Nabi yang tidak disebutkan dalam Al Quran

Dalam agama islam, ada 25 Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al-Quran. Nabi dan Rasul adalah manusia-manusia pilihan yang bertugas memberi petunjuk kepada manusia tentang keesaan Allah SWT dan membina mereka agar melaksanakan ajaran-Nya.

Sejarah panjang umat manusia dimulai sejak diturunkannya Nabi Adam as. dan istrinya Siti Hawa oleh Allah swt. ke dunia ini. Nabi Adam diciptakan sebagai manusia pertama oleh Allah sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 31 sebagai berikut.

وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

Artinya: “Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”” (Q.S 2:31).

Kemudian dalam surat Al-Baqarah ayat 34 dijelaskan:

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

Advertising

Advertising

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.” (Q.S 2:34).

Menurut tafsir Kementerian Agama, pada ayat ini, Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud hormat kepada Nabi Adam sebagai bentuk pengakuan malaikat akan keunggulan manusia. Iblis menolak bersujud kepada Nabi Adam dan menyombongkan diri karena merasa dirinya lebih terhormat.

Atas tindakan tersebut, iblis termasuk golongan yang kafir, yaitu makhluk yang menutup diri dari menerima kebenaran, ingkar terhadap kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepadanya, dan ingkar terhadap hikmah yang terkandung di balik titah Allah.

Sejak Nabi Adam, Allah telah menunjuk beberapa Nabi setelahnya. Dalam buku “Agama Islam, Nama-Nama Nabi dalam Al Qur'an” oleh Ariani dijelaskan, istilah nabi berasal dari bahasa Arab yang berarti orang yang menyampaikan berita.

Setiap nabi dan rasul memiliki keistimewaan karena mereka adalah manusia pilihan Allah SWT untuk menyampaikan wahyu kepada umat-Nya. Sedangkan pengertian rasul adalah utusan Allah.

Beberapa ulama memiliki perbedaan pandangan antara Nabi dan Rasul. Ada yang menyatakan bahwa Nabi dan Rasul itu sama. Pendapat lain menyatakan bahwa setiap rasul pasti seorang Nabi, tetapi Nabi belum tentu ditugaskan menjadi Rasul.

Nama-nama Nabi dalam Al-Quran

Dalam Al-Quran tercantum 25 nama Nabi berurutan sebagai berikut.

  1. Nabi Adam.
  2. Nabi Idris.
  3. Nabi Nuh.
  4. Nabi Hud.
  5. Nabi Saleh.
  6. Nabi Ibrahim.
  7. Nabi Ismail.
  8. Nabi Luth.
  9. Nabi Ishaq.
  10. Nabi Ya’kub.
  11. Nabi Yusuf.
  12. Nabi Syu’aib.
  13. Nabi Ayub.
  14. Nabi Zulkifli.
  15. Nabi Musa.
  16. Nabi Harun.
  17. Nabi Daud.
  18. Nabi Sulaiman.
  19. Nabi Ilyas.
  20. Nabi Ilyasa.
  21. Nabi Yunus.
  22. Nabi Zakaria.
  23. Nabi Yahya.
  24. Nabi Isa.
  25. Nabi Muhammad (Rasulullah).

Baca Juga

Nabi pilihan Allah sangat menjaga sikap dan perilakunya. Mereka memiliki sifat istimewa dan terpuji, yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fatanah. Ariani dalam buku “Agama Islam, Nama-Nama Nabi dalam Al Qur'an” menjelaskan sifat Nabi dan Rasul sebagai berikut.

  • Sidiq, artinya jujur. Makna sifat ini adalah jujur dalam menyampaikan kabar sesuai kenyataan. Jadi, para Nabi dan Rasul tidak berkata bohong.
  • Amanah, artinya terpercaya. Nabi dan Rasul memiliki keadaan lahir dan batin yang terhindar dari perbuatan khianat sehingga mereka dapat dipercaya.
  • Tabligh, artinya menyampaikan. Maksud sifat ini adalah Nabi dan Rasul menyampaikan dan menjelaskan semua perintah dari Allah. Mereka terhindar dari sifat kitman, artinya menyembunyikan.
  • Fatanah, artinya cerdas. Sifat cerdas Nabi dan Rasul berarti dalam menyampaikan tugas dari Allah, mereka tanggap dan terhindar dari sifat baladah atau bodoh.

Kisah Para Nabi

Kisah para Nabi dapat diteladani dan diambil hikmahnya. Dalam buku “Kumpulan Kisah Teladan” oleh Prof. Dr. H. M. Hasballah Thaib, MA dan H. Zamakhsyari Hasballah, Lc, MA, Ph.D. dijelaskan, kisah dalam bahasa Arab disebut al-Qashash.

Secara bahasa, kata al-Qashash maknanya mengikuti atsar (jejak/bekas). Sedangkan secara istilah maknanya adalah informasi mengenai suatu kejadian/perkara yang berperiodik di mana satu sama lainnya saling sambung-menyambung (berangkai).

Simak kisah Nabi Idris as. berikut dari buku “25 Nabi Dan Rasul Dalam Alquran” oleh Herlinda Novita Rahayu.

