Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Wujud Domba Dolly yang merupakan domba hasil kloning. (Flickr)

Nationalgeographic.co.id—Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah kloning, bisa dari film, bisa juga dari buku. Kloning atau pengklonaan, dalam biologi, berarti proses menghasilkan individu dari jenis yang sama secara genetik. Praktik kloning sudah dilakukan sebelumnya pada domba ternak. Kali ini, kloning juga ingin dilakukan dalam bidang konservasi.

Domba ternak yang berhasil dikloning bernama Dolly. Domba Dolly berhasil hidup pada 1996 di The Roslin Institute, Skotlandia. Ia terlahir hampir identik secara genetik. Melansir dari The New York Times, Dolly dibesarkan dengan kambing jantan Gunung Welsh dan memiliki enam orang anak. Pada usia 6,5 tahun ia menderita penyakit paru-paru. Dokter pun mengistirahatkan Dolly. Domba Dolly meninggal pada 2012.

Domba hasil kloning yang berusia tujuh sampai sembilan tahun, sama dengan manusia yang berumur 60 tahun. Kloning tidak akan benar-benar aman sampai embrio bertahan pada tingkat yang sama, dengan yang dihasilkan melalui konsepsi alami atau fertilisasi in vitro. Meski begitu, masalah kesejahteraan dan etika akan tetap ada.

Baca Juga: Mengenang Kelahiran Domba Dolly, Kesuksesan Pertama Kloning Mamalia

Hewan yang dikloning nantinya akan menjadi hibrida dari hewan masa lalu dan masa kini. Melansir dari The Sydney Morning Herald, “Ada cara untuk menghidupkan kembali binatang yang 100 persen sudah punah,” kata Michael Archer, seorang ahli paleontologi, ”Dan itu adalah kloning.” Tentu saja, untuk pengklonaaan hewan, sel yang digunakan harus tetap utuh, atau "hidup" dalam artian tertentu.

“Menghidupkan kembali beberapa spesies dapat membantu memerangi efek pemanasan global,” ujar George Church, seorang ahli genetika terkenal dari Harvard University. Banyak yang berpikir bahwa menghidupkan mamut dapat memperlambat perubahan iklim.

Diketahui bahwa padang rumput dapat menyerap lebih banyak karbon daripada hutan. Mamut dapat merobohkan pepohonan dan menciptakan tundra sambil ia berjalan. Kaki mereka pun saat minginjak-injak salju, dapat membuat lapisan es lebih dingin, sehingga memperlambat lapisan es di Kutub mencair.

Baca Juga: Menghidupkan Kembali Mammoth, Ilmuan: Hal Tersebut Mungkin Terjadi

Pada 2003, para ilmuwan di Spanyol mengkloning kambing gunung yang telah punah. Kambing ini dikenal sebagai Ibex Pyrenean dari genom spesies terakhirnya, kambing Celia. Kloning dilakukan dengan mengambil telur pada inang hewan dari spesies yang sama. Lalu DNA pada telur tersebut, diganti dengan hewan yang akan dihidupkan, seperti kambing Ibex dan Celia.

Kemudian berikanlah sentakan listrik untuk menggabungkan sel telur dan nukleus. Maka telur baru tersebut akan tertanam pada induk kambing pengganti. Jika semuanya berjalan sesuai rencana, bayinya akan lahir. Namun dalam kasus Ibex, ia terlahir, tetapi hanya dapat hidup sepuluh menit. Ia terlahir dengan paru-paru yang tidak sempurna. 


Page 2

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Wujud Domba Dolly yang merupakan domba hasil kloning. (Flickr)

Archer berharap akan ada akhir yang lebih bahagia untuk katak perut, spesies Australia yang sedang dia kloning. Katak ini pertama kali menarik perhatian peneliti medis, karena kemampuannya yang aneh untuk mengubah perutnya menjadi rahim, lalu mengeluarkan bayinya lewat mulut. “Di alam ini, tidak ada yang dapat melakukan hal itu,” kata Archer.

Baca Juga: Inovasi Penelitian Genetik dari Kloning Musang Berkaki Hitam di AS

Katak perut sudah punah, ia hilang sejak pertengahan 1980-an. Kemudian pada 2013, tim Archer menemukan DNA katak tersebut. Mereka mulai menanamkan DNA-nya pada telur induk katak lain, lalu mengamati bahwa embrio-nya mulai berkembang. “Namun, tiba-tiba berhenti begitu saja,” kata Archer. Tim percaya bahwa masalahnya bukan terletak pada DNA, tetapi pada teknik mereka untuk mengkloning amfibi.

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Bayi musang berkaki hitam bernama Elizabeth Ann lahir dengan selamat. (The Sydney Morning Herald)

Sekelompok ilmuwan bernama “The de-extinction club” dapat memanfaatkan rekayasa genetika dan melakukan kloning. Pada akhir 2020, Ben Novak yang merupakan bagian dari The de-extinction club, bekerja sama dengan US Fish and Wildlife Service untuk mengkloning musang berkaki hitam yang sedang terancam punah.

Klona tersebut bernama Elizabeth Ann, sampai kini sudah hidup selama enam bulan dan dalam keadaan sehat. Ia suka merobek kantong kertas dan menggonggong kepada siapa pun yang memasuki ruang pribadinya. Elizabeth Ann juga memiliki "variasi genetik yang tiga kali lebih banyak di tubuh kecilnya, daripada musang (berkaki hitam) lainnya di planet ini," kata Novak.

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat
Lihat Foto

PIXABAY

Ilustrasi kloning

KOMPAS.com - Pernahkah kamu menonton film tentang kloning? Di mana seseorang memiliki klonnya sendiri yang sangat mirip dari mulai fisik hingga perilakunya.

Atau mungkin kamu menonton film Jurassic Park yang menceritakan DNA dinosaurus yang ditemukan di kloning sehingga menjadi bayi dinosaurus yang bisa tumbuh dan berkembang menjadi besar.

Lalu apakah yang dimaksud dengan kloning? Dilansir dari National Human Genome Research Institute, kloning adalah suatu proses untuk menghasilkan salinan genetik yang identik dari suatu entitas biologi.

Hal ini berarti suatu makhluk bisa dibuat klonnya dengan cara menyalin susunan DNA yang sama persis dengan makhluk tersebut.

Tahukah kamu bahwa kloning terjadi secara alami dari jaman dahulu hingga sekarang. Kloning yang terjadi secara alami terjadi pada organisme aseksual, misalnya bakteri. Bakteri memperbanyak diri dengan cara membelah diri.

Baca juga: Replikasi DNA: Teori-Teori Cara Duplikasi DNA

Bakteri menyalin susunan materi genetiknya dengan sama persis dan membelahnya sehingga bisa menjadi bakteri baru yang identik. Inilah mengapa bakteri selalu terlihat sama tidak seperti manusia yang berbeda walaupun dari ayah dan ibu yang sama.

Dilansir dari Medline Plus, ada tiga jenis kloning yaitu kloning gen, kloning reproduksi, dan kloning terapeutik. Kloning gen dilakukan untuk menyalin suatu gen untuk mendapatkan sifat unggul tertentu dari suatu spesies.

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat

Kloning pada hewan menyusui merupakan rekayasa genetika yang dilakukan pada tingkat
Lihat Foto

shutterstock.com/ John Chadwick

Domba dolly hasil kloning di Roslin Institute

Kloning reproduksi dilakukan untuk menghasilkan klon yang sama persis dengan induknya. Salah satu kloning reproduksi yang paling terkenal adalah kloning domba dolly. Domba dolly berhasil dikloning stelah 276 kali percobaan yang gagal.

Kloning terapeutik adalah proses kloning untuk menghasilkan sel induk embrionik. Kloning terapeutik dilakukan untuk membuat organ donor untuk pasien dengan meminimalkan penolakan organ donor oleh tubuh pasien.

Lalu bagaimanakah kloning pada manusia? Kloning pada manusia hingga saat ini dianggap menyalahi kode etik dan sulit dilakukan secara teknis.

Dilansir dari National Human Genome Research Institute, manusia dan primata lebih sulit di kloning jika dibandingkan dengan mamalia lain.

Hal ini dikarenakan gelendong protein melekat dekat dengan inti sel. Sehingga saat inti sel diangkat, gelendong protein akan ikut hancur dan menganggu proses pembelahan sel.

Proses pembelahan sel yang terganggu atau tidak terjadi akan menyebabkan klon tidak bisa bertahan hidup dan kemudian mati.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Kloning adalah proses menciptakan “salinan” identik makhluk hidup. Di penjuru dunia sudah banyak eksperimen kloning yang berhasil terjadi, mulai dari kloning domba “Dolly” di Skotlandia hingga monyet di Tiongkok. Ketika membawanya dalam konteks kloning manusia, tentu tidak sesederhana itu.

08 Sep 2020|Azelia Trifiana

Ditinjau olehdr. Anandika Pawitri

Kloning manusia masih merupakan hal yang tabu

Kloning adalah proses menciptakan “salinan” identik makhluk hidup. Di penjuru dunia sudah banyak eksperimen kloning yang berhasil terjadi, mulai dari kloning domba “Dolly” di Skotlandia hingga monyet di Tiongkok. Ketika membawanya dalam konteks kloning manusia, tentu tidak sesederhana itu.Para peneliti umumnya menggunakan metode somatic cell nuclear transfer atau SCNT saat melakukan kloning. Keberhasilan kloning primata Zhong Zhong dan Hua Hua di Shanghai disebut membawa angin segar untuk kloning manusia. Setidaknya, ini menjadi titik riset lebih mendalam tentang penyakit otak seperti Alzheimer dan Parkinson pada manusia.

Mungkinkah kloning manusia terwujud?

Tak berlebihan jika kloning Zhong Zhong dan Hua Hua, dua monyet asal Shanghai dianggap sebagai satu langkah lebih dekat menuju kloning manusia. Setidaknya, monyet sangat mirip dengan manusia jika dibandingkan dengan mamalia lainnya.Meski demikian, ada satu tirai gelap yang membayangi rencana seputar kloning manusia, yaitu dari segi etika. Pertanyaan utamanya bukan lagi bisakah kloning manusia terwujud, namun lebih kepada pantaskah kloning manusia dilakukan?Bahkan, keberhasilan Zhong Zhong dan Hua Hua di sebuah laboratorium di Shanghai pun bukannya tanpa kegagalan. Tak terhitung berapa kali proses surogasi, kehamilan, hingga sel telur yang gagal dikembangkan dalam upaya kloning ini.Jika dirunut, ada 63 induk pengganti (surogasi), 30 kehamilan, dan 4 persalinan hingga akhirnya Zhong Zhong dan Hua Hua terlahir dengan sehat. Dua monyet lain yang terlahir lewat prosedur yang sama hanya bisa bertahan hingga dua hari di dunia.Rangkaian kegagalan ini tak mungkin diterapkan pada manusia, baik secara etika maupun keilmuan.

Risiko dari kloning manusia

Agar lebih logis, tentu pertimbangan risiko juga perlu dimasukkan dalam hitungan. Kloning manusia bisa menyebabkan masalah kesehatan, di antaranya:Sama seperti prosedur bayi tabung atau in vitro vertilization, proses utama kloning adalah menggabungkan sel telur dengan mekanisme tertentu. Ada risiko masalah kesehatan yang bisa dialami perempuan yang meminjamkan rahim (surogasi) mulai dari proses mengandung hingga persalinan.Banyak peneliti yang mengakui bahwa kloning adalah prosedur yang tidak etis. Jika pada binatang saja dianggap tidak etis, apalagi jika diterapkan pada manusia. Secara medis, prosedur kloning bisa menyebabkan rasa tidak nyaman hingga trauma mental dan fisik pada binatang. Tidak menutup kemungkinan, manusia bisa mengalami hal yang sama.Sangat ada kemungkinan terjadi anomali pertumbuhan ketika melakukan kloning. Pada binatang, ada yang disebut large offspring syndrome, bisa berupa cacat bawaan lahir atau embrio yang tumbuh terlalu besar saat dalam kandungan.Pada akhirnya, hal ini bisa berpengaruh terhadap kualitas dan masa hidup subjek hasil kloning. Tentu tak ada yang ingin hal ini terjadi, baik pada binatang maupun manusia.Anggaplah ada klaim bahwa masalah kegagalan organ dalam prosedur kloning manusia dapat teratasi dengan perkembangan teknologi di masa depan. Namun tetap saja, secara etika hal ini tidak dapat dibenarkan.Selain itu, gen seseorang memang bisa dikloning, namun tidak individunya. Hanya aspek anatomi dan fisiologi saja yang bisa disalin, namun karakter hingga sifatnya tidak akan 100% sama.

Baca Juga

Sekilas Tampak Seperti Lebam, Kenali Penyakit Langka OchronosisIni 12 Manfaat Makan Ikan yang Menyehatkan bagi Tubuh6 Manfaat Daun Eucalyptus yang MenarikBukan sekali dua kali ada usulan atau rencana untuk melakukan kloning manusia. Contohnya melakukan kloning individu yang berprestasi entah itu di bidang musik, olahraga, sains, politik, dan banyak lagi. Namun tetap saja, kloning manusia adalah hal yang bertentangan dengan etika.Itu baru soal etika, belum lagi aspek lain yang lebih beragam seperti pertimbangan secara religius hingga keilmuan. Terlalu sembrono rasanya jika harus melewati berbagai kegagalan dan risiko kecacatan hanya demi kloning manusia.Jika secara alami manusia bisa memiliki keturunan dan memperkaya ragam populasi, mengapa harus menjadikannya eksperimen lewat kloning?

hidup sehat

Healthline. https://www.healthline.com/health-news/research-for-human-cloning#1
Diakses pada 24 Agustus 2020
FDA. https://www.fda.gov/animal-veterinary/animal-cloning/myths-about-cloning#Myth7
Diakses pada 24 Agustus 2020
PNAS. https://www.pnas.org/content/112/29/8879
Diakses pada 24 Agustus 2020
Cell Press Journal. https://www.cell.com/cell/fulltext/S0092-8674(18)30057-6
Diakses pada 24 Agustus 2020

Dalam sehari, berapa lama waktu yang Anda luangkan untuk berjalan tanpa alas kaki? Terkadang, tidak sama sekali karena situasi yang tidak memungkinkan. Padahal, ada banyak manfaat berjalan tanpa alas kaki, salah satunya bisa berjalan sesuai dengan pola alami kaki tanpa dibantu sandal atau sepatu yang telah didesain khusus.

15 Agu 2020|Azelia Trifiana

Agar tidak mengalami dehidrasi dan tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik, Anda wajib cukup minum yang memenuhi kebutuhan air minum per orang per hari.

13 Feb 2020|Marco Anthony

Sudah tahu manfaat selai kacang untuk kesehatan? Selai kacang bermanfaat untuk menurunkan berat badan, menjaga kesehatan jantung, dan mengurangi risiko terkena kanker payudara.

Dijawab Oleh dr. Patricia Oktaviani

Dijawab Oleh dr. Ester Agustina

Dijawab Oleh dr. Sylvia V