Kecambah ditempat gelap akan menuju ke arah sumber cahaya yang merupakan gerak fototropisme

Pada awalnya, batang dan akar yang diletakkan secara horizontal mengalami pemajangan. Pemanjangan tersebut disebabkan pengaruh hormon dan pengaruh lingkungan seperti cahaya dan gravitasi bumi. Setelah memanjang, batang dan akar akan membelok ke arah atas dan bawah. Membengkoknya ujung batang kecambah merupakan gerak fototropisme positif dan geotropisme negatif, sedangkan membengkoknya ujung akar kecambah merupakan gerak geotropisme positif dan fototropisme negatif. Hal itu sesuai dengan pernyataan (Abidin, 1985 ; Heddy, 1986 ; dan Kusumo, 1984) di bawah ini.

Fototropisme merupakan peristiwa terjadinya pelengkungan pucuk tanaman karena pengaruh cahaya yang disebabkan oleh adanya hormon auksin. Cahaya dari samping menyebabkan penimbunan hormon pada bagian sisi pucuk yang gelap, kemudian hormon ini berdifusi ke bawah dan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat pada sisi yang gelap, sehingga bagian di bawah pucuk melengkung ke arah cahaya (Kusumo, 1984).

Fototropisme merupakan peristiwa membengkoknya tanaman ke arah datangnya sinar karena terjadinya pemanjangan sel pada bagian yang tidak tersinari lebih besar dibanding sel yang ada pada bagian tanaman yang tersinari. Perbedaan respon tanaman terhadap penyinaran dinamakan phototropisme. Terjadinya phototropisme ini disebabkan karena tidak samanya penyebaran auksin di bagian tanaman yang tidak tersinari dengan bagian tanaman yang tersinari.  Pada bagian tanaman yang tidak tersinari, konsentrasi auksin lebih tinggi dibanding bagian tanaman yang tersinari (Abidin, 1985). Menurut Meyer et al. (1964), contoh dari fototropisme adalah mengarahnya permukaan helain daun ke arah timur dan barat pada tanaman herbaseus (Lactuca, Silphium, dan lainnya), pada tanaman Hedera helix, Quercus catesbei, Malva neglecta serta pada bunga matahari.

Fototropisme yang dikemukakan dalam teori Cholodny-Went ditetapkan bahwa penyinaran sepihak merangsang penyebaran yang berbeda (diferensial) IAA dalam batang. Sisi batang yang disinari, mengandung IAA lebih rendah daripada sisi yang gelap. Akibatnya, sel-sel pada sisi yang gelap tumbuh memanjang lebih daripada sel-sel pada sisi yang disinari, sehingga batang akan membengkok ke arah sumber cahaya (Heddy, 1986).

Mekanisme phototropisme pada pucuk daun tanaman dikotil yaitu pucuk tanaman yang diberi penyinaran dari arah atas secara tegak lurus tidak mengalami pembengkokan batang, sedang pucuk yang diberi penyinaran dari arah atas secara menyamping membentuk sudut mengalami pembengkokan pucuk dan batangnya ke arah datangnya sinar. Pembengkokan tersebut terjadi sebagai akibat dari jumlah auksin yang ada pada daerah yang intensitas penyinarannya lebih rendah, sehingga konsentrasi auksin lebih tinggi dibandingkan daerah yang disinari dengan intensitas cahaya yang lebih rendah. Akibatnya, maka pertumbuhan di daerah yang kurang penyinarannya akan lebih cepat dibanding daerah yang disinari dengan intensitas yang lebih tinggi sehingga hal tersebut mengakibatkan terjadinya pembengkokan batang. Jumlah auksin yang diperlukan untuk pemanjangan batang diperoleh dari daun muda pada pucuk batang. Kemudian auksin diekspor melalui petiole menuju batang tersebut (Abidin, 1985).

Cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama dalam hidup tumbuhan hijau. Beberapa respon tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan, misalnya respon fototropik yang efeknya timbul melalui auksin. Respon ini akan membawa organ-organ fotosintetik dalam posisi optimum relatif terhadap datangnya cahaya. Respon terhadap cahaya yang lain misalnya membuka-menutupnya sel penjaga stomata serta respon cahaya dalam sintesis klorofil dari tumbuhan berbunga (Heddy, 1986).

Cahaya dapat menyebabkan adanya gradien lateral IAA dari sisi yang diberi cahaya ke sisi lain. Mekanisme bagi perbedaan konsentrasi IAA antara jaringan yang diberi cahaya dan yang gelap belum diketahui. Cahaya dapat mengubah polaritas sel dan karena itu kelakuan transpor dalam membran sel yang menghadap ke sumber cahaya dapat berubah. Perubahan ini mungkin melibatkan perubahan orientasi organel dalam sel. Spektrum fototropisme menunjukkan bahwa pigmen penyerap cahaya biru adalah yang bertanggung jawab sebagai perantara respon cahaya. Karotenoid dan riboflavin adalah pigmen kuning yang keduanya dilibatkan dalam fototropisme (Heddy, 1986).

Terdapat dua teori yang menerangkan hubungan antara konsentrasi auksin pada daerah yang tidak tersinari lebih besar dibandingkan daerah yang tersinari yaitu :

  1. Teori Choldony–Went (Cholodony and Went, 1920) Stimulus phototropic mendorong translokasi lateral auksin di daerah yang peka terhadap sinar (photosensitive) pada suatu coleoptile. Konsentrasi auksin di daerah yang lebih gelap akan lebih tinggi bila dibandingkan daerah yang terkena sinar (iluminasi). Keadaan ini menyebabkan elongasi sel akan lebih cepat.
  2. Teori “Photodestruction of Auxin” Auksin yang berada pada jaringan yang teriluminasi akan menimbulkan terjadinya konsentrasi yang berlainan antara daerah yang teriluminasi dengan daerah yang tidak teriluminasi (daerah gelap).
  3. Rate synthesa auxin

Rate synthesa auxin pada pucuk coleoptile di bagian yang tersinari akan lebih rendah bila dibandingkan bagian yang tersinari (Abidin, 1985).

Bila akar kecambah diletakkan secara horizontal, maka ujungnya akan melengkung ke bawah. Menurut darwin, gaya gravitasi berpengaruh terhadap ujung akar karena bila ujung akar dipotong, tidak akan memperlihatkan gejala melengkung tersebut. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa arah pertumbuhan batang dan akar yang diletakkan horizontal, sebagai akibat dari penimbunan auksin di bagian bawah batang dan akar tersebut. Penimbunan ini menyebabkan pertumbuhan yang lebih cepat pada bagian bawah batang sehingga batang itu melengkung ke atas. Sedangkan pertumbuhan bagian bawah akar akan terhambat bila kadar auksin berlebihan, sehingga akar itu melengkung ke bawah (Kusumo, 1984).

Geotropisme adalah pengaruh gravitasi bumi terhadap pertumbuhan organ tanaman. Bila organ tanaman yang tumbuh berlawanan dengan gravitasi bumi, maka keadaan tersebut dinamakan geotropisme negatif. Contohnya seperti pertumbuhan batang sebagai organ tanaman yang tumbuhnya ke atas. Sedangkan yang dimaksud dengan geotropisme positif adalah organ tanaman yang tumbuh ke arah bawah sesuai dengan gravitasi bumi. Contohnya yaitu tumbuhnya akar sebagai organ tanaman ke arah bawah (Abidin, 1985).

Kerja auksin dalam proses geotropisme yaitu apabila suatu tanaman diletakkan secara horizontal, maka akumulasi auksin akan berada di bagian bawah. Hal ini sebagai akibat dari pengaruh geotropisme. Untuk membuktikan pengaruh geotropisme terhadap akumulasi auksin, telah dilakukan pembuktian oleh Dolk (1936) yaitu penempatan koleoptil Avena sativa dan Zea mays secara horizontal memberikan petunjuk bahwa auksin yang terkumpul di bagian bawah lebih banyak dibandingkan dengan bagian atas (Abidin, 1985).

Teori Cholodny (1924, 1926, 1927, dan 1928) dan Went (1928) menyatakan bahwa pembengkokkan yang berlawanan dari akar dan koleoptil dalam merespon  gravitasi disebabkan substansi pertumbuhan yang dibentuk oleh ujung akar dan koleoptil yang biasanya menempuh garis lurus menuju zona pemanjangan dan sampai di sini dalam konsentrasi yang seimbang pada semua sisi (Miller, 1938).

