Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Terdapat tesis di sebagian kaum muslimin bahwa ungkapan dzikir atau kalimah thayyibah “Subhanallah” sering tertukar dengan ungkapan “Masya Allah”. Dalam hal ini adanya anggapan bahwa kebiasaan di masyarakat, dzikir “Subhanallah” selalu diucapkan jika seseorang merasa kagum, sementara ucapan “Masya Allah” jika melihat keburukan. Kebiasaan ini dianggap “salah kaprah”, dan bahwa yang seharusnya adalah ungkapan dzikir “Masya Allah” yang bermakna “hal itu terjadi atas kehendak Allah”, dan dzikir Subhanallah tepatnya digunakan untuk mengungkapkan “ketidaksetujuan atas sesuatu”.

Menurut pendapat tersebut, bahwa dzikir “Masya Allah” seharusnya diucapkan bila seseorang melihat hal yang baik dan indah, sebagai ekspresi penghargaan sekaligus pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak-Nya. Masya Allah diucapkan bila seseorang melihat yang indah-indah karena keindahan atas kuasa dan kehendak Allah Ta’ala.

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “MAASYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (QS. Al-Kahfi/18: 39)

Adapun ucapan Subhanallah diucapkan saat mendengar atau melihat hal buruk. Ucapan Subhanallah sebagai penegasan: “Allah Mahasuci dari keburukan tersebut”. Sebagai contoh dalam Al-Quran, ungkapan Subhanallah digunakan dalam menyucikan Allah dari hal yang tak pantas (hal buruk), yakni dari memiliki anak. Jadi, kesimpulan tesis tersebut bahwa ungkapan Subhanallah dianjurkan setiap kali seseorang melihat sesuatu yang tidak baik, bukan yang baik-baik atau keindahan. Ucapan itu menegaskan bahwa Allah Swt Mahasuci dari semua keburukan tersebut.

***

Terhadap tesis tersebut, maka perlu kita rujuk kembali Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber pedoman hidup kita yang primer. Di dalam Al-Qur’an, Allah Swt berulang kali mensucikan DiriNya dari sifat-sifat manusia, seperti memiliki anak. Namun, Allah juga mensucikan DiriNya dari segala sesuatu yang baik dan indah yang tidak mengandung sedikitpun keburukan. Bahkan para Malaikat pun sentiasa mensucikan-Nya pada hal-hal di luar keburukan, seperti dalam hal ilmu yang diajarkan kepada mereka. Allah menganjurkan manusia untuk sentiasa bertasbih, mensucikan Allah, ketika kita memikirkan ciptaan Allah yang tidak pernah sia-sia. Demikian pula Allah memuji DiriNya ketika mampu memperjalankan Nabi Muhammad Saw. dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, dalam penciptaan segala sesuatu di dunia yang selalu berpasangan, dan atas kekuasaan Allah secara umum. Mari kita tadabburi ayat-ayat berikut ini:

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali ‘Imran/3:191)

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S. Al-Baqarah/2:32)

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya [847] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Isra’/17:1)

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Q.S. Yasin/36:36)

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Q.S. Yasin/36:83)

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Mengapa kita dianjurkan mengucapkan kalimat Masya Allah saat melihat sesuatu yang terjadi diluar kehendak kita?

Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi. Supaya kamu duduk di atas punggungnya kemudian kamu ingat ni’mat Tuhanmu apabila kamu telah duduk di atasnya; dan supaya kamu mengucapkan: “Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. (Q.S. Az-Zukhruf/43:12-13)

Dari ayat-ayat tersebut, terkadang Allah menggunakan tasbih untuk dirinya dengan menggunakan kata ganti kedua atau ketiga, sebagaimana Malaikat pun menggunakan kata ganti kedua karena sedang berbicara langsung. Namun pensucian Allah dalam hal sifat kemanusiaan pun ditemukan dalam kata ganti kedua (Q.S. Maryam/19:35). Maka esensinya adalah bahwa kata Subhanallah dapat digunakan pada hal yang buruk, sebagaimana ia juga dapat digunakan pada hal yang baik. Membatasinya hanya pada hal yang buruk membutuhkan dalil penguat, dan tidak ada dalil penguat yang membatasinya, maka dalam hal ini, sebaiknya kita tidak terburu-buru dengan menghukumi “salah kaprah”.

Adapun terkait kalimat “Masya Allah“, dengan berlandaskan pada Q.S. Al-Kahfi/18:39, maka perlu diketahui bahwa para ulama Salaf menjadikan ayat ini sebagai dalil bagi sesiapapun yang merasa bangga atas keadaan, kekayaan, atau keturunannya sendiri, maka hendaklah ia mengucapkan “Masya Allah, Laa Quwwata Illaa Billaah“, sebagaimana jika harta yang kita miliki, dalam hal ini dicontohkan sebagai kebun, membuat kita bangga ketika memasuki dan melihatnya, maka panjatkanlah pujian kepada Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya kepadamu, dan Dia telah memberikan harta kekayaan dan keturunan yang tidak diberikan kepada selain dirimu. Maka ucapan ini lebih ditujukan kepada penjagaan diri dari sifat kesombongan.(Tafsir Ibn Katsir). Adapun makna kalimat ini bisa bermakna “inilah yang dikehendaki Allah”, dan bisa juga “apa yang dikehendaki Allah adalah akan terjadi”. Sementara dzikir melihat sesuatu yang menakjubkan bisa memilih di antara kalimat-kalimat yang baik seperti Masya Allah Laa Quwwata Illa Billah, Barakallahufik, Allaahumma Baarik Fiihi.

Terdapat polemik yang terjadi dalam masyarakat tentang penempatan kalimat subhanallah dan masyaallah. Polemik ini berawal dari kekeliruan dalam masyakarat terkait penempatan kalimat subhanallah dan masya Allah. Sebagai langkah awal, mari mulai pembahasan dari pengertian dua kalimat tersebut. Subhanallah yang berati Maha suci Allah. Maksudnya, Allah suci dari segala keburukan, kekurangan, kecacatan dan segala hal-hal yang buruk lainnya. Ungkapan ini sekaligus menunjukkan keagungan-Nya, bahwa memang Dialah satu-satunya yang Maha Suci.

Kalimat subhanallah didasarkan pada beberapa ayat dalam al qur'an yaitu dalam surat Al Mu’minun ayat 91, Al Qashash ayat 68, Ash Shafat ayat 159, Ath Thur ayat 43 dan Al Hasyr ayat 23. Sedangkan kalimat masyaallah didasarkan pada QS Al Kahfi: 39.

Sementara kata "Masyaallah" artinya itu terjadi atas kehendak Allah atau saat melihat sesuatu yang indah atau rasa kagum.

Terkait dua kalimat tersebut di atas memunculkan dua pendapat: Pertama, menyatakan bahwa kalimat subhanallah diucapkan terkait hal-hal yang jelek terjadi. Hal ini didasarkan pada QS Al Baqarah ayat 116 وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّـهُ وَلَدًا ۗ سُبْحَانَهُ ۖ بَل لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ كُلٌّ لَّهُ قَانِتُونَ Mereka (orang-orang kafir) berkata: “Allah mempunyai anak”. Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya.” Dalam ayat tersebut di atas, tak mungkin Allah memiliki anak.

Sedangkan masyaallah digunakan untuk hal-hal yang baik karena kagum dengan kuasa Allah, sebagaimana terdapat dalam QS Al Kahfi:39. وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ “Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maa syaa-allaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)".

Kedua, subhanallah selain untuk hal yang jelek, digunakan pula ketika melihat suatu kejadian luar biasa karena kuasa Allah tanpa peran manusia. Hal ini didasarkan pada QS Al Isra:1 Qur’an. سبحان الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصى ... “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha...". Sedangkan kalimat Masyaallah digunakan untuk hal-hal yang baik atau mengagumkan karena kuasa Allah tanpa turut tangan manusia. Berdasarkan paparan di atas, bila dikaitkan dengan pengertian, maka pendapat pertama yang lebih akurat. Namun bila dikaitkan dengan dasar hukum yang terdapat dalam QS Al Isra ayat 1, diperlukan pemikiran lebih lanjut.

Pada intinya pendapat pertama menyatakan bahwa penggunaan kalimat subhanallah untuk sesuatu yang jelek, sedangkan masyaallah untuk kejadian yang baik. Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa kalimat subhanallah dan masya Allah untuk suatu kejadian luar biasa. Perbedaannya terletak pada ada atau tidaknya peran manusia. Ketika terdapat peran manusia, maka ucapkan masyaallah. Namun ketika tidak ada peran manusia, maka ucapkan subhanallah.

Sejatinya Jangan Salah Gunakan Kalimat Subhanallah dan Masyaallah.

Salam Perindu Literasi