Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan kelas, adalah salah satu penelitian aplikasi yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan pembelajaran guru di kelas. Kelas tentu saja tidak dipahami sebagai ruangan tertentu yang dibatasi dinding empat persegi, tetapi kelas dalam makna luas. Kelas dalam makna luas adalah interaksi yang saling menguntungkan antara guru (pengajar), peserta didik (pembelajar), dan materi subyek (bahan ajar). Jadi, dimana pun kegiatannya selama ada interaksi antara tiga kompenen, yaitu guru, peserta didik, dan bahan ajar, maka itulah kelas. Sehingga pembelajaran yang dilakukan oleh guru di taman, di sawah, di lapangan dalam bentuk study tour, field trip, dan lain-lain. Hal yang penting dipahami juga adalah penelitian tindakan kelas bukan satu-satunya jenis penelitian yang dapat dilakukan oleh guru. Ada beberapa jenis penelitian lain yang dapat dilakukan oleh guru seperti deskriptif dan eksperimen. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan apa yang sudah terjadi dan sedang terjadi, tujuannya adalah memperoleh fakta-fakta yang obyektif tentang sebuah kejadian atau gejala. Salah contoh penelitian deskriptif yang biasa dilakukan para guru adalah “Indeks Prestasi Siswa di SMAN A Berdasarkan Kondisi Sosial Ekonomi” . Penelitian eksperimen, biasa dilakukan guru untuk mencoba efektifitas suatu metode. Oleh karena itu ada manipulasi terhadap subyek penelitian/siswa, dengan mengkatagori subyek penelitian/siswa pada kelompok eksperimen dan control. Salah satu contoh penelitian eksperimen yang biasa dilakukan guru adalah “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri terhadap Hasil Belajar Siswa”. Penelitian deskriptif dan eksperimen ini biasanya diistilahkan dengan penelitian formal. Perbedaanya dengan penelitan formal adalah sebagai berikut: Tabel 1. Perbedaan Penelitian Formal dan Tindakan
Bagaimana melakukan PTK? Umumnya kita banyak mengadopsi langkah penelitian tindakan yang diajukan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc Taggart (1988) yang terdiri dari empat langkah yaitu: Plan (perencanaan), Action (pelaksanaan), observe (pengamatan), dan reflect (refleksi). Empat langkah itu dilakukan secara beberapa siklus, sampai indikator tindakan yang telah ditentukan tercapai. Gambaran model PTK ala Kemmis dan Taggart dapat dilihat pada Gambar 1.Mengapa penelitian tindakan ini sering disarankan bagi para guru? Jika dilihat pada tabel di atas, pada baris kegunaan hasil penelitian, kita melihat bahwa penelitian tindakan kelas bukan sekedar memuaskan rasa ingin tahu atau menambah wawasan teoritis, tetapi hasil penelitian tindakan kelas akan memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar di kelas. Ditambah lagi dalam analisis data pun tidak terlalu rumit dan tidak terlalu memerlukan statistika kuantitatif seperti penelitian eksperimen. Inilah sebabnya mengapa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sangat disarankan bagi para guru, karena dampak sangat baik bagi perbaikan praktek pembelajaran dan proses penelitian sangat mudah. Selain itu PTK tidak akan menganggu tugas utama guru yaitu mengajar. Ini semua karena penelitian dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, sehingga pengumpulan data dan pelaksanaan penelitian dapat dilakukan tanpa mengganggu tugas mengajarnya di kelas. Tetapi seperti jenis penelitian lainnya, PTK pun berdampak pada peningkatan profesionalisme guru. Karena PTK bersumber dari masalah yang ada dikelasnya, masalah yang bertolak dari tanggung jawab profesionalnya. Komitmen guru dalam pengentasannya, merupakan wujud tanggung jawab profesinya. Gambar 1. Model Penelitian Tindakan Kelas yang Banyak diadopsi di Indonesia Pada perencanaan (plan), kita melakukan proses identifikasi masalah dan penyebabnya, kemudian menentukan hipotesis tindakan, membuat RPP/skenario pembelajaran, mempersiapkan media pembelajaran yang mendukung, dan mempersiapkan cara merekam (instrumen penelitian) dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan. Pada pelaksanaan (action) guru melaksanakan RPP/skenario yang telah dibuatnya. Tetapi sebelum pelaksanaan harus dipastikan hal-hal berikut: Apa yang pertama kali dilakukan? Bagaimana organisasi kelas? Siapa yang perlu menjadi kolaborator saya? Siapa yang mengambil data? Pada saat pelaksanaan ini, guru benar-benar harus terlebih dahulu memahami masing-masing siswa jangan sampai ada yang menjadi obyek tindakan. Kelas diciptakan sebagai komunitas belajar daripada laboratorium tindakan. Harus diingat bahwa dalam pelaksanaan PTK, kelas tidakdibagi menjadi kelompok kontrol dan treatment. Pada pengamatan (Observe) guru melakukan pengamatan untuk memotret sejauh mana efektivitas kepemimpinan atas tindakan telah mencapai sasaran. Efektivitas kepemimpinan atasan dari suatu intervensi terus dimonitor secara reflektif. Selain itu guru menguraikan jenis-jenis data yang dikumpulkan, cara pengumpulan data dan alat koleksi data (angket/ wawancara/observasi dan lain-lain). Setelah selesai praktek pengamatan, maka guru dan mitra kolaborasi sebaikanya melakukan diskusi balikan (review discussion). Diskusi balikan ini sebaiknya dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi, suasana diskusi diupayakan mutually supportive dan non threatening, diskusi bertolak dari rekaman data yang diinterpretasikan secara bersama-sama, dan pembahasannya mengacu pada penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan rencana berikutnya. Pada kegiatan refleksi (Reflect) guru sebagai peneliti dapat mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi yaitu siswa, suasana kelas dan guru. Pada tahap ini, guru sebagai peneliti menjawab pertanyaan mengapa (why), bagaimana (how) dan sejauhmana (to what extenct) intervensi telah menghasilkan perubahan secara signifikan. Refleksi ini didasarkan pada telaah hasil observasi dan diskusi balikan. Selain itu disarankan membuat learning logs (catatan reflektif dan kritis) setiap hari, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi dapat dipotret setiap hari. Contoh perubahan-perubahan yang harus diamati yaitu perubahan yang terjadi pada diri siswa (hasil belajar, portofolio, perubahan sikap), guru (penguasaan kelas, rasa percaya diri, peningkatan ketrampilan) dan suasana kelas (penampilan kelas dan atmosfer kelas yang dapat menghasilkan interaksi yang akrab). Apa yang terjadi bila pada siklus tersebut, peneliti belum mencapai indikator pencapaian tindakan? alternatif pertama adalah guru dapat menyempurnakan intervensi sehingga pada siklus kedua dikembangkan intervensi yang sama dan lebih disempurnakan. Langkah-langkah sesuai dengan siklus pertama. Begitu seterusnya sampai peneliti indikator pencapaian tindakan tercapai. Lesson studi Lesson studi pernah saya kupas pada Tabloid Pendidikan Aksara edisi 25-26. Pola lesson Studi yang diadopsi di Indonesia adalah yang dikembangkan melalui Fase Follow up IMSTEP (2003-2005) kerjasama tiga LPTK (UPI, UNY, dan UM) dengan JICA (Hendrayana, 2006). Praktek lesson studi di Indonesia dilaksanakan dalam tiga tahapan, yaitu plan (merencanakan), do (melaksanakan/action), dan see (merefleksi/reflect) yang berkelanjutan. Skema kegiatan lesson studi diperlihatkan pada Gambar 2. Pola siklik Plan, do and See menjadikan lesson studi sebagai suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah berakhir (continous improvement) (Hendayana, 2006). Gambar 2. Model Lesson Studi yang diadopsi di Indonesia Pada tahap kegiatan Plan, para guru membuat RPP besama-sama termasuk mempersiapkan teacing material (Lembar Kerja Siswa) yang berbasis aktifitas minds on dan hands on (Pembelajar aktif kreatif menyenangkan efektif/PAKEM). Pada tahap Do (Action and Observe), guru-guru yang berkolaborasi dalam membuat RPP menentukan satu orang guru model yang akan menerapkan RPP, dan guru lainnya menjadi observer. Hal yang paling penting harus diperhatikan dalam tahap DO adalah “peran guru observer”. Berbeda dengan model observasi praktek mikro teaching atau Praktek Pengalaman Lapangan Calon Guru, yang mana si calon guru/guru model yang diamati oleh para observer, kemudian dikritisi kekurangan-kekurangannya, maka pada lesson studi ada larangan keras untuk mengobservasi guru model. Observasi pada lesson studi hanya difokuskan pada aktifitas siswanya saja. Aktifitas siswa selama RPP itu diimplementasi guru model itu saja yang diamati para observer. Pada tahap See (Reflect), guru model dan para observer berkumpul kembali untuk berbagi informasi hasil pengamatan para observer. Moderator pada tahap ini harus arif memilih jangan sampai ada ungkapan yang memunculkan observasi pada guru model, moderator harus tetap menjaga hasil obervasi hanya pada aktifitas murid selama pembelajaran berlangsung. Sehingga guru model tidak akan merasa tersinggung dengan aktifitas lesson studi, tetapi perbaikan pembelajaran tetap terjadi dan peningkatan profesionalisme guru pun berlangsung. Penggabungan PTK dalam format Lesson Studi Jika melihat Gambar 1 dan 2, maka terdapat kesamaan langkah antara penelitian tindakan kelas model Kemmis dan Targgart (1988) dengan langkah lesson studi model Hendaryana (2006). Tabel 2 memperlihatkan lebih rinci lagi Langkah PTK dan Lesson Studi. Tabel 2. Langkah Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Studi
Pada tabel 2 terlihat bahwa langkah inti pada penelitian tindakan kelas dan lesson studi mirip, yaitu plan, action, observe, dan reflect. Sehingga wajar, jika banyak guru menganggapnya lesson studi dan penelitian tindakan kelas sama. Namun, ketika kita meneliti lebih lanjut kegiatan pada tiap langkah, maka tampak jelas bahwa kegiatan lesson studi lebih sederhana dibandingkan penelitian tindakan kelas. Walaupun begitu, bukan berarti keduanya berjalan sendiri-sendiri. Keduanya dapat digabungkan dalam sebuah rangkaian kegiatan, yang terlihat pada Gambar 3. Gambar 3. Penggabungan Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas dan Lesson Studi Pada gambar 3 tampak bahwa, lesson studi dimulai ketika guru sudah mengindentifikasi masalah, merumuskan permasalahan, menentukan indicator pencapaian tindakan, sehingga muncullah judul penelitian tindakan kelas. Berdasarkan judul PTK kemudian guru dapat berkolaborasi dengan guru yang sebidang untuk melaksanakan lesson studi. Lesson studi dimulai dari membuat rencana pelaksanaan pembelajaran/scenario pembelajaran, menyiapkan teaching material dan instrument yang akan dipakai dalam penilaian dan evaluasi pembelajaran. Selanjutnya, guru yang berkolaborasi dapat memilih guru yang akan menjadi model dan observer. Guru yang menjadi model akan melaksanakan RPP/scenario pembelajaran, sementara guru observer akan mengobservasi aktifitas siswa selama RPP dilaksanakan. Setelah pelaksanaan dan observasi, guru model dan observer melakukan diskusi balikan dengan segera tanpa menunda-nunda lagi. Pelaksanaan pembelajaran, obervasi, dan diskusi balikan pada saat itu merupakan bagian dari siklus pertama dalam penelitian tindakan kelas. Hasil diskusi balikan akan berdampak pada perbaikan RPP dan teaching material, perbaikan ini sebagai tanda dimulainya siklus kedua dalam penelitian tindakan kelas. Begitu seterusnya sampai hasil evaluasi setiap siklus menunjukkan pencapaian indicator tindakan. Laporan PTK pun dapat dibuat secara kolaborasi, dan ini menjadi penelitian kelompok guru. Bagaimana? Tertarik untuk mencoba mengabungkan penelitian tindakan kelas dan lesson studi? Yanti Herlanti adalah Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Pendidikan Aksara Edisi 37 September 2010 halaman 7 |