Menurut kalian apa pentingnya Hadits sebagai sumber hukum Islam?

4 dari 5 halaman

Menurut kalian apa pentingnya Hadits sebagai sumber hukum Islam?
© Unsplash.com

Setelah mengetahui kedudukan hadis sebagai sumber hukum Islam, berikut adalah fungsi dari hadis terhadap Al-Quran yang dikutip melalui Merdeka.com:

Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Quran)

Fungsi hadis terhadap Al-Quran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Quran. Contohnya saja pada sebuah hadis yang menjelaskan tentang wudhu sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya sebagai berikut:

“ Rasulullah saw bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadas sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis tersebut ditaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 tentang wudhu yang bunyinya sebagai berikut:

يٰٓاَيُّهَاالَّذِيْنَاٰمَنُوْٓااِذَاقُمْتُمْاِلَىالصَّلٰوةِفَاغْسِلُوْاوُجُوْهَكُمْوَاَيْدِيَكُمْاِلَىالْمَرَافِقِوَامْسَحُوْابِرُءُوْسِكُمْوَاَرْجُلَكُمْاِلَىالْكَعْبَيْنِۗوَاِنْكُنْتُمْجُنُبًافَاطَّهَّرُوْاۗوَاِنْكُنْتُمْمَّرْضٰٓىاَوْعَلٰىسَفَرٍاَوْجَاۤءَاَحَدٌمِّنْكُمْمِّنَالْغَاۤىِٕطِاَوْلٰمَسْتُمُالنِّسَاۤءَفَلَمْتَجِدُوْامَاۤءًفَتَيَمَّمُوْاصَعِيْدًاطَيِّبًافَامْسَحُوْابِوُجُوْهِكُمْوَاَيْدِيْكُمْمِّنْهُۗمَايُرِيْدُاللّٰهُلِيَجْعَلَعَلَيْكُمْمِّنْحَرَجٍوَّلٰكِنْيُّرِيْدُلِيُطَهِّرَكُمْوَلِيُتِمَّنِعْمَتَهٗعَلَيْكُمْلَعَلَّكُمْتَشْكُرُوْنَ

 Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6).

Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Quran)

Fungsi hadis terhadap Al-Quran yang kedua adalah Bayan At-Tafsir atau menafsirkan isi Al-Quran. Di mana isi Al-Quran tersebut masih bersifat umum, lalu diberikan batasan di ayat yang sifatnya mutlak.

Sebagai contoh pada sebuah hadis tentang hukum pencurian yang artinya sebagai berikut:

“ Rasulullah saw didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan.”

Hadis tersebut menafsirkan yang adalah dalam ayat Al-Quran, yakni surat Al-Maidah ayat 38 yang bunyinya sebagai berikut:

وَالسَّارِقُوَالسَّارِقَةُفَاقْطَعُوْٓااَيْدِيَهُمَاجَزَاۤءًۢبِمَاكَسَبَانَكَالًامِّنَاللّٰهِۗوَاللّٰهُعَزِيْزٌحَكِيْمٌ

 Artinya: “ Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Al-Maidah: 38).

Hadis menjadi penjelas ayat-ayat Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadis atau sunah adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran. Hadis menjadi penjelas atas ayat-ayat Alquran yang tak sepenuhnya dipahami oleh umat Islam.

Hal itu dimungkinkan karena Alquran tak hanya berisi ayat-ayat yang qath’i (jelas), tetapi juga banyak yang zhanni (samar) sehingga membutuhkan penjelasan terperinci. Salah satu contohnya adalah perihal shalat.

Banyak ayat Alquran yang mengungkapkan perintah shalat. Namun, bagaimana shalat itu dilakukan, hal itu tidak dijelaskan secara perinci. Dari sini, Nabi Muhammad SAW menjelaskan bagaimana shalat harus dikerjakan. “Shalatlah kalian sebagaimana me lihat aku shalat.” (HR Bukhari).

Begitu juga dalam hal haji. Rasulullah menjelaskan, “Ambillah (kerjakanlah) haji itu dari manasik yang aku kerjakan.”

Dari sini tampak bahwa kedudukan hadis menjadi penting terhadap kandungan ayat-ayat Alquran. Karena itu, para ulama sepakat untuk menempatkannya sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Alquran.

Dalam perkembangannya kemudian, sepeninggal Rasulullah tak ada lagi tokoh sentral yang bisa menjelaskan kandungan ayat Alquran secara mendetail. Meski demikian, Rasulullah telah meninggalkan ‘warisan’ berharga bagi umatnya, yakni berupa perkataan, perbuatan, atau pun ketetapan hukum yang pernah dilakukan yang pernah dilakukan semasa hidupnya, termasuk sifatsifatnya.