Kisah Nabi Idris

Nabi Idris a.s adalah keturunan keenam Nabi Adam, putra dari Yazid bin Mihla’iel bin Qoinan bin Anusy bin Syith bin Adam a.s dan dia adalah keturunan pertama yang dikurniakan kenabian setelah Adam dan Syith.

Nabi Idris menerima wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril sebanyak 30 shahifah yang isinya adalah ajaran agama untuk umatnya. Kisah Nabi Idris dimulai saat menerima tugas berdakwah untuk anak-cucu Qabil.

Beliau selalu mengajak mereka mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi godaan setan. Tetapi, anak-cucu Qabil tidak mau menerima ajaran Nabi Idris.

Akhirnya, Allah memerintahkan Nabi Idris agar meninggalkan mereka. Azab Allah kemudian datang, mengakibatkan kemarau panjang dan kelaparan. Nabi Idris melanjutkan dakwah. Suatu hari, atas izin Allah, Izrail menemui Nabi Idris dengan menyamar sebagai seorang laki-laki.

Izrail mengucapkan salam dan Nabi Idris Menjawabnya. Izrail menginap di rumah Nabi Idris selama beberapa hari. Nabi Idris heran kenapa tamu tersebut tidak makan, tidur, dan terus beribadah. Beliau kemudian memberanikan diri bertanya.

"Aku ini Izrail." jawab Izrail.

"Izrail?" tanya Nabi Idris seolah tak percaya. "Engkau datang untuk mencabut nyawaku?" "Bukan," jawab Izrail. "Aku datang hanya untuk berkenalan denganmu."

Kemudian Nabi Idris mengatakan bahwa ia ingin merasakan bagaimana rasanya mati. Maka Izrail mencabut nyawa Nabi Idris Namun, Nabi Idris tidak merasakan apapun.

Izrail menjelaskan, "Karena aku mencabutnya dengan lemah lembut."

"Bagaimana dengan orang yang tidak beriman?" tanya Nabi Idris.

"Rasanya sakit tak terperi. Sampai kiamat pun masih terasa." jawab Izrail.

Kemudian Nabi Idris ingin meyaksikan neraka secara langsung. Atas izin Allah, Izrail dan Nabi Idris sampai di tepi neraka. Apinya bergemuruh, nyalanya sangat terang, panasnya begitu dahsyat.

Baca Juga

Penjaga neraka sangat menyeramkan, galak, dan tak kenal ampun menyiksa orang-orang kafir. Menyaksikan kengerian itu, Nabi Idris pingsan.

“Tak ada yang lebih mengerikan dari neraka.” ujar Nabi Idris.

Nabi Idris dan Izrail bergegas menuju surga. Setelah memberi salam, keduanya dipersilakan masuk oleh malaikat penjaga surga, yaitu Ridwan. Ketika Nabi Idris as melihat surga, beliau tak henti mengucapkan, "Subhanallah."

Dalam surga, mengalir sungai jernih, istana cantik, dan bidadari. Saat Nabi Idris as. ingin minum air surga, rasanya lezat dan segar, melebihi minuman apapun di dunia.

Allah menceritakan tentang kisah Nabi Idris ini kepada Rasulullah SAW dengan firman-Nya dalam surat Maryam ayat 56-57 sebagai berikut.

وَاذْكُرْ فِى الْكِتٰبِ اِدْرِيْسَۖ اِنَّهٗ كَانَ صِدِّيْقًا نَّبِيًّا ۙوَّرَفَعْنٰهُ مَكَانًا عَلِيًّا

“Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam Kitab (Al-Qur'an). Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (Q.S 19:56-57).

Demikian kisah Nabi Idris. Dari kisah tersebut dapat dipahami bahwa surga dan neraka benar adanya. Percaya terhadap surga dan neraka merupakan salah satu ciri orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada kitab Al-Quran, karena hal tersebut bagian dari kebenaran Al-Quran yang merupakan firman Allah.

Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menunjukkan sebagian dari nama-nama para Rasul yang Allah Ta’ala. Nama-nama yang disebutkan dalam Al-Qur’an tersebut mencapai dua puluh lima nabi dan rasul. Di antara dalil yang menunjukkan nama nabi dan rasul adalah sebagai berikut.

Dalam satu rangkaian ayat, Allah Ta’ala mengumpulkan delapan belas nabi dan rasul. Allah Ta’ala berfirman,

وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَّن نَّشَاء إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ ؛ وَوَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ كُلاًّ هَدَيْنَا وَنُوحاً هَدَيْنَا مِن قَبْلُ وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ  ؛ وَزَكَرِيَّا وَيَحْيَى وَعِيسَى وَإِلْيَاسَ كُلٌّ مِّنَ الصَّالِحِينَ ؛ وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ

“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada (1) Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan (2) Ishak dan (3) Yaqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada (4) Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu (5) Daud, (6) Sulaiman, (7) Ayyub, (8) Yusuf, (9) Musa, dan (10) Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan (11) Zakaria, (12) Yahya, (13) ‘Isa, dan (14) Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang salih. Dan (15) