Jika seorang wanita mengeluarkan cairan apakah boleh shalat?

Yang sering menjadi pertanyaan adalah [1] apakah keputihan dan lendir ini najis? Dan [2] apakah membatalkan wudhu jika keluar?

Secara medis keputihan disebut dengan “flour Albus” yaitu semacam cairan yang keluar dari vagina wanita. Keputihan ini ada dua jenis [1] normal (fisiologis) yaitu keluar keluar menjelang menstruasi atau sesudah menstruasi ataupun masa subur, [2] keputihan penyakit (patologis) yang disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus atau jamur) disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina.

Ulama dahulu membahas istilah “ruthubah” (رطوبة) yaitu lendir yang keluar dari kemaluan wanita dan sekarang dikenal istilah “ifrazat” (إفرازات) yaitu keputihan. Para ulama menjelaskan hukum ifrazat/keputihan ini sebagaimana hukum ruthubah/lendir yang keluar dari kemaluan wanita.

Terdapat perbedaan pendapat ulama terkait pembahasan hal ini:

[1] Apakah keputihan najis atau tidak, pendapat terkuat tidak najis

[2] Jika keluar apakah membatalkan wudhu atau tidak, pendapat terkuat tidak membatalkan wudhu

Pembahasan pertama: keputihan tidak najis

Imam An-Nanawi menjelaskan mengenai ikhtilaf ulama dan merajihkan bahwa keputihan adalah suci, beliau menjelaskan,

رطوبة الفرج ماء أبيض متردد بين المذى والعرق فلهذا اختلف فيها …وقال صاحب الحاوى في باب ما يوجب الغسل نص الشافعي رحمه الله في بعض كتبه علي طهارة رطوبة الفرج

“Keputihan yang keluar dari kemaluan wanita yaitu cairan putih. Diperselisihkan sifatnya apakah disamakan dengan madzi dan cairan kemaluan. Karennya  ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya… Penulis kitab al-Hawi mengatakan, Imam as-Syafii menegaskan dalam sebagian kitab-kitabnya bahwa keputihan wanita hukumnya adalah suci.”[1]

Demikian Al-Mawardi menjelaskan,

قوله وفي رطوبة فرج المرأة روايتان … إحداهما هو طاهر وهو الصحيح من المذهب مطلقا

“Pendapat mengenai keputihan/lendir dari kemaluan wanita ada dua pendapat salah satunya adalah suci dan inilah yang shahih dalam mazhab kami secara mutlak.”[2]

Dalil sucinya keputihan adalah hadits ‘Aisyah yang mengerik sisa mani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menempel pada baju, sedangkan mani tersebut sudah bercampur dengan cairan lendir kemaluan wanita karena keluar akibat berhubungan badan. Baju tersebut digunakan shalat dan sisa kerikan tersebut masih menempel sisanya

‘Aisyah berkata,

كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku mengerik mani itu dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[3]

Ibnu Qudamah menjelaskan mengenai hadits ini,

طهارته لأن عائشة كانت تفرك المني من ثوب رسول الله صلى الله عليه و سلم هو من جماع

“Hukumnya adalah suci, karena ‘Aisyah mengerik mani dari baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang keluar karena berhubungan badan.”[4]

Pembahasan kedua: Jika keluar tidak membatalkan wudhu

Pendapat jumhur ulama mengatakan bahwa ini membatalkan wudhu. Mereka berdalil dengan hadits agar wanita yang istihadhah, yaitu keluar darah terus-menerus agar berwudhu setiap kali akan shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin juga berpendapat membatalkan wudhu, akan tetapi jika keluar terus-menerus, maka tidak membatalkan wudhu, beliau berkata,

فإنه ينقض الوضوء وعليها تجديده، فإن كان مستمراً، فإنه لا ينقض الوضوء

“Keluarnya keputihan membatalkan wudhu dan wajib baginya mengulangi wudhu, jika keluar terus-menerus, maka tidak membatalkan wudhu.”[5]

Ini juga diperselihkan ulama, Ibnu Hazm dan Ibnu Taimiyyah memilih pendapat yang tidak membatalkan wudhu.

Akan tetapi pendapat terkuat adalah tidak membatalkan wudhu dengan beberapa alasan, sebagaimana dalam kitab  “hukmu Ar-Ruthubah”[6], kami tuliskan rangkuman alasannya:

[1] Tidak ada dalil satupun baik shahih, hasan bahkan dhaif mengharuskan berwudhu jika keluar keputihan

[2] keputihan adalah hal yang biasa terjadi pada wanita baik di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, suatu hal yang biasa tentu akan ditanyakan oleh para sahabat wanita atau dijelaskan syariat

[3] Pembebanan harus wudhu setiap keluar  keputihan akan memberatkan bagi para wanita

[4] Allah menyebut haid adalah “kotoran” dalam Al-Quran dan lainnya suci, maka hukum asalnya keputihan adalah suci

[5] Dalam hadits dijelaskan bahwa “flek” yang keluar setelah suci adalah suci, maka apalagi sekedar keputihan yang tidak berkaitan dengan haid?

Jadi kesimpulannya: keputihan adalah suci dan keluarnya tidak membatalkan wudhu

@Desa Pungka, Sumbawa Besar – Sabalong Samalewa

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen

Artikel www.muslimafiyah.com

[1] Al-Majmu’, 2/570, syamilah

[2] Al-Inshaf 1/341, Darul Ihya At-Turast, Syamilah

[3] HR. Muslim 288

[4] Al-Mughni 1/767, Darul Fikr, Syamilah

[5] Majmu’ Fatawa 1/284-286

[6] Ditulis oleh DR. Ruqayyah bin Muhammad Al-Muharib, sumber: http://www.saaid.net/female/f19.htm

Jika keluar cairan dari kemaluan wanita apakah harus mandi wajib?

Dalam Islam, cairan yang keluar hanya tiga jenis tersebut. Di antara ketiganya, hanya air mani yang mewajibkan seorang wanita untuk mandi wajib. Sedangkan air madzi dan keputihan tidak mengharuskan mandi wajib, namun harus membersihkannya karena termasuk najis.

Keluar cairan bening apakah boleh sholat?

Penjelasan ustadzah. Menanggapi hal itu, ustadzah Lulung Mumtaza mengatakan bahwa perempuan yang mengalami keputihan masih diperbolehkan shalat dan sah hukumnya.

Cairan yang keluar dari kemaluan wanita apakah najis?

Syaikh Abu Malik Kamal mengatakan, “Jika cairan ini keluar dari kemaluan wanita di tiap-tiap waktu dan bertambah saat hamil atau tatkala bekerja keras atau selepas jalan kaki jarak jauh maka hukum asalnya cairan ini suci dikarenakan tidak adanya dalil yang menghukuminya najis.

Jika keluar cairan putih bening apakah harus mandi wajib?

Air madzi termasuk najis ringan (najis mukhaffafah), tetapi jika keluar, seseorang tidak diwajibkan untuk mandi besar dan hal ini juga tidak membatalkan puasa. Namun apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi.