan dan menimbulkan beragam penyakit, lho.

Meski sering kali dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, menyimpan dan menggunakan produk berbahan kimia tidak boleh sembarangan. Hal ini karena sebagian bahan kimia yang kerap digunakan di rumah kita memiliki potensi untuk menyebabkan keracunan yang bahkan bisa berakibat fatal.

Jelaskan sifat bahan kegunaan dan pengaruh terhadap kesehatan

Ini 5 Bahan Kimia Sehari-Hari yang Bisa Berbahaya

Lantas, bahan kimia sehari-hari apa saja yang bisa menimbulkan bahaya? Berikut adalah daftar bahan-bahan kimia tersebut beserta penjelasannya:

1. Karbon monoksida

Memanaskan mobil, membakar sampah, atau memasak di dapur merupakan kegiatan yang lazim untuk dilakukan sehari-hari bagi kebanyakan orang. Nah, hati-hati! Asap-asap yang hadir karena kegiatan ini mengandung karbon monoksida, lho.

Karbon monoksida atau CO adalah gas beracun yang tidak berbau dan tak berwarna. Tanpa kita sadari, gas ini bisa menimbulkan keracunan dan gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, pusing, sakit perut, muntah, nyeri dada, dan kebingungan, jika terhirup.

Bahkan, orang yang terlalu banyak menghirup gas CO juga bisa pingsan dan meninggal. Selain itu, bayi, lansia, dan orang dengan penyakit anemia, jantung kronis, serta gangguan pernapasan berisiko sangat tinggi mengalami keracunan bila menghirup gas karbon monoksida.

Agar terhindar dari dampak negatif akibat menghirup karbon monoksida, kamu dianjurkan untuk tidak memanaskan mobil di garasi yang tertutup dan langsung terhubung dengan rumah, membuang sampah dengan benar dan tidak membakarnya, memasang alat penghisap asap di dapur, serta memastikan sirkulasi udara di rumah baik.

2. Amonia

Sama seperti karbon monoksida, amonia juga tidak berwarna, tetapi gas ini menimbulkan bau yang sangat tajam. Gas ini banyak ditemukan sebagai uap dari produk pembersih rumah tangga, pewarna rambut, atau cat rumah.

Produk pembersih dengan kadar amonia yang tinggi bisa menimbulkan efek samping, seperti iritasi dan sensasi terbakar pada kulit ataupun mata. Jika tertelan atau terhirup, amonia juga bisa mengiritasi mulut, hidung, tenggorokan, lambung, dan paru-paru.

Paparan amonia konsentrasi tinggi dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang parah, bahkan hingga menyebabkan kematian. Nah, untuk mencegah efek samping tersebut, kamu dianjurkan untuk selalu menggunakan pelindung, seperti sarung tangan, kacamata, dan masker, ketika akan menggunakan produk yang mengandung amonia.

3. Klorin

Mulanya klorin hanya ditemukan pada produk kimia yang digunakan membunuh kuman di kolam atau pada pestisida tanaman. Namun, kini klorin kerap kali digunakan sebagai produk pembersih atau disinfektan, apalagi sejak virus Corona merebak.

Menghirup klorin bisa merusak sistem pernapasan dan menyebabkan kamu sulit bernapas. Bila terkena kulit, klorin bisa menyebabkan kulit teriritasi, kemerahan, terbakar, atau melepuh. Sementara bila tertelan, bahan kimia ini bisa menimbulkan sensasi terbakar di mulut, sakit perut, muntah, sakit tenggorokan, dan buang air besar berdarah.

Sebagai penanganan awal bila kulitmu tersiram klorin, segera cuci area yang terkena dengan sabun dan air. Bila klorin masuk ke mata, segera bersihkan mata dengan air mengalir setidaknya selama 15 menit. Namun jika klorin tertelan, segera ke IGD untuk mendapatkan penanganan medis.

4. Asam klorida

Walau berwarna bening dan cair, asam klorida (HCl) sangat beracun. Bahan kimia jenis ini mampu menyebabkan kerusakan yang parah pada jaringan tubuh. Asam klorida kerap ditemukan pada produk pupuk, pembersih porselen, pembersih kamar mandi, dan bahan kimia untuk kolam.

Bila terkena kulit, HCl bisa membuat kulit melepuh, terbakar, dan nyeri. Jika tidak sengaja tertelan, bahan kimia ini bisa menyebabkan nyeri seperti terbakar yang parah, sakit perut hebat, muntah darah, dan nyeri dada.

Sementara jika terhirup, asam klorida bisa menyebabkan kerusakan pada paru-paru yang membuat pengambilan oksigen terganggu. Hal ini menyebabkan kebiruan pada bibir dan kuku, dada terasa sesak, tersedak, batuk darah, pusing, serta pingsan.

Bila terkena percikan asam klorida pada mata atau kulit, kamu dianjurkan untuk membilas bagian yang terkena dengan air selama 15 menit. Jika tertelan, kamu sangat dianjurkan untuk segera minum air atau susu. Jangan coba untuk memuntahkannya.

Sedangkan bila menghirup bahan kimia beracun ini, segera pindah ke tempat terbuka dan hirup udara segar. Setelah itu, segera ke rumah sakit terdekat untuk melakukan pemeriksaan.

5. Asam sulfat

Asam sulfat kerap ditemukan pada aki mobil, sebagian produk deterjen, pupuk, dan pembersih kamar mandi. Bila bercampur dengan air, asam sulfat bisa bereaksi dan menghasilkan panas. Bahan kimia ini juga bersifat merusak, layaknya asam klorida.

Asam sulfat akan menimbulkan iritasi yang parah jika terkena jaringan tubuh. Jika tertelan, bahan kimia ini bisa membakar mulut dan tenggorokan, merusak lambung, dan bahkan menimbulkan kematian. Sedangkan bila masuk ke mata, asam sulfat bisa menyebabkan kebutaan.

Itulah 5 bahan kimia sehari-hari yang bisa membahayakan dirimu dan keluarga. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyimpan produk yang mengandung bahan-bahan kimia tersebut dengan aman, terlebih dari jangkauan anak-anak. Bila perlu, berikan tanda bahaya pada kemasannya agar semua anggota keluarga bisa waspada.

Bila bahan-bahan kimia tersebut tidak sengaja terhirup, tertelan, atau mengenai kulit, segera lakukan pertolongan pertama dan konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Jelaskan sifat bahan kegunaan dan pengaruh terhadap kesehatan
 ORANG-orang yang bijaksana sering mengatakan bahwa "kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih bermakna. Untuk mewujudkannya antara lain dapat kita lakukan melalui pengaturan makanan.

DALAM kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function).

Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen.

Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier (tertiary function). Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan kalsium, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.

 Apa itu pangan fungsional?

Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu.

Kenyataan tersebut menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh (yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia.

Kepopuleran tersebut ditunjang oleh suatu keyakinan bahwa di dalam pangan fungsional terkandung gizi-gizi dan zat-zat non gizi yang sangat penting khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Saat ini, di Indonesia telah banyak dijumpai produk pangan fungsional, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor.

Sejak tahun 1984, Pemerintah Jepang telah menyusun suatu alternatif pengembangan pangan fungsional dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, agar dapat melindungi tubuh dari penyakit, khususnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, osteoporosis, dan kanker. Diharapkan dengan pengembangan pangan fungsional dapat meningkatkan derajat kesehatan serta menekan biaya medis bagi masyarakat Jepang.

Sampai saat ini belum ada definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal. The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.

Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) serat pangan (deitary fiber), (2) Oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protei tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu.

Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit.

Persyaratan pangan fungsional

Jepang merupakan negara yang paling tegas dalam memberi batasan mengenai pangan fungsional, paling maju dalam perkembangan industrinya. Para ilmuwan Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu:

1.sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang enak),

  1. nutritional (bernilai gizi tinggi), dan
  2. physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).

Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah:

  1. pencegahan dari timbulnya penyakit,
  2. meningkatnya daya tahan tubuh,
  3. regulasi kondisi ritme fisik tubuh,
  4. memperlambat proses penuaan, dan
  5. menyehatkan kembali (recovery).

Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami, (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan.

Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi.

Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata bertumpu kepada komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan (akibat reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroorganisme).

Contoh-contoh komponen aktif yang terdapat secara alami dalam bahan pangan adalah:

  1. nerodiol dan linalool pada teh hijau yang berperan untuk mencegah karies gigi dan mencegah kanker;
  2. komponen sulfur pada bawang-bawangan yang berfungsi untuk mencegah agregasi platelet dan menurunkan kadar kolesterol;
  3. kurkumin pada rimpang kunyit dan l-tumeron pada rimpang temulawak yang berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit;
  4. daidzein dan genestein pada tempe yang berperan untuk menurunkan kolesterol dan mencegah kanker;
  5. serat pangan (dietary fiber) dari berbagai sayuran, buah-buahan, serealia, dan kacang-kacangan yang berperan untuk pencegahan timbulnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan proses pencernaan; serta
  6. berbagai komponen volatil yang terdapat pada bunga melati (jasmin), chrysant dan chamomile yang aromanya sering digunakan sebagai aromaterapi.

Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah:

  1. vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
  2. asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
  3. kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
  4. asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syarat;
  5. zat besi untuk mencegah anemia gizi;
  6. iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);
  7. oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan usus (bifido bacteria).

Contoh komponen aktif yang keberadaannya dalam bahan pangan akibat proses pengolahan adalah zat-zat tertentu pada produk fermentasi susu (yoghurt, yakult, kefir), fermentasi kedelai, dan lain-lain.

Pangan tradisional yang fungsional

Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Walaupun konsep pangan fungsional baru populer beberapa tahun belakangan ini, tetapi sesungguhnya banyak jenis makanan tradisional yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pangan fungsional.

Contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape, jamu, dan lain-lain. Contoh makanan tradisional mancanegara yang dapat dikategorikan sebagai makanan fungsional adalah: yoghurt, kefir, koumiss, dan lain-lain.

Beberapa contoh pangan fungsional modern adalah:

  1. pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida;
  2. breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan;
  3. mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral;
  4. permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida;
  5. pasta yang diperkaya dietary fiber;
  6. sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur;
  7. minuman yang mengandung suplemen dietary fiber, mineral dan vitamin;
  8. cola rendah kalori dan cola tanpa kafein;
  9. sport drink yang diperkaya protein;
  10. minuman isotonic dengan keseimbangan mineral;
  11. minuman untuk pencernaan;
  12. minuman pemulih energi secara kilat;
  13. teh yang diperkaya dengan kalsium, dan lain-lain.

Silakan dikonsumsi

Sesuai dengan definisinya bahwa pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, maka melibatkan pangan fungsional dalam menu sehari-hari adalah tindakan yang sangat baik dan tepat dari segi gizi. Konsumsi pangan fungsional dapat dilakukan oleh semua kelompok umur (kecuali bayi). Diversifikasi konsumsi pangan fungsional perlu diperkenalkan sedini mungkin sejak masa kanak-kanak, agar setelah dewasa memperoleh manfaat dan khasiat yang optimal, yaitu sehat dan bugar, produktif, mandiri, serta berumur panjang.

Di masa mendatang kehadiran pangan fungsional atau yang diklaim sebagai pangan fungsional akan semakin semarak di Tanah Air kita ini. Sebagai konsumen yang bijak dan sadar akan pentingnya gizi bagi kesehatan, maka selayaknya kita memperhitungkan betul manfaat dari setiap rupiah yang kita keluarkan untuk membeli bahan makanan tersebut.

Kita harus terhindar dari perbuatan membeli makanan yang semata-mata didasari atas pertimbangan selera dan prestise, tetapi tidak berarti bagi pencapaian tingkat kesehatan yang optimal. Membaca label merupakan tindakan yang harus kita lakukan sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk.

Adapun keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah: nama pangan, berat/isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, waktu kedaluwarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan penyimpanan.


Page 2

Jelaskan sifat bahan kegunaan dan pengaruh terhadap kesehatan
 ORANG-orang yang bijaksana sering mengatakan bahwa "kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih bermakna. Untuk mewujudkannya antara lain dapat kita lakukan melalui pengaturan makanan.

DALAM kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function).

Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen.

Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier (tertiary function). Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan kalsium, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.

 Apa itu pangan fungsional?

Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu.

Kenyataan tersebut menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh (yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia.

Kepopuleran tersebut ditunjang oleh suatu keyakinan bahwa di dalam pangan fungsional terkandung gizi-gizi dan zat-zat non gizi yang sangat penting khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Saat ini, di Indonesia telah banyak dijumpai produk pangan fungsional, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor.

Sejak tahun 1984, Pemerintah Jepang telah menyusun suatu alternatif pengembangan pangan fungsional dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, agar dapat melindungi tubuh dari penyakit, khususnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, osteoporosis, dan kanker. Diharapkan dengan pengembangan pangan fungsional dapat meningkatkan derajat kesehatan serta menekan biaya medis bagi masyarakat Jepang.

Sampai saat ini belum ada definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal. The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.

Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) serat pangan (deitary fiber), (2) Oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protei tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu.

Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit.

Persyaratan pangan fungsional

Jepang merupakan negara yang paling tegas dalam memberi batasan mengenai pangan fungsional, paling maju dalam perkembangan industrinya. Para ilmuwan Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu:

1.sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang enak),

  1. nutritional (bernilai gizi tinggi), dan
  2. physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).

Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah:

  1. pencegahan dari timbulnya penyakit,
  2. meningkatnya daya tahan tubuh,
  3. regulasi kondisi ritme fisik tubuh,
  4. memperlambat proses penuaan, dan
  5. menyehatkan kembali (recovery).

Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami, (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan.

Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi.

Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata bertumpu kepada komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan (akibat reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroorganisme).

Contoh-contoh komponen aktif yang terdapat secara alami dalam bahan pangan adalah:

  1. nerodiol dan linalool pada teh hijau yang berperan untuk mencegah karies gigi dan mencegah kanker;
  2. komponen sulfur pada bawang-bawangan yang berfungsi untuk mencegah agregasi platelet dan menurunkan kadar kolesterol;
  3. kurkumin pada rimpang kunyit dan l-tumeron pada rimpang temulawak yang berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit;
  4. daidzein dan genestein pada tempe yang berperan untuk menurunkan kolesterol dan mencegah kanker;
  5. serat pangan (dietary fiber) dari berbagai sayuran, buah-buahan, serealia, dan kacang-kacangan yang berperan untuk pencegahan timbulnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan proses pencernaan; serta
  6. berbagai komponen volatil yang terdapat pada bunga melati (jasmin), chrysant dan chamomile yang aromanya sering digunakan sebagai aromaterapi.

Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah:

  1. vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
  2. asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
  3. kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
  4. asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syarat;
  5. zat besi untuk mencegah anemia gizi;
  6. iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);
  7. oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan usus (bifido bacteria).

Contoh komponen aktif yang keberadaannya dalam bahan pangan akibat proses pengolahan adalah zat-zat tertentu pada produk fermentasi susu (yoghurt, yakult, kefir), fermentasi kedelai, dan lain-lain.

Pangan tradisional yang fungsional

Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Walaupun konsep pangan fungsional baru populer beberapa tahun belakangan ini, tetapi sesungguhnya banyak jenis makanan tradisional yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pangan fungsional.

Contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape, jamu, dan lain-lain. Contoh makanan tradisional mancanegara yang dapat dikategorikan sebagai makanan fungsional adalah: yoghurt, kefir, koumiss, dan lain-lain.

Beberapa contoh pangan fungsional modern adalah:

  1. pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida;
  2. breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan;
  3. mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral;
  4. permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida;
  5. pasta yang diperkaya dietary fiber;
  6. sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur;
  7. minuman yang mengandung suplemen dietary fiber, mineral dan vitamin;
  8. cola rendah kalori dan cola tanpa kafein;
  9. sport drink yang diperkaya protein;
  10. minuman isotonic dengan keseimbangan mineral;
  11. minuman untuk pencernaan;
  12. minuman pemulih energi secara kilat;
  13. teh yang diperkaya dengan kalsium, dan lain-lain.

Silakan dikonsumsi

Sesuai dengan definisinya bahwa pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, maka melibatkan pangan fungsional dalam menu sehari-hari adalah tindakan yang sangat baik dan tepat dari segi gizi. Konsumsi pangan fungsional dapat dilakukan oleh semua kelompok umur (kecuali bayi). Diversifikasi konsumsi pangan fungsional perlu diperkenalkan sedini mungkin sejak masa kanak-kanak, agar setelah dewasa memperoleh manfaat dan khasiat yang optimal, yaitu sehat dan bugar, produktif, mandiri, serta berumur panjang.

Di masa mendatang kehadiran pangan fungsional atau yang diklaim sebagai pangan fungsional akan semakin semarak di Tanah Air kita ini. Sebagai konsumen yang bijak dan sadar akan pentingnya gizi bagi kesehatan, maka selayaknya kita memperhitungkan betul manfaat dari setiap rupiah yang kita keluarkan untuk membeli bahan makanan tersebut.

Kita harus terhindar dari perbuatan membeli makanan yang semata-mata didasari atas pertimbangan selera dan prestise, tetapi tidak berarti bagi pencapaian tingkat kesehatan yang optimal. Membaca label merupakan tindakan yang harus kita lakukan sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk.

Adapun keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah: nama pangan, berat/isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, waktu kedaluwarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan penyimpanan.


Page 3

Jelaskan sifat bahan kegunaan dan pengaruh terhadap kesehatan
 ORANG-orang yang bijaksana sering mengatakan bahwa "kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini". Sehat dan bugar adalah dua kunci yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang agar hidup ini menjadi lebih bermakna. Untuk mewujudkannya antara lain dapat kita lakukan melalui pengaturan makanan.

DALAM kehidupan modern ini, filosofi makan telah mengalami pergeseran, di mana makan bukanlah sekadar untuk kenyang, tetapi yang lebih utama adalah untuk mencapai tingkat kesehatan dan kebugaran yang optimal. Fungsi pangan yang utama bagi manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan zat-zat gizi tubuh, sesuai dengan jenis kelamin, usia, aktivitas fisik, dan bobot tubuh. Fungsi pangan yang demikian dikenal dengan istilah fungsi primer (primary function).

Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh masyarakat konsumen.

Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga kian bergeser. Bahan pangan yang kini mulai banyak diminati konsumen bukan saja yang mempunyai komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh. Fungsi yang demikian dikenal sebagai fungsi tertier (tertiary function). Saat ini banyak dipopulerkan bahan pangan yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di dalam tubuh, misalnya untuk menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar kolesterol, menurunkan kadar gula darah, meningkatkan penyerapan kalsium, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat kemakmuran dan kesadaran seseorang terhadap kesehatan, maka tuntutan terhadap ketiga fungsi bahan pangan tersebut akan semakin tinggi pula.

 Apa itu pangan fungsional?

Dasar pertimbangan konsumen di negara-negara maju dalam memilih bahan pangan, bukan hanya bertumpu pada kandungan gizi dan kelezatannya, tetapi juga pengaruhnya terhadap kesehatan tubuhnya (Goldberg, 1994). Saat ini pangan telah diandalkan sebagai pemelihara kesehatan dan kebugaran tubuh. Bahkan bila dimungkinkan, pangan harus dapat menyembuhkan atau menghilangkan efek negatif dari penyakit tertentu.

Kenyataan tersebut menuntut suatu bahan pangan tidak lagi sekadar memenuhi kebutuhan dasar tubuh (yaitu bergizi dan lezat), tetapi juga dapat bersifat fungsional. Dari sinilah lahir konsep pangan fungsional (fungtional foods), yang akhir-akhir ini sangat populer di kalangan masyarakat dunia.

Kepopuleran tersebut ditunjang oleh suatu keyakinan bahwa di dalam pangan fungsional terkandung gizi-gizi dan zat-zat non gizi yang sangat penting khasiatnya untuk kesehatan dan kebugaran tubuh. Fenomena pangan fungsional telah melahirkan paradigma baru bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan, yaitu dilakukannya berbagai modifikasi produk olahan pangan menuju sifat fungsional. Saat ini, di Indonesia telah banyak dijumpai produk pangan fungsional, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun impor.

Sejak tahun 1984, Pemerintah Jepang telah menyusun suatu alternatif pengembangan pangan fungsional dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi-fungsi fisiologis, agar dapat melindungi tubuh dari penyakit, khususnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, hipertensi, diabetes, osteoporosis, dan kanker. Diharapkan dengan pengembangan pangan fungsional dapat meningkatkan derajat kesehatan serta menekan biaya medis bagi masyarakat Jepang.

Sampai saat ini belum ada definisi pangan fungsional yang disepakati secara universal. The International Food Information (IFIC) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang memberikan manfaat kesehatan di luar zat-zat dasar. Menurut konsensus pada The First International Conference on East-West Perspective on Functional Foods tahun 1996, pangan fungsional adalah pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, di luar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.

Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya.

Golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan yang bersangkutan, yaitu: (1) serat pangan (deitary fiber), (2) Oligosakarida, (3) gula alkohol (polyol), (4) asam lemak tidak jenuh jamak (polyunsaturated fatty acids = PUFA), (5) peptida dan protei tertentu, (6) glikosida dan isoprenoid, (7) polifenol dan isoflavon, (8) kolin dan lesitin, (9) bakteri asam laktat, (10) phytosterol, dan (11) vitamin dan mineral tertentu.

Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan POM, 2001). Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan dan obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Kalau obat fungsinya terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional hanya bersifat membantu pencegahan suatu penyakit.

Persyaratan pangan fungsional

Jepang merupakan negara yang paling tegas dalam memberi batasan mengenai pangan fungsional, paling maju dalam perkembangan industrinya. Para ilmuwan Jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional, yaitu:

1.sensory (warna dan penampilannya yang menarik dan cita rasanya yang enak),

  1. nutritional (bernilai gizi tinggi), dan
  2. physiological (memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).

Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan dari pangan fungsional antara lain adalah:

  1. pencegahan dari timbulnya penyakit,
  2. meningkatnya daya tahan tubuh,
  3. regulasi kondisi ritme fisik tubuh,
  4. memperlambat proses penuaan, dan
  5. menyehatkan kembali (recovery).

Menurut para ilmuwan Jepang, beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan (ingredien) alami, (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari, (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti: memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit tertentu, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan.

Dari konsep yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan, jelaslah bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi.

Peranan dari makanan fungsional bagi tubuh semata-mata bertumpu kepada komponen gizi dan non gizi yang terkandung di dalamnya. Komponen-komponen tersebut umumnya berupa komponen aktif yang keberadaannya dalam makanan bisa terjadi secara alami, akibat penambahan dari luar, atau karena proses pengolahan (akibat reaksi-reaksi kimia tertentu atau aktivitas mikroorganisme).

Contoh-contoh komponen aktif yang terdapat secara alami dalam bahan pangan adalah:

  1. nerodiol dan linalool pada teh hijau yang berperan untuk mencegah karies gigi dan mencegah kanker;
  2. komponen sulfur pada bawang-bawangan yang berfungsi untuk mencegah agregasi platelet dan menurunkan kadar kolesterol;
  3. kurkumin pada rimpang kunyit dan l-tumeron pada rimpang temulawak yang berkhasiat untuk pengobatan berbagai penyakit;
  4. daidzein dan genestein pada tempe yang berperan untuk menurunkan kolesterol dan mencegah kanker;
  5. serat pangan (dietary fiber) dari berbagai sayuran, buah-buahan, serealia, dan kacang-kacangan yang berperan untuk pencegahan timbulnya berbagai penyakit yang berkaitan dengan proses pencernaan; serta
  6. berbagai komponen volatil yang terdapat pada bunga melati (jasmin), chrysant dan chamomile yang aromanya sering digunakan sebagai aromaterapi.

Contoh komponen zat gizi yang sering ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah:

  1. vitamin A, vitamin E, beta-karoten, flavonoid, selenium, dan seng (zinc) yang telah diketahui peranannya sebagai antioksidan untuk mengatasi serangan radikal bebas yang menjurus kepada timbulnya berbagai penyakit kanker;
  2. asam lemak omega-3 dari minyak ikan laut untuk menurunkan kolesterol dan meningkatkan kecerdasan otak, terutama pada bayi dan anak balita;
  3. kalsium untuk menjaga kesehatan tulang dan gigi, mencegah osteoporosis (kerapuhan tulang) dan tekanan darah tinggi;
  4. asam folat untuk mencegah anemia dan kerusakan syarat;
  5. zat besi untuk mencegah anemia gizi;
  6. iodium untuk mencegah gondok dan kretinisme (kekerdilan);
  7. oligosakarida untuk membantu pertumbuhan mikroflora yang dibutuhkan usus (bifido bacteria).

Contoh komponen aktif yang keberadaannya dalam bahan pangan akibat proses pengolahan adalah zat-zat tertentu pada produk fermentasi susu (yoghurt, yakult, kefir), fermentasi kedelai, dan lain-lain.

Pangan tradisional yang fungsional

Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Walaupun konsep pangan fungsional baru populer beberapa tahun belakangan ini, tetapi sesungguhnya banyak jenis makanan tradisional yang memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai pangan fungsional.

Contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional adalah: minuman beras kencur, temulawak, kunyit-asam, serbat, dadih (fermentasi susu khas Sumatera Barat), dali (fermentasi susu kerbau khas Sumatera Utara), sekoteng atau bandrek, tempe, tape, jamu, dan lain-lain. Contoh makanan tradisional mancanegara yang dapat dikategorikan sebagai makanan fungsional adalah: yoghurt, kefir, koumiss, dan lain-lain.

Beberapa contoh pangan fungsional modern adalah:

  1. pangan tanpa lemak, rendah kolesterol dan rendah trigliserida;
  2. breakfast cereals dan biskuit yang diperkaya serat pangan;
  3. mi instan yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral;
  4. permen yang mengandung zat besi, vitamin, dan fruktooligosakarida;
  5. pasta yang diperkaya dietary fiber;
  6. sosis yang diperkaya dengan oligosakarida, serat atau kalsium kulit telur;
  7. minuman yang mengandung suplemen dietary fiber, mineral dan vitamin;
  8. cola rendah kalori dan cola tanpa kafein;
  9. sport drink yang diperkaya protein;
  10. minuman isotonic dengan keseimbangan mineral;
  11. minuman untuk pencernaan;
  12. minuman pemulih energi secara kilat;
  13. teh yang diperkaya dengan kalsium, dan lain-lain.

Silakan dikonsumsi

Sesuai dengan definisinya bahwa pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, maka melibatkan pangan fungsional dalam menu sehari-hari adalah tindakan yang sangat baik dan tepat dari segi gizi. Konsumsi pangan fungsional dapat dilakukan oleh semua kelompok umur (kecuali bayi). Diversifikasi konsumsi pangan fungsional perlu diperkenalkan sedini mungkin sejak masa kanak-kanak, agar setelah dewasa memperoleh manfaat dan khasiat yang optimal, yaitu sehat dan bugar, produktif, mandiri, serta berumur panjang.

Di masa mendatang kehadiran pangan fungsional atau yang diklaim sebagai pangan fungsional akan semakin semarak di Tanah Air kita ini. Sebagai konsumen yang bijak dan sadar akan pentingnya gizi bagi kesehatan, maka selayaknya kita memperhitungkan betul manfaat dari setiap rupiah yang kita keluarkan untuk membeli bahan makanan tersebut.

Kita harus terhindar dari perbuatan membeli makanan yang semata-mata didasari atas pertimbangan selera dan prestise, tetapi tidak berarti bagi pencapaian tingkat kesehatan yang optimal. Membaca label merupakan tindakan yang harus kita lakukan sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk.

Adapun keterangan yang wajib dicantumkan pada label adalah: nama pangan, berat/isi bersih, nama dan alamat perusahaan, daftar bahan yang digunakan, nomor pendaftaran, waktu kedaluwarsa, kode produksi, informasi nilai gizi, keterangan tentang peruntukan (jika ada), cara penggunaan (jika ada), keterangan lain jika perlu diketahui (termasuk peringatan), dan penyimpanan.