Mengapa suku dayak memiliki bahasa dan budaya yang beraneka ragam

Keragaman Indonesia bisa terlihat dari banyaknya suku dan budaya yang dimiliki masyarakatnya. Mengutip dari indonesia.go.id, negara kita memiliki lebih dari 300 suku bangsa.

Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010, jumlah suku bangsa tanah air mencapai 1.340 suku bangsa.

Suku tersebut tersebar diseluruh nusantara. Di Kalimantan ada suku asli yang bernama Suku Dayak. Masyarakat adat ini memiliki keunikan dan ciri khasnya sendiri. Untuk mengenal lebih dekat dengan suku asli Kalimantan, berikut ini uraiannya.

Asal Usul Suku Dayak

Mengutip dari Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial Volume 3 Nomor 2 Tahun 2016, Dayak merupakan sebutan untuk penduduk asli Pulau Kalimantan. Suku ini memiliki 405 sub sub suku yang masing-masing memiliki adat istiadat dan budaya yang mirip.

Suku Dayak berasal dari Kalimantan, namun tersebar hingga ke Sabah dan Sarawak Malaysia. Menurut sejarah, suku ini pernah mendirikan kerjaan sebelum akhirnya dihancurkan oleh Majapahit. Peristiwa tersebut membuat masyarakat Dayak terpencar dan terdesak.

Baca Juga

Sebagian besar masuk Islam dan mengubah identitasnya menjadi orang “Melayu” atau orang “Banjar”. Dan sebagian yang tidak masuk Islam kembali menyusuri sungai, lalu masuk ke pedalaman Kalimantan.

Advertising

Advertising

Sebagai masyarakat adat, Suku Dayak sangat menjunjung tinggi adat istiadatnya. Seperti upacara tiwah yang masih dilestarikan. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk mengantar rulang orang yang meninggal ke Sandung yang telah dibuat.

Sandung merupakan sebuah tempat rumah kecil yang dibuat khusus untuk orang meninggal. Upacara tiwah sangat sakral dan sebelum tulang diantar dan diletakan di Sandung, banyak ritual, tarian, suara gong, dan hiburan lain yang dilakukan.

Bahasa Suku Dayak

Dalam komunikasi sehari-hari, masyarakat Dayak memiliki bahasa sendiri yang disebut bahasa Dayak. Sayangnya bahasa daerah tersebut terancam mengalami kepunahan di 20 – 30 tahun yang akan datang. Pertanyaan tersebut disampaikan Hery Budhiono dari Balai Bahasa Kalimantan Tengah kepada mediaindonesia.com.

Menurut Hery ancaman kepunahan disebabkan karena banyak anak-anak yang tidak diajarkan bahasa daerah atau bahasa ibu. Selain itu, pernggunaan bahasa asing juga bisa menyebabkan bahasa daerah menjadi luntur eksistensinya.

Perlu adanya komitmen banyak pihak baik dari masyarakat atau pemerintah untuk menjaga bahasa daerah agar selal dikenal.

Pakaian Suku Dayak

Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau besar yang ada di Indonesia. di Pulau ini terbagi menjadi beberapa provinsi. Kalimantan Barat menjadi provinsi terluas ke empat setelah Irian, Jaya, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah.

Suku Dayak dan Suku Melayu menjadi suku yang dominan tinggal di Kalimantan Barat. Kedua suku tersebut juga memberikan banyak pengaruh termasuk dalam urusan pakaian adat.

Mengutip dari Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial Volume 3 Nomor 2 Tahun 2016, pakaian adat Suku Dayak untuk laki-laki dan perempuan memiliki ciri khasnya masing-masing.

Baca Juga

Busana adat untuk kaum pria bernama King Baba. Dalam bahasa Suku Dayak, King artinya pakaian dan Baba berarti laki-laki. Pakaian ini dibuat dari kulit kayu ampuro atau kayu kapuo yang merupakan tanaman endemik Kalimantan.

Kulit kayu dibentuk mirip ropi tanpa lengan dan celana panjang. Pewarnaan dilakukan menggunakan warna alami. Sebagai hiasan, dikenakan juga ikat kepala dan ada juga sehelai bulu burung enggang khas Kalimantan.

Atribut pelengkap lainnya yaitu senjata tradisional dari mandau dan perisai. Senjata ini biasanya dikenakan saat hendak perang. Maka dari itu, pakaian adat Suku Dayak dikenal juga sebagai pakaian perang.

Pakaian Adat Perempuan

Untuk pakaian adat perempuan terbuat dari bahan yang sama. Namun desainnya lebih sopan dan dilengkapi penutup dada, stagen, kain bawah, serta perlengkapan seperti kaluk, manik-maink dan hiasanya bulu burung enggang di kelapa.

Ada juga perhiasan seperti jarat tangan atau gelang tangan dari akar tanaman tengang serta kalung dari akar kayu atau kulit hewan.

Pakaian adat Suku Dayak baik laki-laki atau perempuan dahulunya dikenakan untuk aktivitas sehari-hari. Namun karena bahannya panas dan kurang nyaman, membuat pakaian ini mulai ditinggalkan. Ditengah kemajuan peradangan, pakaian Dayak mengalami modifikasi hasil akuturasi dengan budaya lain.

Beberapa jenis pakaian yang dimiliki masyarakat Dayak antara lain:

  • Bulang Buri atau King Buri: pakaian adat dari buri atau kulir kering laut.
  • King Kabo’: pakaian adat dari kulit kayu dengan hiasan manik atau pita rumbai.
  • King Tompang: pakaian dari bahan kain berwarna polos. Hasil akulturasi dengan orang Melayu.
  • Indulu Manik: pakaian dari kain dengan hiasan dari manik-main.
  • Buang Kuureng: baju kurung lengan panjang banjang dari bahan berludru.

Rumah Suku Dayak

Tak hanya pakaian saya yang menjadi bukti budaya Suku Dayak, masyarakat adat ini juga memiliki rumah adat yang khas. Mengutip dari indonesia.go.id, rumah adat Suku Dayak bernama rumah betang.

Rumah inilah yang menjadi tempat tinggal masyarakat Dayak di seluruh Pulau Kalimantan. Rumah-rumah ini biasa dijumpai di perkampungan Suku Dayak sekitar hulu sungai.

Rumah ini memiliki keunikan bentuknya mirip pangggung. Dibawah rumah ada tiang kayu yang kokoh asli Kalimantan dengan tinggi sekitar 5 meter. Panjang rumah sekitar 100 – 150 m dengan lebar kurang lebih 50 m.

Rumah bentang berbentuk megah dan tinggi dengan anak tangga untuk bisa masuk ke dalam rumah. Anak tangga dibuat ganjil sesuai dengan kepercayaan suku tersebut.

Mereka percaya anak tangga ganjil akan mempermudah mendapatkan rezeki dan dijauhkan dari kesulitan. Tangga tersebut bisa diangkat saat malam hari agar tidak diganggu ilmu mistis yang menyerang penghuni rumah.

Baca Juga

Bentuk rumah tersebut ternyata memiliki tujuan tersendiri. Adapun tujuannya sebagai berikut:

  • Menghindari kerugian akibat banjur karena umumnya dibangun dekat sungai.
  • Menghindari binatang buas yang berkeliaran di sekitar hutan Kalimantan.
  • Menjaga keamanan dari orang jahat.

Rumah tersebut menjadi kearifan lokal yang harus dilestarikan. Selain itu, rumah betang juga menjadi simbol bahwa masyarakat Dayak merupakan pekerja keras. Karena hulu rumah menghadap ke arah matahari terbit dan mereka akan mulai bekerja sejak matahari muncul.

Sementara itu, bagian hilir menghadap searah matahari terbenam. Yang menandakan bahwa Suku Dayak akan berhenti bekerja ketika sore hari dan mulai bekerja lagi keesokan hari.

Rumah adat ini berbentuk besar dan mewah karena dihuni oleh banyak orang. Hal tersebut juga membuktikan bahwa suku ini memiliki nikai kebersamaan dan ikatan antar anggota keluarga yang kuat.

Gambar Suku Dayak

Untuk lebih mengenal tentang masyarakat asli Kalimantan, berikut ini potret dari Suku Dayak.

PERMAINAN TRADISIONAL KHAS DAYAK (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/wsj.)

UPACARA ADAT KEMATIAN DAYAK TAMAN (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

UPACARA MEMELAS PUSAKA DAYAK (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Mengapa suku dayak memiliki bahasa dan budaya yang beraneka ragam

KBRN, Palangkaraya : Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah menemukan setidaknya 37 ragam bahasa Dayak di Provinsi Oloh Itah. Ragam bahasa ini belum termasuk bahasa yang dibawa oleh kaum pendatang dari luar Kalteng seperti bahsa serapan Banjar, Jawa, Sunda, Batak dan sebagainya.

Demikian disampaikan salah seorang peneliti Balai Bahasa Kalteng, Basori kepada RRI belum lama ini terkait perkembangan bahasa suku Dayak Kalimantan Tengah . Peneliti bahasa ini menjelaskan bahasa merupakan identitas pertama yang melekat pada setiap suku terutama suku Dayak. Ragam bahasa Dayak juga dinilai memiliki  keunikan dan ciri khas yang mencolok dari daerah lain bahkan suku Dayak yang ada di Kalteng.

Berdasarkan penelitian Balai Bahasa hingga kini telah ditemukan kurang lebih 37 bahasa dari beragam suku Dayak di Kalimantan Tengah. Pihaknya menemukan beragam ragam bahasa yang mirip dan memiliki keserupaan. Dalam penelitian ini, Balai bahasa mencoba mengkategorikan ragam bahasa dari hasil  memisahkan 37 persen lebih perbedaan. Kurang dari itu, Balai Bahasa memasukkan ragam bahsa tersebut ke dalam satu rumpun. Walau demikian, hingga kini penelitian tersebut belum dinyatakan berakhir. Masih banyak wilayah pedalaman termasuk di area hulu yang belum dijajaki untuk diteliti lebih jauh.

“Jumlah itu nantinya akan berkembang sesuai dengan penjajakan yang terus  dilakukan”, jelasnya.

Seperti diketahui hingga kini Balai Bahasa mencoba melestarikan produk budaya dan kesenian suku Dayak Kalteng kepada generasi penerus. Balai Bahasa menggiatkan sejumlah program untuk mendata dan menelaah kembali bahsa yang pernah ada, punah  serta yang  masih bertahan di Bumi Oloh Itah. Diharapkan melalaui pendataan dan dokumentasi ini selmua pihak semakin mengerti kahasanah dan luasnya kekayaan adat istiadat dan budaya Dayak. Dengan demikian para penerus dapat lebih mencintai dan menjunjung tinggi budaya nenek moyangnya di masa depannya nanti. (NATA)