Kitab suci umat Hindu yang berisikan tentang irama dan lagu terdapat dalam kitab

Oleh : I GUSTI AYU ADE SURIANTINI

NIM : 14.1.2.2.1.005

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai kitab suci umat Hindu ajaran Veda diyakini dan dijadikan pedoman oleh umat Hindu sebagai sumber bimbingan dan informasi yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Diyakini sebagai kitab suci karena sifat dan isinya yang diwahyukan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Apapun yang diturunkan sebagai ajarannya kepada umat manusia adalah ajaran suci karena isinya memberikan petunjuk-petunjuk maupun ajaran yang suci.

Pendidikan menurut kitab suci Veda meliputi tugas dan kewajiban guru mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan , seharusnya setiap orang mampu menjadi guru atau berfungsi sebagai guru, memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada yang tidak tahu, memajukan pengetahuan dan keterampilan, memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk bagi anak didik.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penulisan mengenai Veda, Kitab Suci dan Sumber Hukum Bagi Umat Hindu akan dirumuskan masalah sebagai berikut :

  1. Apa yang dimaksud dengan kitab suci Veda?
  2. Bahasa apa yang digunakan dalam kitab suci Veda?
  3. Berapa umur kitab suci Veda?
  4. Apa saja bagian-bagian dari Sapta Rsi penerima wahyu Veda?
  5. Apa saja bagian dan isi kitab suci Veda?

1.3 Tujuan Penulisan

  1. Untuk mengetahui banyak hal tentang kitab suci umat Hindu yaitu Veda.
  2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang kitab suci Veda.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Weda

Wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi melalui para Rsi, dikumpulkan atau dihimpun menjadi suatu kitab suci. Kitab suci yang diyakini sebagai wahyu yang diturunkan oleh Hyang Widhi disebut Weda. Kata Weda dapat dikaji melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan etimologi  (akar katanya) dan berdasarkan semantic (pengertiannya). Weda sebagai wahyu yang diturunkan Agama Hindu, secara etimologi berasal dari bahasa Sansekerta, dari akar kata “Wid” yang berarti mengetahui atau pengetahuan. Dari kata Weda yang ditulis dengan huruf A (panjang) berarti pengetahuan kebenaran sejati atau kata-kata yang diucapkan dengan aturan-aturan tertentu yang dijadikan sumber ajaran Agama Hindu. Secara semantic Weda berarti kitab suci yang mengandung kebenaran abadi, ajaran suci atau kitab suci bagi umat Hindu.

Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna berasal dari Sang Hyang Widhi yang didengarkan oleh Para Maha Rsi melalui pawisik (wahyu), sehingga weda disebut Sruti yang berarti Sabda Suci atau pawisik yang didengarkan sehingga weda itu sebagian besar adalah nyanyian-nyanyian dari Hyang Widhi yang berbentuk puisi, dalam Weda disebut Chandra. Orang yang menghayati dan mengamalkan Weda akan mendapatkan kerahayuan atau ketenangan lahir batin. Winternitz dalam bukunya A History of Indian Literature, volume I (1927) menyatakan bahwa kitab suci Weda adalah monument dan susastra tertua di dunia. Ia menyatakan bila kita ingin mengerti permulaan dari kebudayaan kita yang tertua, kita harus melihat Rg Weda sebagai susastra tertua yang masih terpelihara. Sebab pendapat apapun yang kita miliki mengenai susastra maka dapat dikatakan bahwa Weda adalah susastra timur tertua dan bersama dengan itu merupakan monument susastra dunia tertua. Demikian pula Bloomfield dalam bukunya The Religion of Weda (1908) menyatakan bahwa Rg Weda bukan saja monument tertua tetapi juga dokumen di timur yang paling tua.

2.2       Bahasa Weda

Sebagai wahyu Tuhan Yang Maha Esa maka timbul sebuah pertanyaan, bahasa apakah yang dipergunakan ketika wahyu itu turun dan demikian pula ketika Weda itu dituliskan. Dapat kita lihat pada kenyataannya bahwa setiap agama memiliki bahasa wahyunya tersendiri, biasanya bahasa kitab suci mereka adalah bahasa dimana wahyu tersebut diterima atau diturunkan. Begitu pula sebaliknya yang terjadi pada agama Hindu, kitab suci Weda menggunakan bahasa Sansekerta Karena Maha Rsi penerima wahyu Weda tersebut menggunakan bahasa sansekerta. Sampai saat ini bahasa sansekerta juga digunakan dalam penulisan susastra Hindu.

Istilah bahasa sansekerta adalah bahasa yang dipopulerkan oleh Maharsi bernama Panini yang hidup pada abad ke VI sebelum masehi. Pada waktu itu Maharsi Panini mencoba menulis sebuah kitab Vyakarana (tata bahasa) yang kemudian terkenal dengan nama Astadhayayi yang terdiri dari delapan Adhyaya atau bab yang mencoba mengemukakan bahwa bahasa yang digunakan dalam Weda adalah bahasa dewa-dewa. Bahasa dewa-dewa yang demikian dikenal dengan “Daivivak” yang berarti bahasa atau “sabda dewata”.

Kemudian atas jasa Maharsi Patanjali yang menulis kitab “Bahasa” dan merupakan buku kritik yang menjelaskan kitab Maharsi Panini yang ditulis pada abad ke II sebelum masehi, makin terungkaplah nama Daivivak untuk menamai bahasa yang digunakan dalam penulisan karya sastra seperti Itihasa (Sejarah), Purana (cerita-cerita kuno/mitologi). Penulis yang tampil setelah Maharsi Panini adalah Maharsi Katyayana. Katyayana hidup di abad ke V sebelum masehi. Katyayana dikenal juga dengan nama Vararuci dan di Indonesia salah satu karya dari Maharsi Vararuci yaitu Sarasamuccaya telah diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Kuno pada masa kerajaan Majapahit.

Dengan perkembangannya yang pesat sesudah diturunkannya Weda, kemudian para ahli Sansekerta membedakan bahasa Weda kedalam tiga kelompok, yakni:

1)   Bahasa Sansekerta Weda (Vedic Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam Weda yang umumnya jauh lebih tua dibandingkan dengan bahasa sansekerta yang kemudian digunakan dalam berbagai susastra Hindu seperti dalam Itihasa, Purana, Dharmasastra,dll.

2)   Bahasa Sansekerta Klasik (Classical Sanskrit) yakni bahasa sansekerta yang digunakan dalam karya sastra (susastra Hindu) seperti Itihasa (Ramayana dan Mahabharata), Purana (18 Mahapurana dan 18 Upapurana), Smrti (kitab-kitab Dharmasastra), kitab-kitab Agama (Tantra), dan Darsana yang berkembang sesudah Weda.

3)   Bahasa Sansekerta Campuran (Hybrida Sanskrit) dan untuk di Indonesia oleh para ahli menamai sansekerta kepulauan (Archipelago Sanskrit). Baik sansekerta campuran maupun sansekerta kepulauan keduanya ini tidak murni menggunakan kosa kata atau tata bahasa Sansekerta sebagaimana yang digunakan dalam kedua kelompok sebelumnya (Sansekerta Weda dan Sansekerta Klasik). Contoh sansekerta campuran dapat dijumpai di India terutama pada masyarakat yang tidak menggunakan bahasa sansekerta (kini menjadi bahasa Hindi) seperti di India Timur atau Selatan, sedangkan di Indonesia dapat kita lihat dari Sruti, Stava atau Puja yang digunakan oleh para pandita di Bali.

2.3       Umur Kitab Suci Weda

Umat Hindu meyakini bahwa Weda itu tidak berawal dan tidak berakhir dalam pengertian waktu. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum itu atau tidak ada sesuatu yang lebih awal dari Weda. Weda berarti sudah ada sebelum pengertian waktu itu ada. Dalam hal ini Weda telah ada saat Brahman ada, yaitu sebelum alam semesta ini diciptakan. Brhadaranyaka Upanisad menyatakan:

“Sa yathardraidhagner abhyahitat prtag viniscaranti, evam va are symahato bhuttasya nihsvasitam eta dyad rgvedo yayur Wedah samavedo ‘tharvangirasa itihasah puran avidya upanisadah slokah sutrany anuvyakhyani vyakhyani asyaivaiatani sarvani nihsvasitani”

Artinya :

(seperti juga sinar api yang dihidupkan dengan minyak campur air, berbagai asap  akan keluar dan menyebar, begitu juga Rg Weda, Yajur Weda, samaWeda, AtharvaWeda (Atharvangirasa), Itihasa, Purana dan ilmu pengetahuan, Upanisad, sloka, sutra (aphorisme), penjelasan, komentar-komentar. Daripada-Nya semuanya dinafaskan)

Brhadaranyaka Upanisad II.4.20.

Bebagai pendapat ditemukan dalam dunia penelitian yaitu mengenai kapan wahyu Tuhan tersebut diturunkan. Hal ini banyak mengundang pendapat baik dari sarjana Barat maupun para sarjana Timur. Pada mulanya Weda diterima secara lisan dan disampaikan pula secara lisan, karena mengingat pada saat Weda itu diturunkan belum dikenal tentang tulisan. Setelah manusia mengenal tulisan barulah wahyu tersebut di paparkan dalam bentuk mantra-mantra oleh Maharsi Wyasa atau Krsnadwipayana, beliau menyusun atau menuliskan kembali ajaran Weda tersebut kedalam empat himpunan (Samhita) yang dibantu oleh empat orang siswanya. Banyak sekali para ahli yang berpendapat tentang kapan Weda diturunkan, diantaranya yaitu:

1)   Vidyaranya mengatakan sekitar 15.000 tahun Sebelum Masehi.

2)   Lokamanya Tilak Shastri menyatakan 6000 tahun Sebelum Masehi.

3)   Bal Gangadhar Tilak menyatakan 4.000 tahun Sebelum Masehi.

4)   Dr. Haug memperkirakan tahun 2.400 tahun Sebelum Masehi.

5)   Max Muller menyatakan sekitar 1.200-800 tahun Sebelum Masehi.

6)   Heina Gelderen memperkirakan 1.150-1.000 tahun Sebelum Masehi.

7)   Sylvain Levy memperkirakan 1000 tahun Sebelum Masehi.

8)   Stutterhein memperkirakan 1000-500 tahun Sebelum Masehi.

Demikian pendapat para sarjana memperkirakan mengenai masa turunnya wahyu Weda yang sudah sangat tua dan sampai saat ini ajaran Weda masih relevan menjadi sumber ajaran agama Hindu dan senantiasa menjadi pegangan bagi umat Hindu.

2.4  Sapta Rsi Penerima Wahyu Weda

Sepintas telah dijelaskan tentang para Rsi menerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa yang kemudian terhimpun dalam kitab suci Weda. Dalam agama Hindu orang-orang suci penerima wahyu disebut Rsi atau Maha Rsi, kata ini berarti yang memandang, melihat atau yang memperoleh wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Dalam perkembanganya kita jumpai berbagai sebutan terhadap orang-orang suci antara lain : Muni, Sadhu, Swami, Yogi, Sannyasi, Acarya, Upadhyaya dan lain-lain dan di Indonesia pada zaman dahulu kita mengenal istilah Mpu atau Bhujangga, kini para Pandita dari golongan Vaisnava di Bali disebut pula dengan Rsi. Untuk membedakan Rsi penerima wahyu Weda dengan Rsi para pandita dewasa ini, maka untuk yang pertama disebut Maharsi atau kadangkala dapat disebut Rsi. Maharsi ini dapat disebut sebagai nabi bagi umat Hindu dan jumlahnya tidaklah seorang, melainkan cukup banyak.

Seorang Maharsi adalah tokoh pemikir dan pemimpin agama, ia juga seorang ”Jnanin”, filosuf dan pejuang dalam bidang agama. Ia rendah hati dan tahan uji, ia memiliki pandangan yang luas dan mampu menatap masa depan, mampu mengendalikan indrianya, suka melakukan tapa, brata, yoga, samadhi, karena itu ia senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai pemimpin agama ia adalah pengayom yang memberikan keteduhan dan kesejukan kepada siapa saja yang datang untuk memohon bimbingannya.

