Mengapa kita harus membayar Pajak Bumi dan bangunan

Untuk kegunaan lain, lihat PBB (disambiguasi).

Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dipungut atas tanah dan bangunan karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.[1]

Dengan berlakunya undang-undang nomor 28 tahun 2007 tentang pajak dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke pemerintah kabupaten/kota. PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan (PBB P3) masih berada di bawah kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.[2]

Dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh menteri keuangan.

Besarnya PBB yang terutang diperoleh dari perkalian tarif (0,5%) dengan NJKP . Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan sebesar 20% dari NJOP (jika NJOP kurang dari 1 miliar rupiah) atau 40% dari NJOP (jika NJOP senilai 1 miliar rupiah atau lebih). Besaran PBB yang terutang dalam satu tahun pajak diinformasikan dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Secara prinsip, seluruh bumi dan/atau bangunan yang berada di wilayah Republik Indonesia merupakan Objek PBB.[butuh rujukan] Namun demikian, bumi dan/atau bangunan dimaksud tidak dikenakan PBB dalam hal:

  1. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Hal ini antara lain dapat diketahui dari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari yayasan atau badan yang menyelenggarakan kegiatan tersebut;
  2. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
  3. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum di bebani suatu hak;
  4. digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan
  5. digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Wajib pajak PBB adalah orang pribadi atau badan yang memiliki hak dan/atau memperoleh manfaat atas tanah dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak memiliki kewajiban membayar PBB yang terutang setiap tahunnya. PBB harus dilunasi paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Karna Wajib Pajak Adalah 5-8 bulan.

Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui bank persepsi, bank yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang atau SPPT PBB tersebut, atau melalui ATM, melalui petugas pemungut dari pemerintah daerah serta dapat juga melalui kantor pos.

  1. ^ "Mengenal Pajak Bumi dan Bangunan". OnlinePajak (dalam bahasa Inggris). 2018-10-03. Diakses tanggal 2020-10-07. 
  2. ^ "Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan | Direktorat Jenderal Pajak". www.pajak.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-12. Diakses tanggal 2017-09-12. 

 

Artikel bertopik ekonomi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pajak_bumi_dan_bangunan&oldid=20986156"

Masyarakat Indonesia sering menganggap memiliki properti sebagai hal yang prestisius. Selain itu, properti juga dapat dijadikan sarana investasi untuk pemula yang menjanjikan.

Hal ini membuktikan geliat bisnis properti memang tidak pernah surut, justru semakin berkembang terutama di kota-kota besar Indonesia.

Tak heran kalau harga tanah dan bangunan semakin melambung tinggi setiap tahunnya.

Teori penyusutan bangunan yang seharusnya mengurangi nilai jual pun tampaknya belum memengaruhi pasar properti Tanah Air.

Namun jika bicara tentang bisnis properti, kita tidak akan bisa lepas dari pembahasan mengenai pajak.

Salah satu pajak yang wajib dipahami jika kita berkecimpung di dalam bisnis properti adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Sebelum membahas lebih lanjut, mari kita simak terlebih dahulu pengertian PBB. 

Apa Itu Pajak Bumi dan Bangunan

Jadi, apa itu Pajak Bumi dan Bangunan?

Berdasarkan Undang Undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 12 Tahun 1994, PBB adalah pajak negara yang dikenakan atas tanah dan atau bangunan yang dikenakan kepada para pemilik properti.

Dalam UU tersebut dijelaskan berkenaan dengan objek PBB meliputi: 

Objek Pajak Bumi; Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Misalnya sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.

Objek Pajak Bangunan; Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. 

Misalnya saja seperti perumahan, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.

Pemerintah menggolongkan PBB pedesaan dan perkotaan ke dalam pajak daerah tepatnya adalah pajak kabupaten/kota, atau disebut sebagai pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB P2)

Lalu ada pula objek yang tidak dikenakan PBB meliputi bumi atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dalam bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional. 

Kemudian, objek bumi dan bangunan yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan hal tersebut.

Contohnya seperti hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

Selain itu, ada pula bumi dan bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.

Serta bumi dan bangunan yang digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Terkait bumi dan bangunan sendiri, orang-orang yang memperoleh manfaatnya disebut sebagai subjek pajak atau wajib pajak.

Dengan kata lain mendapatkan keuntungan atau manfaat dari kepemilikan tanah dan/atau bangunan tersebut.

Yang dimaksud pemilik properti alias wajib pajak di sini dapat berupa individu/orang pribadi atau badan/lembaga.

Mereka diharuskan untuk membayar PBB terutang setiap tahunnya setelah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

Sebagai informasi, PBB harus dilunasi oleh wajib pajak paling lambat enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT.

Dasar Pengenaan Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan

Setelah memahami apa itu PBB, hal berikutnya yang wajib kamu pahami adalah cara menghitung dan membayar pajak ini.

Namun sebelum tiba pada pembahasan tersebut, sebaiknya kamu ketahui dulu dasar pengenaan pajak dalam PBB.

Jangan sampai kamu menerima SPPT tetapi tidak tahu dari mana asal nominal PBB yang wajib dibayar.

Adapun dasar pengenaan pajak dalam PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang besarnya berbeda-beda.