Saat wukuf di Padang Arafah, 9 Dzulhijah tahun 10 H, Rasulullah bersabda, “Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara dan tidak akan tersesat kalian selamanya bila berpegang teguh kepada keduanya, yakni kitabullah (Alquran) dan su nah Rasulullah.” (HR Imam Malik). Hadis ini menjelaskan, betapa pen tingnya kedudukan hadis sebagai pedoman umat Islam bila menemu kan hal-hal yang belum jelas dalam Alquran.

Seiring perjalanan waktu, per kataan, perbuatan, ketetapan, atau akhlak Rasulullah diterjemahkan secara berbeda-beda oleh orang yang berbeda-beda pula dari berbagai generasi. Akibatnya, muncullah ungkapan-ungkapan yang disandarkan kepada Rasulullah kendati hal itu tak pernah diungkapkan oleh Rasulullah.

Dalam hal ini, Rasulullah pernah mengecam orang-orang yang suka menisbatkan sesuatu pa da dirinya, sementara hal itu tak pernah dikerjakannya. “Barang siapa yang berdusta atas nama diri ku, sesungguhnya tempatnya adalah neraka.”

Namun, tetap saja banyak orang membuat ungkapan- ung kapan yang disandar kan pada diri Nabi SAW. Akibatnya, mun cullah hadis-ha dis palsu dan hadis yang memiliki kualitas rendah. Rendahnya kualitas hadis ini disebabkan oleh kurangnya pengeta huan yang dimiliki, berkaitan dengan cara me nukilkan atau meri wayatkan hadis Nabi SAW, baik dari sisi perawinya (orang yang me ri wayatkan hadis) maupun makna yang terkandung dari hadis tersebut. Karena itu, para ulama mengklasifikasikan hadis dalam beberapa kelompok. Ada yang disebut hadis mutawatir, ahad, sahih, hasan, dhaif, maudhu, matruk, marfu’, dan sebagainya.

Untuk mengetahui kualitas suatu hadis digunakan ilmu yang disebut ilmu musthalah al-hadits. Ini adalah ilmu yang mempelajari periwayatan hadis dan kualitas dari hadis yang diriwayatkan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Merdeka.com - Hadis merupakan landasan hukum Islam yang kedua setelah Alquran. Hadis sebagai sumber kedua ditunjukkan oleh tiga hal yaituAlquran, kesepakatan (ijma) ulama, dan logika akal sehat (maqul). Alquran menekankan bahwa Rasulullah SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah. Oleh karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani oleh kaum muslimin.

Sejak masa sahabat sampai dengan hari ini para ulama telah sepakat dalam penetapan hukum didasarkan juga pada sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadis sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwaAlquran hanya memberikan garis-garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia.

Lebih jauh berikut ini informasi mengenai 4 fungsi hadis terhadap Alquran, penting diketahui telah dirangkum merdeka.com melalui Liputan6.com dan media.neliti.com:

2 dari 5 halaman

4 Fungsi hadis terhadap Alquran yang pertama adalah sebagai Bayan At-Taqrir yang berarti memperkuat isi dari Alquran. Dalam hal ini sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait perintah berwudhu, yakni:

“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima salat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)

Hadits di atas mentaqrir dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” - (QS.Al-Maidah:6)

3 dari 5 halaman

4 Fungsi hadis terhadap Alquran yang kedua adalah sebagai Bayan At-Tafsir yang berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi Alquran yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan (persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid).

Contoh hadits sebagai bayan At-tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum pencurian.

“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah” - (QS.Al-Maidah: 38)

Dalam Alquran, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi Muhammad SAW memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.

4 dari 5 halaman

Sedangkan 4 fungsi hadis terhadap Alquran yang ketiga adalah sebagai Bayan At-tasyri’ atau sebagai pemberi kepastian hukum atau ajaran-ajaran Islam yang tidak dijelaskan dalam Alquran. Biasanya Alquran hanya menerangkan pokok-pokoknya saja.
Contohnya hadits mengenai zakat fitrah, dibawah ini:

“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan Ramadan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan” - (HR. Muslim).

5 dari 5 halaman

4 Fungsi hadits terhadap Alquran yang terakhir adalah Baya Nasakh. Para ulama mendefinisikan Bayan Nasakh berarti ketentuan yang datang kemudian dapat menghapuskan ketentuan yang terdahulu, sebab ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dengan lingkungannya dan lebih luas.

Contohnya:“Tidak ada wasiat bagi ahli waris”

Hadits ini menasakh surat QS. Al-Baqarah ayat 180:

“Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabat secara ma’ruf. (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa” - (QS.Al-Baqarah:180)

Untuk fungsi hadits sebagai Bayan Nasakh ini ada perdebatan di kalangan ulama. Ada juga yang berpendapat Bayan Nasakh bukanlah fungsi hadits.