Dengan sifat-sifat tersebut di atas, seorang Rsi adalah seorang rohaniawan, agamawan dan sekaligus seorang pemimpin dalam bidang agama. Di dalam kitab-kitab Purana kita jumpai pengelompokkan Rsi ke dalam 3 katagori, yaitu :

  1. DevaRsi,
  2. BrahmaRsi,
  3. RajaRsi.

Dengan adanya Rsi ke dalam tiga kelompok itu, secara tidak langsung kita mengetahui bahwa tidak semua Rsi berstatus sebagai penerima wahyu Tuhan. Hindu berpandangan bahwa dengan banyaknya Rsi itu umat mendapatkan teladan, figur dan penampilannya menjadi panutan, wejangan-wejangannya memberikan kesejukan hati dan kebahagiaan yang tiada taranya, misalnya karya Maharsi Wyasa yang memadukan unsur sejarah dan mitologi dalam karya besarnya Mahabharata dan kitab-kitab Purana.

Menurut kitab-kitab Purana maupun Manavadharmasastra, nama-nama SaptaRsi dikaitkan dengan jangka waktu tertentu. Satu jangka waktu atau Yuga manusia dibimbing oleh adanya Sapta Rsi disamping Rsi-Rsi lainnya. SaptaRsi atau Sapta Maharsi ini merupakan pengembala utama umat manusia dan penerima wahyu Tuhan Yang Maha Esa. Adapun SaptaRsi dan keluarga (Gotra) dari Sapta (Maha) Rsi, yang paling banyak disebut adalah: Grtsamada, Visvamitra, Vamadeva, Atri, Bharadvaja, Vasistha dan Kanva. Untuk mengenal lebih jauh tentang masing-masing dari para Rsi itu serta kaitannya dengan turunnya Weda dapat dijelaskan hal-hal penting sebagai berikut:

Maharsi Grtsamada adalah Maharsi yang banyak dihubungkan dengan turunnya mantra-mantra Weda, terutama Rg Weda mandala II. Dari beberapa catatan diketahui bahwa Grtsamada adalah keturunan dari Sunahotra, keluarga Angira, adapula penjelasan lain yang menyatakan bahwa Grtsamada adalah keturunan Bhrgu. Dengan demikian sejarahnya tidak diketahui dengan pasti, sedang di dalam Mahabharata, ia disebutkan keturunan Maharsi Sonaka dan  dinyatakan sebagai keturunan Bharadvaja.

Maharsi Visvamitra adalah Maharsi kedua yang banyak disebut-sebut namanya dan dikaitkan dengan seluruh Rg Weda mandala III. Kitab mandala III Rg Weda ini terdiri dari 58 Sukta. Setelah diadakan penelitian, ternyata tidak semua Sukta itu dikaitkan dengan nama Visvamitra karena diantara mantra-mantra itu ada menyebutkan Maharsi lainnya, seperti Kusika, Isiratha dan lain-lain. Visvamitra adalah putra Rsi Musika. Disamping itu dijumpai pula nama Rsi Jamadagni sebagai Maharsi yang dikaitkan dengan mandala III Rg Weda.

Maharsi Vamadeva banyak dihubungkan dengan kitab Rg Weda mandala IV. Di dalam kitab-kitab Purana diceritakan bahwa Vamadeva sempat mengadakan dialog dengan deva Indra dan Aditi, suatu hal yang tidak dapat dibayangkan oleh pikiran kita, kecuali kita memberikan penafsiran bahwa maksudnya adalah untuk menjelaskan bahwa Vamadeva memperoleh kesempurnaan selagi beliau masih muda. Maharsi Vamadeva disebut memberikan petunjuk untuk mencapai kesempurnaan sejati.

Maharsi Atri pada umumnya banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra Rg Weda mandala V. Di dalam Matsya Purana, nama Atri tidak saja sebagai nama keluarga, tetapi juga sebagai nama pribadi. Dinyatakan bahwa dalam keluarga Atri yang tergolong Brahmana dijumpai pula beberapa nama dari keluarga Atri seperti : Saryana, Udvalaka, Sona, Sukratu, Gauragriva dan lain-lain. Dalam cerita lainnya dikemukakan pula informasi bahwa Maharsi Atri banyak dikaitkan dengan keluarga Angira. Bila kita baca dengan teliti Rg Weda mandala V, tampaknya tidak hanya Maharsi Atri yang menerima wahyu untuk mandala ini, tetapi juga Druva, Prabhuvasu, Samvarana, Gauraviti, Putra Sakti dan lain-lain. Dikemukakan pula bahwa di antara keluarga Atri, 36 Rsi tergolong penerima wahyu. Kemungkinan nama-nama itu adalah keturunan dari Maharsi Atri.

Rsi Bharadvaja adalah Maharsi yang banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra dari Rg. Weda Mandala VI, kecuali ada beberapa saja yang diturunkan melalui Sahotra dan Sarahotra. Adapun nama-nama lain, seperti Nara, Gargajisva adalah nama Rsi penerima wahyu dari keluarga Bharadvaja. Di dalam kitab-kitab Purana dijelaskan bahwa Bharadvaja adalah putra Brihaspati, cerita ini belum dapat dipastikan kebenarannya karena disamping keterangan lain yang mengatakan bahwa Samyu dengan Bharadvaja masih dalam satu keluarga.

Nama Vasistha sering digunakan sebagai nama keluarga kadang kala sebagai nama pribadi. Rsi Vasistha banyak dikaitkan dengan turunnya mantra-mantra Rg Weda mandala VII. Salah seorang keturunan Rsi Vasistha adalah Rsi Sakti yang juga terkenal sebagai penerima wahyu. Di dalam kitab Mahabharata nama Vasistha disamakan dengan Visvamitra. Di dalam kitab Matsya Purana, dinyatakan bahwa Rsi Vasistha mengawini Arundhati, saudara perempuan Devarsi Narada. Dari padanya lahir seorang putra bernama Sakti.

Maharsi Kanva merupakan Maharsi penerima wahyu dan banyak dikaitkan dengan Rg Weda mandala VIII. Mandala ini isinya bermacam-macam Sukta. Kanva adalah nama pribadi dan juga nama keluarga. Mandala VIII dinyatakan diterima oleh keluarga Sakuntala. Disamping Rsi Kanva terdapat pula nama-nama Rsi lainnya seperti Kasyapa, putra Marici. Maharsi Kanva mempunyai putra bernama Praskanva. Nama-nama Rsi yang lain yang juga dapat dijumpai dalam mandala VIII adalah: Gosukti, Asvasukti, Pustigu, Bhrgu, Manu, Vaivasvata, Niopatithi dan sebagainya. Adapun mandala IX dan X Rg Weda merupakan mandala yang paling lengkap. Mandala ini memuat pokok-pokok ajaran agama Hindu yang sangat penting dan sangat bermanfaat untuk diketahui.

Disamping nama-nama Rsi sebagai telah dikemukakan diatas, tampaknya penggunaan Rsi itu telah cukup merasuk sampai ke Bali. Dalam mempelajari perkembangan agama Hindu didaerah ini, kita jumpai pula tokoh-tokoh yang juga disebut Saptarsi yang bertanggung jawab terhadap perkembangan agama Hindu.

Disamping Sapta Rsi tersebut diatas masih banyak lagi Maha Rsi lain sebagian penerima Wahyu atau pawisik yang berjasa dalam mengelompokkan Weda serta berjasa menyusun dalam penulisan Kitab Suci Weda. Dalam tradisi Hindu disebutkan bahwa Maha Rsi terbesar yang sangat banyak jasanya dalam mengkodifikasikan atau menghimpun Weda adalah Bhagawan Wyasa, dimana beliau dibantu oleh empat orang siswanya atau muridnya yaitu :

  1. Maha Rsi Pulana yang juga disebut Paila, sebagai penyusun Reg Weda
  2. Maha Rsi Waisampayana sebagai penyusun Yajur Weda
  3. Maha Rsi Jaimini sebagai penyusun Sama Weda
  4. Maha Rsi Sumantu sebagai penyusun Atharwa Weda

Keempat Weda tersebut diatas disebut Catur Weda Samhita. Disamping menghimpun Catur Weda Samhita tersebut, Maha Rsi Wyasa juga sebagai penyusun kitab Mahabharata, Purana, Bhagawadgita, dan Brahmasutra. Maha Rsi Wyasa dikenal pula dengan nama Kresna Dwipayana Wyasa, Bhagawan Wyasa dan Wyasadewa.

2.5     Pembagian dan Isi Veda

Kitab Weda merupakan naskah suci pokok dari agama hindu. Weda adalah pengetahuan suci yang sangat luar biasa. Weda diterima melalui Maha Rsi bukan orang biasa maka kebenaran Weda adalah mutlak tidak dapat diragukan lagi. Berdasarkan materi dan luas ruang lingkup isinya, jenis buku Weda itu banyak jumlahnya. Weda mencakup berbagai aspek kehidupan yang menyangkut manusia. Maha Rsi Manu membagi jenis Weda kedalam dua kelompok besar, yaitu Weda Sruti dan Weda Smrti.

1). Weda Sruti

Weda Sruti adalah kelompok Weda yang ditulis oleh para Maha Rsi melalui pendengaran langsung dari wahyu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kelompok Weda Sruti menurut Bhagawan Manu merupakan Weda yang sebenarnya atau weda orisinil. Menurut sifat isinya, weda sruti dibagi menjadi tiga bagian antara lain :

  1. Bagian mantra (Mantra Samhita)

Kitab Mantra atau Mantra Samhita umurnya sangat tua dan merupakan dokumen umat manusia tertulis yang tertua dan masih ada sampai sekarang. Kitab ini ditulis dalam bentuk syair atau prosa liris, bahasanya bahasa Sansekerta Weda (Wedic Sanskrit). Syair-syair tersebut terkumpul dalam empat himpunan mantra yang masing-masing disebut samhita. Keempat samhita tersebut disebut Catur Weda Samhita yang terdiri dari :

  1. Rg. Weda atau Rg. Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran-ajaran umum dalam bentuk pujaan (Rc atau Rcas) Arc = memuja. Rg. weda terdiri dari 10.552 mantra, isinya syair-syair pujaaan. Kitab ini merupakan Weda yang tertua dan yang terpenting, isinya terdiri dari 10 mandala. Dan mandala yang ke-10 adalah mandala yang terpenting karena menunjukkan kebenaran yang mutlak.
  2. Sama Weda atau Sama Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat ajaran umum mengenai lagu-lagu pujaan atau saman yang dinyanyikan waktu upacara. Sama Weda terdiri dari 1.875 mantra. Kata sama berarti irama atau melodi.
  3. Yajur Weda atau Yajur Weda Samhita merupakan kumpulan mantra-mantra yang memuat doa-doa pujaan atau pokok-pokok yadnya, yang terdiri dari 1.975 mantra. Pendeta penyajinya disebut Adwaryu. Yajur Weda terdiri dari mantra-mantra yang sebagian besar berasal dari Rg. Weda, ditambah dengan beberapa mantra tambahan baru. Tambahan ini umumnya berbentuk prosa.
  4. Atharwa Weda atau Atharwa Weda Samhita terdiri dari 5.987 mantra. Diantara mantra-mantra itu banyak yang berbentuk prosa. Isinya adalah tuntunan hidup sehari-hari yang berhubungan dengan hidup keduniawian. Banyak mantranya bersifat magis (Atharwan). Pendeta penyajianya disebut Brahmana. Kitab ini terdiri dari Resensi Saunaka dan Paipplada.

Dari keempat kelompok Weda itu, tiga kelompok pertama sering disebut sebagai mantra yang berdiri sendiri. Oleh karena itu disebut Trayi weda atau Tri Weda.

  1. Bagian Brahmana (Karma Kanda)

Kitab-Kitab Brahmana memuat ajaran tentang kewajiban-kewajiban hidup beragama. Kewajiban-kewajiban ini antara lain kewajiban untuk melakukan upacara korban atau yadnya. Setiap Kitab Suci Weda memilki kitab Brahmananya sendiri-sendiri. Kitab Reg Weda memiliki dua buah kitab Brahmana yaitu: Aetareya Brahmana dan Kausitaki Brahmana yang juga disebut Sankhyana Brahmana. Kitab yang pertama terbagi atas 40 bab, sedangkan kitab yang kedua terdiri dari 30 bab. Kitab Sama Weda memiliki beberapa kitab brahmana yaitu: Tandya Brahmana (Panca Wirusa), Sadwirusa Brahmana, Adbhuta Brahmana. Kitab Yajur Weda memiliki dua kitab brahmana yaitu: Taittiriya Brahmana (milik Sukla Yajur Weda). Kitab Atharwa Weda memiliki kitab Gopatha Brahmana.

  1. Bagian Upanisad/Aranyaka (Jnana Kanda)

Kata Upanisad berarti duduk dibawah dekat seorang guru untuk menerima ajaran-ajaran yang bersifat rahasia. Pokok ajaran Upanisad berkisar pada dua asas yaitu Brahman dan Atman.Brahman adalah asas alam semesta, dan Atma adalah asas manusia. Upanisad-upanisad yang dipandang paling penting, yaitu: Isa Upanisad, Kena Upanisad, Katha upanisad, Aetareya Upanisad, Taiitiriya Upanisad, Kausitaki Upanisad dan Swetaswatara Upanisad.

Kitab Aranyaka merupakan kelanjutan dari kitab Brahmana. Kitab ini merupakan pedoman bagi orang yang sudah melaksanakan Wanasprasta. Kitab ini isinya interpretasi upacara-upacara keagamaan. Kitab ini disebut rahasya Jnana karena isinya bersifat rahasia. Kitab-kitab  Aranyaka yaitu: Aetareya Aranyaka (milik Reg Weda). Tandra Aranyaka (Milik Sama Weda), Satapatha Aranyaka (milik Atharwa Weda).

2). Weda Smrti

Kitab Weda Smrti adalah kitab yang ditulis berdasarkan ingatan yang bersumber kepada Weda Sruti. Kitab ini dianggap sebagai kitab Hukum Hindu yang didalamnya memuat tentang sariat Hindu yang disebut Dharma. Kerena itu Kitab Smrti ini dinyatakan sebagai Kitab Dharmasastra. Dharma berarti hukum dan Sastra berarti ilmu.

Bila kita mempelajari secara keseluruhan mantra-mantra Weda (Catur Weda) termasuk pula kitab-kitab Mantra, Brahmana, Aranyaka/Upanisad, maka pada garis besarnya ajaran Weda dapat dikelompokkan kedalam 4 kelompok isi, yang masing-masing dapat dikembangkan lagi sebagai pengetahuan, yaitu sebagai berikut :

  1. Kelompok yang membahas Vijnana, yaitu kelompok mantra yang membahas bermacam aspek pengetahuan, baik pengetahuan alam sebagai ciptaanNya, termasuk pula teologi, kosmologi dan lain-lain yang bersifat metaphisik. Kata vidjnana berarti kebijaksanaan tertinggi (realization of knowlegde). Intinya mungkit sangat singkat atau pendek, kadangkala sangat sulit untuk memahami apa yang terkandung di balik mantra atau sangat sulit untuk memahami apa yang terkandung dibalik mantra atau ungkapan melalui mantra-mantra itu. Demikian pula penggunaannya terlebih lagi digunakan dalam rangkaian doa atau stava, sehingga hal itu kadang-kadang kita anggap hal yang biasa dan bukan merupakan pengetahuan yang disebut vidjnana. Ini akan bertambah jelas setelah kita membaca Yajur weda, bahwa weda berisikan berbagai pengetahuan yang diperlukan oleh manusia guna meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Yang paling menonjol dalam aspek vidjnana ini adalah aspek yang memberi keterangan dasar pandangan filsafat dan methapisika berdasarkan weda.
  2. Kelompok yang membahas aspek Karma, yaitu kelompok mantra mengenai aspek atau jenis Karma atau Yajna sebagai dasar atau cara dalam mencapai tujuan hidup manusia. Pembahasan secara mendalam mengenai hal ini kemudian dikembangkan didalam kitab-kitab Kalpasutra sebagai pengembangan lebih jauh kitab-kitab Brahmana.
  3. Kelompok yang membahas Upasana, yaitu kelompok mantra yang membahas segala aspek yang ada kaitannya dengan petunjuk dan cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kata Upasana berarti usaha mendekatkan diri dengan sthana Sang Hyang Widhi. Kelompok mantra ini menjadi dasar berkembangnya sistem atau ajaran yoga.
  4. Kelompok yang membahas aspek Jnana, yaitu kelompok mantra yang membahas segala aspek pengetahuan secara umum sebagai ilmu murni. Dalam hubungan ini perlu dikemukakan bahwa kita tidak mendapatkan gambaran secara lengkap bagaimana ilmu itu, kecuali hukum-hukum tertentu yang kemudian kalau kita kembangkan akan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, sebagai contoh Vaidikaganitam, Ayurweda dan sebagainya. Ayurweda ini sudah lama dikembangkan dalam perguruan modern (Ayurvedic collage) sebagai bidang yang berdiri sendiri, berdampingan dengan sistem pengobatan modern. Ini berarti di dalam weda terdapat pengetahuan atau ilmu murni yang bisa dikembangkan lagi.

Setelah diketahui bahwa isi Weda dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok isi, dapat pula disederhakanan menjadi 2 aspek, yaitu ajaran yang mengandung aspek Karmakanda, yakni yang menyangkut ajaran karma, yajna dan upanisad dapat dijumpai dalam kitab-kitab Samhita, Brahmana, dan Aranyaka, sedang aspek lainnya adalah Jnanakanda, yang dapat dijumpai dalam Samhita, Aranyaka da Upanisad. Selanjutnya tentang isi Weda dapat pula dianalisis dengan menggunakan  dasar-dasar pendekatan sesuai kitab Bhagavadgita, yakni mengelompokkan isi Weda dalam 5 topik, sebagai berikut :

  1. Yang mengandung ajaran Bhakti atau Bhaktiyoga
  2. Yang mengandung ajaran Karma atau Karmayoga
  3. Yang mengandung ajaran Jnana atau Jnanayoga
  4. Yang mengandung ajaran Rajayoga
  5. Yang mengandung ajaran Vibhutiyoga atau ajaran yang bersifat mistis.

Mengingat mantra-mantra weda sulit dipahami dan mungkin kurang menarik minat bagi umat yang awam dibidang kerohanian, para Rsi menyusun kitab-kitab sastra sebagai alat bantu memahami ajaran tersebut. Tentang hal ini, Maharsi yang juga Adikawi Walmiki menyatakan dalam karya agung beliau Ramayana, bahwa disusunnya cerita seperti Mahabharata dan Ramayana sebagai sarana untuk lebih memudahkan umat memahami kitab suci Weda.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Di dalam Veda banyak terdapat  ajaran-ajaran yang penting untuk diipelajari terutama oleh umat beragama Hindu. Banyak hal tentang kitab suci agama hindu yang terkandung di dalam penjelasan Veda kali ini.

Pendidikan menurut kitab suci Veda meliputi tugas dan kewajiban guru mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan , seharusnya setiap orang mampu menjadi guru atau berfungsi sebagai guru, memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada yang tidak tahu, memajukan pengetahuan dan keterampilan, memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk bagi anak didik.

Baca Juga :

Sudarsana, I. Ketut. “Pengembangan Model Pelatihan Upakara Berbasis Nilai Pendidikan Agama Hindu Untuk Meningkatkan Perilaku Kewirausahaan: Studi pada Remaja Putus Sekolah di Kelurahan Peguyangan Kota Denpasar.” (2014).