NJOP ditentukan berdasarkan harga pasar per wilayah dan ditetapkan setiap tahun oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

Baca juga:

Pajak Jual Beli Rumah, dari Jenis hingga Cara Menghitungnya

Faktor Penetapan NJOP untuk Properti Bisnis

Foto: Unsplash

Properti bisnis yang dimaksud di sini adalah properti yang diperoleh akibat adanya proses transaksi jual beli di dalamnya.

Beberapa faktor yang menentukan penetapan NJOP properti berupa tanah/bumi antara lain sebagai berikut:

- letak

- pemanfaatan

- peruntukkan

- kondisi lingkungan

Faktor yang menentukan penetapan NJOP bangunan pun tidak jauh berbeda, yaitu seperti di bawah ini:

- bahan bangunan

- rekayasa

- letak

- kondisi lingkungan

Faktor Penetapan NJOP untuk Properti Hibah atau Warisan

Foto: Horizon Groupe

Sementara untuk menetapkan NJOP apabila tidak terjadi transaksi jual beli, misalnya properti hibah atau warisan adalah sebagai berikut:

- Perbandingan harga dengan objek pajak lain.

- Nilai perolehan baru.

- Nilai jual pengganti. 

Nah, itu tadi dasar penetapan pajak dalam PBB. 

Lalu, bagaimana cara menghitung pajak yang dikenakan kepada pemilik properti ini?

Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan

Untuk menghitung besar PBB, kamu harus mengalikan tarif sebesar 0,5% dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).

NJKP sendiri sebesar 20% dari NJOP. Besar persenan ini ditetapkan untuk NJOP yang kurang dari Rp1 miliar.

Sedangkan untuk NJOP senilai Rp1 miliar atau lebih, NJOP yang ditetapkan yaitu sebesar 40%.

Apabila kamu masih bingung, yuk langsung saja simak contoh perhitungan PBB di bawah ini!

Diketahui bahwa NJOP suatu obyek pajak (bumi dan/atau bangunan) yaitu Rp3 juta, maka perhitungan NJKP-nya adalah:

NJKP = 20% x Rp3.000.000,00 = Rp600.000,00.

Nah, setelah diketahui angka NJKP barulah kita bisa menghitung besar PBB yang dikenakan pada properti milikmu.

PBB = 0,5% X Rp600.000,00

PBB = Rp3.000

Contoh perhitungan PBB di atas merupakan contoh sederhananya, sedangkan untuk ilustrasi lebih lanjutnya yaitu sebagai berikut:

Diketahui seseorang memiliki rumah seluas 50 m² yang berdiri di atas tanah seluas 120 m².

Bangunan rumah tersebut harganya Rp5.000.000,00, sedangkan harga tanahnya Rp10.000.000,00.

Maka untuk menghitung besar PBB, kita harus menghitung nilai bangunan dan tanahnya terlebih dahulu dengan cara di bawah ini:

Nilai Bangunan = 50 m² x Rp5.000.000,00

                           = Rp250.000.000,00

Nilai Tanah  = 120 m² x Rp10.000.000,00

                     = Rp1.200.000.000,00

Setelah nilai bangunan dan tanah diketahui, tinggal cari cara menghitung nilai NJOP, atau singkatnya nilai bangunan yang ditambah nilai tanah.

NJOP = Nilai Bangunan ditambah Nilai Tanah

= Rp1.450.000.000,00

Dari perhitungan di atas, diketahui bahwa nilai NJOP lebih dari Rp1 miliar sehingga NJKP yang ditetapkan 40%.

NJKP = 40% x Rp1.450.000.000,00

= Rp580.000.000,00

Maka besar PBB yang harus dibayar oleh wajib pajak dalam ilustrasi ini adalah

PBB = 0,5% x Rp580.000.000,00 = Rp2.900.000,00

Cara Membayar dan Mengecek Tagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Seiring dengan perkembangan teknologi, cara membayar PBB semakin mudah dewasa ini.

Sekarang, kamu dapat melunasi tagihan pajak satu ini dengan cara membayarnya melalui beberapa metode yang disediakan.

Misalnya melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), petugas pemungut pajak dari pemerintah, atau bisa juga melalui kantor pos.

Namun sebelum membayarnya, tentu saja kamu harus mengetahui jumlah tagihan PBB yang harus dibayar terlebih dahulu.

Ada pun cara memeriksa jumlah tagihan PBB dapat dilakukan secara online melalui situs resmi yang disediakan oleh pemerintah.

Setiap wilayah memiliki situs resminya masing-masing, jadi kamu hanya perlu mendaftarkan diri terlebih dahulu untuk melakukan pengecekan tagihan.

Melalui situs resmi tersebut, kamu harus memasukkan Nomor Objek Pajak (NOP).

Setelah NOP dimasukkan, kamu tinggal memilih tagihan PBB tahun berapa yang ingin dilihat. 

Itu tadi seluk-beluk pajak bumi dan bangunan (PBB) yang wajib kamu pahami sebelum membeli rumah atau properti yang kamu idamkan. 

Kamu juga bisa mengintip beragam pilihan hunian menarik hanya di Rumah123, misalnya ada Samira Residence Sentul, Dago Village dan masih banyak lagi.

Semoga informasi ini bermanfaat, ya!

Baca juga:

Sebelum Beli, Ketahui Besaran Pajak Pembelian Tanah. Begini Cara Hitungnya

Author: 

Miyanti Rahman

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA