Mengapa koloid mampu menghamburkan cahaya Efek Tyndall sedangkan larutan tidak demikian jelaskan

All / Mengapa koloid mampu menghamburkan cahaya (efek Tyndall)

Mengapa koloid mampu menghamburkan cahaya (efek Tyndall) sedangkan larutan tidak demikian? Jelaskan!

Pernahkah kalian memperhatikan ketika menonton film di bioskop, sorot lampu proyektor akan tampak jelas ketika ada asap atau debu yang melewatinya sehingga gambar film yang ada di layar menjadi tidak jelas. Ini karena adanya hamburan cahaya oleh partikel-partikel asap atau debu yang menyebabkan daya tembus lampu proyektor menjadi berkurang. Peristiwa penghamburan cahaya ini dikenal dengan sebutan efek Tyndall pada koloid.

Efek Tyndall sendiri merupakan gejala penghamburan cahaya ketika bahan dijatuhi atau disinari oleh seberkas cahaya. Ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui larutan, maka cahayanya akan diteruskan sedangkan jika seberkas cahaya dilewatkan melalui sistem koloid maka partikel koloid akan menghamburkan cahaya.

Sifat koloid ini dapat digunakan untuk membedakan larutan sejati dan sistem koloid. Larutan sejati tidak dapat menghamburkan cahaya. Ini artinya, larutan sejati tidak memiliki efek Tyndall sedangkan sistem koloid mampu menghamburkan cahaya yang berarti sistem koloid memiliki sifat efek Tyndall.

(Baca juga: Hukum Perbandingan Tetap Dalam Kimia)

Fenomena efek Tyndall ini ditemukan oleh ilmuwan asal Irlandia, yaitu John Tyndal (1820-1893). Untuk mengamati efek ini, dua kondisi harus dipenuhi, diantaranya :

  • Diameter partikel yang terdispersi tidak jauh lebih kecil dari panjang gelombang cahaya yang digunakan.
  • Indeks bias dari fase terdispersi dan medium pendispersi sangat berbeda besarnya.

Selain berkas sinar dari proyektor film di bioskop, ada beberapa gejala efek Tyndall yang bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti sorot lampu mobil melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut, sorot lampu mobil pada malam yang berkabut, dan warna biru langit disebabkan oleh partikel-partikel koloid di udara yang menghamburkan cahaya matahari.

Peristiwa penghambutan ini terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai ukuran yang cocok untuk ditembus oleh cahaya. Selain itu, ada juga peristiwa dimana langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan pada saat matahari terbenam langit di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Hal ini disebabkan oleh penghamburan cahaya matahari oleh partikel koloid di angkasa dan tidak semua frekuensi dari sinar matahari dihamburkan dengan intensitas sama.

Dalam pembahasan materi bab sistem koloid terdapat satu sub pembahasan yang menjelaskan mengenai efek tyndall. Melansir laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, efek tyndall bermakna gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan ukuran molekul koloid yang cukup besar.

Efek Tyndall ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Pada tahun 1869, Tyndall menemukan jika suatu berkas cahaya dilewatkan pada sistem koloid, maka berkas cahaya tadi akan tampak. Namun, jika berkas cahaya yang sama dilewatkan pada larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak akan tampak.

Baca Juga

Sosok John Tyndall adalah seorang ilmuwan fisika dari Irlandia yang lahir pada tanggal 2 Agustus 1820. Lahir dari keluarga yang kurang berada namun sangat peduli dan memandang penting ilmu pengetahuan dan pendidikan. Setelah lulus sekolah, John Tyndall bekerja sebagai surveyor dan beberapa waktu kemudian berganti profesi menjadi profesor.

Sekitar tahun 1859, Tyndall mulai meneliti radiasi panas uap air yang membentuk awan, ozon, hidrokarbon, dan gas CO2. Dengan spectrofotometer rakitannya, ia mengukur daya serap gas-gas di udara. Dari hasil penelitiannya Tyndall menemukan fakta bahwa ozon, hidrokarbon, dan karbondioksida menyerap panas lebih banyak dibandingkan gas lainnya.

Namun yang terbesar dari semuanya itu adalah uap air yang menyelimuti bumi. Melalui penelitian ini Tyndall menemukan gejala penghamburan sinar oleh partikel koloid yang kemudian di kenal dengan efek Tyndall. Pada peristiwa efek rumah kaca dan pada fenomena langit berwarna juga dapat ditelaah penyebabnya dari efek tyndall tersebut.

Efek rumah kaca menyebabkan bumi semakin lama semakin panas. Menurut hasil pengukuran spectrofotometer Tyndall, gas-gas yang berada di atmosfer memiliki kemampuan berbeda dalam menyerap panas. Gas-gas yang memiliki daya serap panas yang tinggi disebut gas-gas rumah kaca.

Penemuan mengenai efek Tyndall juga dapat menerangkan mengapa langit pada siang hari berwarna biru, sedangkan ketika matahari terbenam di ufuk barat berwarna jingga atau merah. Ini disebabkan penghamburan cahaya matahari oleh partikel-partikel koloid di angkasa, dan tidak semua frekuensi sinar matahari dihamburkan dengan intensitas yang sama. Hal inilah yang menjelaskan apa yang terjadi pada warna-warna pelangi.

John Tyndall meninggal pada 4 Desember 1893 di usianya 73 tahun akibat kecelakaan overdosis obat.

Pernahkan Anda memperhatikan suasana ketika menonton film di bioskop? Saat sorot lampu proyektor dinyalakan, akan tampak jelas ketika ada asap atau debu yang melewatinya, sehingga gambar film yang ada di layar menjadi kabur alias tidak jelas. Hal itu disebabkan adanya hamburan cahaya yang datang dari partikel-partikel asap atau debu yang menyebabkan daya tembus lampu proyektor menjadi berkurang. Peristiwa penghamburan cahaya ini dikenal dengan sebutan efek Tyndall pada koloid.

Dikutip dari kelaspintar.id, efek Tyndall sendiri merupakan gejala penghamburan cahaya ketika bahan dijatuhi atau disinari oleh seberkas cahaya. Ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui larutan, maka cahayanya akan diteruskan. Sedangkan jika seberkas cahaya dilewatkan melalui sistem koloid, maka partikel koloid akan menghamburkan cahaya.

Sifat koloid ini dapat digunakan untuk membedakan larutan sejati dan sistem koloid. Larutan sejati tidak dapat menghamburkan cahaya. Ini artinya, larutan sejati tidak memiliki efek Tyndall sedangkan sistem koloid mampu menghamburkan cahaya yang berarti sistem koloid memiliki sifat efek Tyndall.

Penjelasan Singkat Mengenai Sistem Koloid beserta Sifat-sifatnya

Berikut berapa sifat sistem koloid yang tidak hanya sekedar efek Tyndall saja:

1. Efek Tyndall

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, efek ini merupakan gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Ini disebabkan ukuran molekul koloid yang cukup besar. 

Efek Tyndall juga bermakna efek yang terjadi ketika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan disinari dengan cahaya, larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya. Sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan, partikel-partikelnya relatif kecil, sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

2. Gerak Brown

Gerak Brown juga dapat disebut sebagai gerakan partikel-partikel koloid yang bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Bila koloid diamati di bawah mikroskop ultra, kita akan melihat partikel-partikel tersebut bergerak membentuk zig-zag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown.

Partikel-partikel akan senantiasa terus bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas (dinamakan gerak Brown), sedangkan pada zat padat hanya berosilasi di tempat (tidak termasuk gerak Brown).

Bagi koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Karena ukuran partikel cukup kecil, tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).

Gerak Brown juga salah satunya dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka dapat dipastikan gerak Brown semakin melambat.

3. Adsorpsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel.

Contoh:(i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+.

(ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.

4. Koagulasi Koloid

Koagulasi dapat dimaknai sebagai penggumpalan partikel koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, dapat dimaknai bahwa zat terdispersi tidak lagi membentuk koloid.

Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.

5. Koloid Pelindung

Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.

6. Dialisis

Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semipermeabel yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semipermeabel ini dapat dilewati cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.

7. Elektroforesis

Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.