Cholodny (1924) dan Went (1926) secara terpisah menduga bahwa respon geotropisme pada batang terletak oleh distribusi zat tumbuh (IAA) tidak merata pada sisi atas dibandingkan sisi bawah darai batang. Beberapa tahun kemudian teori ini diperluas agar mencakup juga gejala pembengkokan batang atau fototropik. Teori ini berdasar pada pengamatan bahwa IAA dibentuk pada ujung batang, kemudian ditranspor secara polar dari ujung ke daerah tempat pemanjangan sel dirangsang. Di tempat terjadinya transpor longitudinal terjadi redistribusi auksin secara lateral di daerah ujung (sepanjang 1 mm atau kurang) sebagai respon terhadap cahaya dan gravitasi (Heddy, 1986).

Teori Cholodny-Went tentang geotropisme mengajukan dugaan bahwa auksin dipindahkan dari belahan atas batang ke belahan bawah bila batang diubah dari posisi vertikal. Bila respon akar dan batang yang diletakkan secara horizontal dibandingkan, maka akar akan bereaksi geotropik positif, sedangkan batang akan bereaksi geotropik negatif. Konsentrasi IAA yang tinggi pada belahan bawah akar akan menghambat pemanjangan sel, sedangkan konsentrasi IAA di belahan atas mendorong pemanjangan sel. Hasil akhir dari kedua pengaruh ini, akar membengkok ke bawah, sedangkan batang akan membengkok ke atas. Konsentrasi IAA yang tinggi pada belahan bawah batang mendorong pemanjangan sel, sedangkan konsentrasi yang rendah pada belahan atas menurunkan pemanjangan sel (Heddy, 1986).

Dalam sel yang diletakkan sejajar dengan gravitasi, beberapa komponen subseluler paling tinggi konsentrasinya terdapat pada bagian sel sebelah bawah. Bila sel ini digerakkan ke arah posisi horizontal, maka komponen-komponen subseluler berubah orientasinya dan akhirnya dijumpai bahwa konsentrasi yang tertinggi terdapat lagi bagian sel sebelah bawah. Perubahan penyebaran partikel-partikel menimbulkan perubahan fisiologi dalam sel, yang terakhir dengan perubahan pola tumbuh (Heddy, 1986).

Persepsi stimulus geotropi menurut teori Statolith yaitu Statolith berpindah bila sel berubah letaknya terhadap gaya gravitasi yang normal. Perubahan penyebaran statolith diyakini mengakibatkan perubahan konsentrasi IAA dalam sel. Komponen-komponen subseluler yang bergerak itu tak perlu menyentuh membran sel pada berbagai posisi tersebut. Partikel-partikel tersebut dapat berinteraksi dengan mikrotubul atau benang-benang protoplasma yang lain dalam sitoplasma dan mengubah sifat-sifat elektrik membran sel. Perubahan potensial bioelektrik tersebut dapat membangkitkan respon tumbuh oleh IAA. Oleh karena distribusi IAA pada tumbuhan yang diletakkan secara horizontal, maka dapat dibayangkan bahwa molekul-molekul IAA sendiri “mengendap” di dalam sel-sel batang dan akar. Telah lama diduga bahwa benda-benda yang mengandung pati, yang disebut statolith adalah yang merasakan gravitasi Heddy, 1986).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum, maka dapat dibuat beberapa kesimpulan yaitu :

  1. Kerja IAA dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa cahaya dan gravitasi bumi.
  2. Kerja IAA yang dipengaruhi cahaya yaitu pemanjangan sel pada bagian yang tidak terkena cahaya lebih cepat daripada bagian yang terkena cahaya.
  3. Kerja IAA yang dipengaruhi gravitasi yaitu pemanjangan sel pada bagian bawah akar yang lebih cepat daripada bagian atas akar.

DAFTAR PUSTAKA

 Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung.

 Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.

 Kusumo, S. 1984. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. CV Yasaguna, Jakarta.

 Meyer, B.S., D.B. Anderson, and R.H. Bohning. 1964. Introduction to Plant Physiology. D. Van Nostrand Company, New Jersey.

 Miller, E.C. 1938. Plant Physiology, 2nd Edition. McGraw-Hill Book Company Inc., New York.