Mengapa hukum internasional disebut sebagai instrumen politik

Secara teoritis, Hukum Internasional dianggap sebagai suatu bingkai yang membatasi hal baik atau buruk. Namun dalam kenyataannya, praktik Hukum Internasional digunakan sebagai instrumen politik negara-negara untuk menekan negara lain; legalitas intervensi, serta kepentingan politik lainnya.

            Dalam hal ini sangat jelas menunjukkan bahwa Hukum Internasional sangat tumpul dalam membedah kasus-kasus dan permasalahn internasional yang ada.

Hukum Internasional justru sering digunakan negara untuk mencapai kepentingan politiknya. Berikut beberapa di antaranya:

Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Hukum Internasional

Dalam hal ini, hukum internasional dimanfaatkan untuk mengubah frame suatu konsep yang ada. Contohnya desakan negara-negara maju terutama AS terhadap ASEAN mengenai krisis pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar. Sesuai dengan kesepakatan para anggota ASEAN bahwa mereka tidak melakukan intervensi terhadap urusan dalam negeri anggota lainnya. Namun di sini AS mendesak dan mengecam ASEAN mengignat parahnya krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Secara otomatis, banyak pihak yang juga ikut mendesak agar ketentuan ASEAN atas prinsip non intervensi negara sedikit dilonggarkan. Mengingat intervensi yang perlu dilakukan merupakan salah satu bentuk intervensi pengecualian. Karena negara yang akan diintervensi secara terbukti telah melakukan pelanggaran kemanusiaan atas rakyatnya.

  1. Sarana Intervensi Urusan Domestik

Hukum internasional dimodifikasi sebagai legalitas untuk ikut campur dalam urusan domestik negara lain dalam mencapai tujuan nasional negaranya tanpa dianggap sebagai suatu pelanggaran. Contohnya, negara asing yang menggunakan peran International Non Governmental Organization untuk turut campur dalam urusan domestik negara lain dengan berbagai alasan, baik mengenai isu kemanusiaan, lingkungan, anak-anak, pendidikan dan kebudayaan, serta isu-isu lainnya tanpa dianggap sebagai pelanggaran. Sehingga hal ini merupakan suatu disguised intervention.

Hukum internasional juga digunakan suatu negara untuk menekan negara lain. Contohnya tekanan yang dilakukan AS terhadap pemerintahan Irak pasca perang Irak agar segera membentuk pemerintahan baru yang demokratis, bukan otoritarian seperti masa pemerintahan Saddam Husein.

Hukum internasional jelas-jelas digunakan oleh negara maju terhadap negara berkembang, terutama untuk dua hal, yaitu untuk intervensi urusan domestik serta sebagai alat penekan. Contoh pemanfaatan hukum internasional untuk intervensi domestik negara maju terhadap negara berkembang (Indonesia) adalah seperti kasus Blok Cepu yang akhirnya diserahkan kepada Exxon Mobile.

Sedangkan, contoh praktik pemanfaatan hukum internasional untuk menekan negara berkembang adalah seperti tekanan AS yang dilakukan terhadap pemerintah Indonesia untuk melakukan reboisasi hutan dalam rangka menanggulangi dampak global warming. Karena dalam hal ini AS tidak mampu mengurangi emisi industrinya sebesar 30 persen (Konvensi Rio de Janeiro dan Protokol Kyoto). Oleh karena itu, sebagai kompensasinya mereka memberikan sejumlah dana kepada pemerintah Indonesia dan mendesak agar pemerintah Indonesia segera melakukan langkah tersebut dengan dana yang telah mereka berikan.

Ada pula kasus pemanfaatan hukum internasional untuk mengekang kebebasan dan kedaulatan Indonesia. Contohnya, pada masa krisis ekonomi, sekitar tahun 1997, Indonesia meminta bantuan sejumlah dana kepada lembaga IMF. Namun, dalam hal ini, IMF baru akan mengucurkan dana bantuan tersebut dengan syarat agar pemerintah Indonesia mengoreksi anggaran APBN-nya dengan mengurangi (bahkan menghapus) subsidi BBM untuk rakyat. IMF bertujuan agar pemerintah Indonesia dapat segera melunasi hutangnya kepada IMF. Dalam hal ini IMF jelas ”mengobok-obok” kedaulatan RI atas anggaran APBN-nya untuk negara (rakyat).

Selain itu, Indonesia juga memanfaatkan Hukum Internasional untuk kepentingan nasionalnya. Diantaranya untuk memperkenalkan konsep baru. Contohnya seperti pada saat kunjungan Wapres Yusuf  Kalla ke Amerika untuk bertemu dengan Wapres Joe Biden. Dalam hal ini, Yusuf Kalla menawarkan peran Indonesia sebagai negara muslim mayoritas yang moderat untuk menjembatani hubungan AS dengan negara-negara Timur Tengah.

Selain itu, Indonesia juga memanfaatkan hukum internasional untuk menekan pemerintahan negara lain. Contohnya pada kasus perjanjian DCA (Defence Corporation Agreement) dengan pemerintah Singapura. Pemerintah Singapura meminta izin terbang di wilayah kedaulatan Indonesia bagi pasukan udaranya. Dalam hal ini pemerintah Indonesia mau mengabulkan permintaan tersebut namun dengan syarat agar pemerintah Indoensia dapat mengambil para koruptornya yang bersarang di Singapura.

Selain itu, hukum internasional juga sangat dibutuhkan oleh diplomat Indonesia. Mengingat bargaining power Indonesia yang lemah di forum internasional. Dengan menguasai konsep hukum-hukum internasional maka diharapkan agar para diplomat Indonesia mampu menempatkan Indonesia di posisi yang lebih baik di mata internasional.

nta�_re����p produk-produk pertaniannya. Agar produk-produk pertaniannya tidak jatuh (collapsed) di pasaran dunia dengan banyaknya produk-produk pertanian dari negara-negara maju, seperti AS dan Uni Eropa.

This entry was posted in Kontempo. Bookmark the permalink.

Mengapa hukum internasional disebut sebagai instrumen politik

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.