Khaira ummah adalah sebutan yang telah ditetapkan oleh Allah bagi umat

Dalam al-Qur’an, umat Nabi Muhammad Saw dijuluki umat terbaik “khairu ummah” oleh Allah Swt.  Sebutan umat terbaik tersebut masih menyisakan tanda tanya, kepada umat Islam yang mana dan umat Islam yang punya prestasi apa yang layak digelari sebagai umat terbaik? Pertanyaan tersebut sekaligus menjadi bahan renungan bagi umat Islam saat ini untuk berkaca kembali terkait hal itu: apakah umat Islam masih layak disebut umat terbaik?

Generasi umat Islam awal pada zaman Nabi Muhammad Saw dan para Sahabat diyakini sebagai generasi yang dikatakan umat terbaik tersebut. Setelah generasi awal tersebut berlalu julukan umat terbaik ini menjadi teka-teki. Misalnya Buya Syafii, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, yang dalam bukunya Krisis Arab dan Masa Depan Dunia Muslim, beliau mempertanyakan kedudukan umat terbaik yang diberikan untuk umat Islam tersebut.

Buya mengatakan bahwa dalam realitas sejarah, banyak peristiwa di kehidupan umat Islam yang tidak merefleksikan bahwa umat Islam adalah khairu ummah. Pernyataan Buya sekaligus merupakan kritik bagi dunia muslim yang hingga detik ini masih terjebak dalam  lingkaran konflik masa lalu.

Di penghujung periode kepemimpinan khulafaurrasyidin misalnya terjadi konflik berdarah-darah antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pasukan ummul mukminin,  Siti Aisyah. Disusul konflik berdarah-darah antara pasukan Ali dan Muawaiyah bin Abi Sofyan dalam perang Shiffin.

Peristiwa kelam tersebut merupakan krisis pertama di dunia muslim sekaligus menjadi bahan evaluasi. Akibat konflik masa lalu umat Islam tersebut, hingga kini umat Islam terus menerus terfragmentasi dalam berbagai aliran alias kotak-kotak keagamaan. Aliran Islam tersebut mewarisi konflik masa lalu dan hingga kini masih terus memanas dan menjadi biang keladi perpecahan sesama umat Islam

Selain itu, konflik berkepanjangan seperti Arab Saudi dan Republik Islam Iran yang hingga kini terus menerus memanas menunjukkan rapuhnya ukhuwah Islamiyah kolektif internal umat Islam. Konflik yang  dilatarbelakngi paham kegamaan yang berbeda ditambah keinginan untuk saling berebut pengaruh di Timur Tengah.

Belum lagi diskriminasi yang banyak dilakukan terhadap umat muslim seperti penganiyaan muslim Rohingya, Uighur, India dan Palestina menambah catatan merah solidaritas sesama umat Islam yang remuk tersebut. Tidak salah bila hingga detik ini sisa-sisa keanehan masih ada dalam diri umat Islam terkait bagaimana sebenarnya kedudukan umat terbaik ini.

Kandungan Nilai Ayat  “Khairu Ummah” Menurut Kuntowijoyo

Umat terbaik di dalam al-Qur’an diidentifikasikan sebagai mereka yang senantiasa mempraktikkan dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar, yaitu mengajak pada kebaikan dan mencegah pada yang munkar (keburukan). Disusul kemudian dengan indikator beriman kepada Allah Swt atau mereka yang senantiasa tu’minuuna billahi secara konsisten. Ketarangan tersebut disebutkan dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 110.

Kuntowijoyo dalam buku Paradigma Islam setidaknya menyatakan bahwa ayat tersebut megandung tiga aspek nilai yaitu nilai liberasi, humanisasi dan transendensi. Mengacu pada argumentasi tersebut, khairu ummah setidaknya harus memiliki tiga kandungan nilai di atas. Pertama, nilai liberasi (pembebasan). Umat terbaik berkarakter pembebasan artinya membebaskan manusia dari segala keterbelengguan baik secara ekonomi, politik dan keagamaan.

Usaha mengaktualisasikan Islam sebagai ajaran pembebasan sudah dilakukan oleh banyak tokoh Muslim seperti Hasan Hanafi dengan gagasan oksidentalisme dan pendekatan antroposentrisme-nya, teologi pembebasan Asghar Ali Enginer, di Indonesia ada KH. Ahmad Dahlan dengan spirit Teologi al-Maun.

Kedua, nilai humanisasi. Yaitu menghargai setiap individu dengan kedudukan yang sama di hadapan manusia lainnya karena nilai kemanusiaan yang dimilikinya. Nilai ini harus senantiasa didengungkan karena dalam kenyataannya, masih ada manusia yang dipandang sebelah mata dan dianggap rendahan bahkan disamakan dengan hewan.

Merebaknya sikap rasialisme dan rasisme merupakan bukti konkret betapa kebiasaan merendahkan sesama manusia itu ternyata masih banyak. Sehingga,  tidak dikatakan sebagai umat terbaik bila umat tersebut masih belum bisa menghargai derajat kemanusiaan seseorang. Karena satu-satunya yang membedakan antarsesama manusia hanyalah ketakwaannya di hadapan Allah Swt.

Ketiga, nilai transendensi. Umat terbaik tentu harus mampu menyerap nilai-nilai ilahiah yang terejawantahkan dalam praktek keagamaan. Baik saleh secara individual yang hubungannya vertikal langsung kepada Allah Swt dan saleh secara sosial yang hubungannya kepada sesama manusia. Ketiga nilai tersebut menggambarkan kriteria umat terbaik yang menjadi cita-cita bersama umat Islam saat ini.

Umat Islam Indonesia dan Realisasi “Khairu Ummah”

Di tengah ketertinggalan umat muslim dewasa ini, seruan  menuju konsep khairu ummah menjadi urgen dan mendesak. umat Islam di Indonesia punya modal besar untuk merealisasikan konsep umat terbaik tersebut. Ada beberapa alasan penting terkait hal tersebut. Pertama, umat Islam Indonesia sudah lama menjadi harapan umat Islam lainnya di seluruh dunia untuk menjadi corong peradaban Islam kontemporer. alasan ini cukup rasional, mengingat Islam di Indonesia memiliki karakter Islam yang moderat (wasathiyah), toleran (Tasammuh) dan Seimbang (Tawazzun).

Kedua, paham keislaman terus bertranformasi menjadi aksi-aksi kemanusiaan yang konkret seperti kemajuan dalam pendidikan, kesehatan dan gerakan ekonomi. Aksi-aksi konkret tersebut seperti yang ditunjukkan oleh Muhammadiyah dengan membangun ribuan sekolah dan ratusan perguruan tinggi serta rumah sakit yang tersebar di seluruh belahan bumi Indonesia.

Ketiga, umat Islam di Indonesia tidak kering pemahaman keagamaan dan wacana keislaman. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa di Indonesia banyak bertaburan wacana keislaman yang masif dan menarik perhatian dunia muslim lainnya. misalnya wacana Islam berkemajuan yang diinisiasi Muhammadiyah dan Islam Nusantara yang diinisiasi Nahdlatul Ulama (NU) yang beberapa tahun belakangan memantik api intelektualisme di dunia Muslim. Berdasarkan ketiga hal tersebut, maka umat Islam Indonesia mempunyai keuntungan yang besar menuju umat terbaik seperti yang disebutkan di dalam al-Qur’an.

Terdapat syarat menjadi umat terbaik dalam surat Ali Imran

Republika/Musiron

Terdapat syarat menjadi umat terbaik dalam surat Ali Imran .Ilustrasi umat Islam

Rep: Meiliza Laveda Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam surat Ali Imran ayat 110, Allah menjelaskan ada tiga syarat untuk menjadi umat terbaik. Adapun bunyi ayat tersebut yaitu

Baca Juga

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ

Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma'rụfi wa tan-hauna 'anil-mungkari wa tu`minụna billāh.

“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”

Pendiri Pusat Studi Alquran (PSQ), Prof M Quraish Shihab, mengatakan dalam bukunya wasathiyyah, ayat ini sangat jelas menjadi penafsiran dari ayat yang berbicara tentang umat Islam sebagai ummatan wasathan. 

Tiga syarat utama itu adalah amar makruf, nahi munkar, dan beriman kepada Allah SWT. Sayyidina Umar bin Khattab RA sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir at-Thabari mengatakan “Siapa yang ingin meraih keistimewaan ini, hendaklah dia memenuhi syarat yang ditetapkan Allah itu.” Ayat di atas diperkuat surat Ali  Imran ayat 104:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ Waltakum mingkum ummatuy yad'ụna ilal-khairi wa ya`murụna bil-ma'rụfi wa yan-hauna 'anil-mungkar, wa ulā`ika humul-mufliḥụn. 

“Hendaklah ada di antara kamu (atau setiap orang di antara kamu) menjadi bagian dari sekelompok umat yang mengajak pada kebajikan, menyuruh pada yang makruf, dan melarang yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

Ayat 104 secara tegas pula memerintahkan umat Islam agar mengajak kebajikan, memerintah yang makruf dan melarang yang mungkar. Dua syarat tersebut sama dengan yang disebutkan dalam ayat 110 sedangkan syarat ketiga penempatannya berbeda. Namun, kandungannya serupa.

Kalimat yad'ụna ilal khayr pada ayat 104 sejalan dengan tu`minụna billāhpada ayat 110. Keduanya mengandung keimanan yang dibuktikan pengamalan menyangkut nilai-nilai ilahi.

Dari kedua ayat tersebut terlihat ummatan wasathan ditandai dengan ajakan kebaikan karena tidak dapat disangkal pengetahuan yang dimiliki seseorang, bahkan kemampuannya mengamalkan sesuatu dapat hilang. Ini jika tidak ada yang mengingatkannya atau tidak diulangi pengerjaannya.

Di sisi lain, pengetahuan dan pengamalan saling erat berkaitan. Pengetahuan mendorong pada pengamalan dan peningkatan kualitas amal sedangkan pengamalan yang terlihat dalam kenyataan kehidupan merupakan guru.

Oleh karena itu, masyarakat perlu selalu diingatkan dan diberi keteladanan. Ini yang menjadi dakwah Islamiyah. Dari sini lahir tuntunan ayat dan terlihat keterkaitannya dengan kedudukan umat Islam sebagai sebaik-baik umat sekaligus ummatan wasathan.

Jika tidak semua anggota masyarakat dapat melaksanakan fungsi dakwah, paling tidak harus ada sekelompok yang tampil memberi bimbingan sekaligus memberi teladan yang nasihatnya didengar dan pengamalannya diikuti. Itu pun harus berlangsung secara terus-menerus tanpa bosan dan lelah.

Khaira ummah adalah sebutan yang telah ditetapkan oleh Allah bagi umat

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...