Jumlah penduduk yang besar bisa menguntungkan bagi bangsa Indonesia jika

Jakarta, Humas LIPI. Indonesia merupakan salah satu negara berpopulasi tinggi di dunia dengan jumlah penduduk usia produktif (15 hingga 64 tahun) yang sangat besar. Dengan adanya bonus demografi ini, Indonesia diuntungkan dan memiliki peluang untuk dapat menggenjot pertumbuhan produktifitas masyarakatnya. Bonus demografi diartikan secara sederhana adalah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif. “Walaupun data menunjukan 70% dari total jumlah penduduk kita adalah usia angkatan kerja, namun kualitasnya masih relatif rendah sehingga berdampak pada pasar tenaga kerja di Indonesia,” terang Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK)-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tri Nuke Pudjiastuti, dalam seminar “Daya Saing Penduduk Menuju Ketahanan Bangsa” Kamis (10/3) di Jakarta. Deputi yang kerap disapa Nuke ini mengatakan, dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), tenaga kerja Indonesia bisa kalah bersaing dengan tenaga kerja asing yang lebih terampil. “Kualitas dan keahlian yang dimiliki tenaga kerja kita masih sangat minim sehingga dapat sulit memiliki daya saing,” katanya. Indonesia saat ini menghadapi persoalan yang cukup pelik terkait kependudukan terutama rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di usia produktif. Menurut Nuke hal ini berbahaya karena era globalisasi memiliki tuntutan tinggi bagi tenaga kerja. Jika masyarakat usia angkatan kerja tidak mampu bersaing, maka sulit bagi mereka untuk mendapat pekerjaan. “Kehidupan perekonomian akan terganggu. Kemiskinan juga akan meningkat sejalan dengan rendahnya kualitas pendidikan usia angkatan kerja,” tegasnya. Hal senada juga disampaikan Sri Moertiningsih Adioetomo, Kepala Prodi S2 Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Universitas Indonesia saat memberikan pidatonya pada seminar tersebut. Menurutnya yang perlu dibenahi terlebih dahulu adalah peningkatan kompetensi yang relevan dengan permintaan dunia kerja agar Indonesia dapat mengambil keuntungan dari bonus demografi.

“Tidak kalah pentingnya adalah mengubah karakter seperti soft skill, life skill dan etos kerja. Untuk usia yang akan masuk pasar kerja harus disiapkan sejak dini agar menjadi manusia yang sehat, cerdas dan produktif,” ungkap Sri lebih lanjut.

Ia mengungkapkan peran penting pemerintah dalam menciptakan kebijakan sejalan dengan keadaan demografi saat ini seperti menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya dengan kebijakan ekonomi kondusif. Pemerintah harus melakukan investasi pendidikan dengan keahlian dan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan saat ini. “Persiapan membangun manusia berkualitas seyogyanya dimulai sejak lahir oleh karena itu membangun ketrampilan kognitif sejak dini sangatlah penting,” ujarnya.

Sri mengatakan, perlu bimbingan dari sejak pertama kali mengenyam pendidikan untuk mempersiapkan penduduk usia produktif menuju dunia kerja. Hal ini penting agar selama bersekolah mereka paham tentang keahlian yang wajib dimiliki untuk masuk dunia kerja. “Pendidikan adalah bekal generasi muda untuk mencapai kemandirian dan ini adalah salah satu upaya Indonesia untuk memetik bonus demografi,” pungkasnya. (lyr/ed yos,isr)

Sumber : Biro Kerja sama, Hukum dan Humas

Jakarta (27/6) -- Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus demografi beberapa tahun ke depan, tepatnya pada tahun 2030 hingga 2040 mendatang. Bonus demografi yang dimaksud adalah masa di mana penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibanding usia nonproduktif (65 tahun ke atas) dengan proporsi lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Bonus demografi menjadi kesempatan strategis bagi Indonesia untuk melakukan berbagai percepatan pembangunan dengan dukungan sumber daya manusia (SDM) berusia produktif yang melimpah. Apalagi, tahun 2030 terdapat agenda besar pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals). Sejalan dengan itu, pemerintah pun telah mencanangkan Visi Indonesia Emas tahun 2045 dengan harapan terciptanya generasi produktif yang berkualitas.

Momentum tersebut tentu saja harus dihadapi dengan perencanaan yang matang. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah saat ini tengah menggodok berbagai program untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. 

Menurut dia, melimpahnya SDM yang produktif tidak akan bisa produktif apabila tidak ada lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan bidang yang dikuasai. Maka dari itu, pemerintah tengah mempersiapkan berbagai lapangan pekerjaan dan membuka keran investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Hal tersebut disampaikan Menko PMK saat menjadi narasumber dalam diskusi 'Pelajar Mendunia' bersama Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PW PII) Kalimantan Barat, melalui videoconference, pada Sabtu (27/6).

"Tugas negara adalah mengintervensi, menciptakan lapangan pekerjaan melalui investasi. Jadi investasi baik menggunakan dana dalam negeri maupun luar negeri, termasuk mengundang modal asing masuk Indonesia itu sebetulnya adalah untuk menciptakan lapangan pekerjaan untuk generasi produktif," tuturnya.

Maka dari itu, menurut Muhadjir, pemerintah saat ini sangat berfokus untuk membangun lapangan pekerjaan agar bonus demografi bisa dimanfaatkan dengan baik. "Karena kalau tidak, maka pemerintah akan kehilangan momentum, kita akan kehilangan momentum di masa bonus demografi sekarang ini," imbuh dia.

Muhadjir mengingatkan, apabila bonus demografi gagal dimanfaatkan maka akan sangat berbahaya ketika masuk ke masa aging population atau masa di mana jumlah penduduk berusia tua lebih besar dari jumlah produktif. 

Menko Muhadjir berpresan kepada generasi muda PPI agar bisa menjadi bagian dari generasi produktif yang bisa memanfaatkan peluang bonus demografi dan akan berperan dalam pembangunan nasional di tahun 2045.

"Nanti pada tahun 2045 Indonesia yang memimpin itu kalian. Kalian harus berperan menjadi bagian dari generasi produktif agar kita terhindar dari aging society," pungkasnya. (*)

Jakarta (4/2) – Pada tanggal 21 Januari 2021 lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil survei penduduk 2020. Diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia per-September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa atau bertambah 32,56 juta jiwa dari survei penduduk 2010.

Kontribusi pertambahan penduduk paling besar disumbangkan Jawa Barat mencapai lebih dari 5,25 juta jiwa, diikuti Jawa Tengah sebanyak 4,13 juta jiwa, dan Jawa Timur sebanyak 3,18 juta jiwa. Namun secara keseluruhan, laju pertumbuhan penduduk mengalami perlambatan dari tahun 2010 sebesar 1,49% menjadi 1,25%.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy diwakili oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan bahwa pemerintah akan melakukan langkah-langkah terobosan dalam menyikapi hasil survei penduduk tersebut.

“Hasil survei  penduduk 2020 ini perlu disikapi oleh para pengambil kebijakan agar kita dapat memanfaatkan pertambahan jumlah penduduk untuk memaksimalkan potensi bonus demografi melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM),” ujarnya saat menjadi pembicara kunci Webinar Implikasi Hasil Survei Penduduk 2020 Terhadap Kebijakan Pembangunan Kependudukan, Kamis (4/2).

Sebagaimana terungkap melalui hasil survei, penduduk Indonesia didominasi usia produktif (15-64 tahun) dengan jumlah mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%). Jumlah itu jauh melampaui jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) sebanyak 63,03 juta jiwa (23,33%), dan penduduk lanjut usia (65 tahun ke atas) sebanyak 16,07 juta jiwa (5,95%).

Lebih lanjut, jumlah penduduk usia muda cenderung turun sebagai konsekuensi penurunan total fertility rate yang merupakan dampak dari berhasilnya pengendalian kuantitas penduduk melalui program keluarga berencana. Sedangkan jumlah penduduk lanjut usia cenderung meningkat sebagai dampak peningkatan kualitas hidup masyarakat yang tercermin dari peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia.

Hasto mengungkap dari struktur komposisi tersebut, diketahui rasio ketergantungan mencapai angka 41 yang bermakna bahwa setiap 100 penduduk usia produktif akan menanggung 41 penduduk usia nonproduktif. Rasio ketergantungan tahun 2020 sebesar 41 itu juga merupakan yang terendah selama ini.

“Hal itu menandakan bahwa kita sedang memasuki periode terbaik bonus demografi dan melimpahnya penduduk usia produktif tentu harus dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan penduduk. Ini merupakan peluang bagi bangsa Indonesia untuk bagaimana meningkatkan kualitas dan produktivitas SDM menjadi lebih unggul dan berdaya saing,” pungkas dia.

Selain mewakili Menko PMK, Kepala BKKBN juga memaparkan langkah-langkah strategis BKKBN dalam memanfaatkan hasil survei penduduk 2020 untuk meningkatkan kualitas SDM. Demikian juga pembicara lain dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (KemenPPN/Bappenas) pada webinar yang dimoderatori oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto.

Menteri Kesehatan yang baru dilantik periode 2009-2014, Edang Rahayu Sedyaningsih (kiri), Mantan Menkes periode 2004-2009, Siti Fadilah Supari (tengah), dan, Nila Djuwita Anfasa Moeloek (kanan) yang gagal menjadi Menkes periode 2009-2014, tampak bersama untuk menghadiri serah terima jabatan (sertijab) di Gedung Departemen Kesehatan (Depkes), Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (22/10/2009).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Banyak pihak penasaran dan  menunggu hasil sensus penduduk 2010 yang akan diumumkan  Presiden dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2010. Memang secara resmi belum dipublikasikan, namun sebagian ahli memprediksi jumlah penduduk Indonesia mencapai 238 juta jiwa atau kelebihan 3 juta dari prediksi ahli kependudukan.Dengan jumlah penduduk Indonesia 238 juta atau nomor empat di dunia setelah China, India dan Amerika apakah menguntungkan atau merugikan?  Jika jumlah penduduk besar berkualitas bagus maka menjadi modal pembangunan, namun bila penduduk tidak berkualitas maka menjadi beban pembangunan.Profesor Dr Nila Anfasa Muluk staf ahli Presiden bidang MDGs (Millenium Development Goals) dan KB memaparkan 8 tujuan utama pembangunan kependudukan saat acara Mukernas IPKB 8-10 Agustus 2010 di Jakarta yang dihadiri oleh pengurus seluruh Indonesia. Dalam paparannya, Prof Nila Anfasa Moeloek menyebut ada 8 MDGs yaitu penghapusan kemiskinan, pendidikan untuk semua, persamaan gender, penurunan angka kematian, peningkatan kesehatan ibu, perlawanan terhadap penyakit, pelestarian lingkungan hidup dan kerjasama global.Apa kaitannya MDGs dengan hasil sensus penduduk 2010? Secara kasat mata, bila jumlah penduduk 238 juta maka prediksi ahli kependudukan 235 juta jiwa berarti meleset, yang notabenenya adalah program BKKBN belum berhasil sesuai harapan. Karena BKKBN lah yang menjadi garda terdepan dalam pengendalian jumlah penduduk.Profesor Dr Sugiri Syarief membela diri dalam hal ini, mengeluhkan anggaran atau alokasi dana untuk BKKBN secara nasional hanya Rp 1,3 triliun yang tentu saja tidak akan mencukupi. Penyuluh Lapangan (PL) KB baru ada sekitar 24 ribu dari 40 ribu yang dibutuhkan 2010. Menurut Sugiri, idealnya anggaran untuk BKKBN sekitar Rp 3-4 triliun dan memiliki 40 ribu PL KB agar bisa melayani jumlah desa di Indonesia. Dengan anggaran sebesar itu, Sugiri berjanji bisa menekan angka pertumbuhan penduduk 1 persen, dibanding saat ini masih 1,4 persen.Lebih dari itu, masih menurut Sugiri, UU No 52 tahun 2009 yang berisi "instruksi" kepada pemerintahan di seluruh Indonesia untuk segera mengimplementasikan program kependudukan dan KB nasional juga belum sepenuhnya dilaksanakan. Padahal UU sudah semestinya dilaksanakan 1,5 tahun sejak 19 Maret 2009. Hingga kini masih banyak pemerintah daerah yang tidak memiliki badan atau SKPD yang mengurusi keluarga berencana, yang ada, hanya digabung dengan SKPD lain.Prof Nila Muluk tetap yakin hanya dengan program KB maka pertumbuhan penduduk bisa dikendalikan. Karena fakta di Indonesia, angka kematian ibu masih tinggi yaitu 228 / 100.000 kelahiran hidup. Maka dikenalkan dengan kontrasepsi, atau lawan dari konsepsi. Kontrasepsi bermakna untuk dapat menurunkan risiko kesakitan dan kematian ibu. Kontrasepsi untuk usia kurang dari 20 tahun maka yang dipakai untuk mencegah kehamilan. Untuk usia 20-30 maka perlu mengatur kehamilan.  Sedangkan bagi usia 30 - 35 tahun  kontrasepsi berguna untuk mengakhiri kehidupan.Kondisi pertumbuhan penduduk Indonesia terkini adalah mortalitas menurun, fartilitas tinggi, peledakan penduduk dan meningkatnya penduduk di usia muda.  Potensi kematian ibu melahirkan saling terkait. Biasanya keluarga miskin, pendidikan buruk maka jumlah anak banyak.

Semua saling terkait, keluarga miskin maka angka kematian ibu tinggi, sanitasi buruk dan kemiskinan makin parah. Tanggujawab siapa itu? Tentu pemerintah harus mengucurkan dana yang lebih besar lagi untuk subsidi kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. (*)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA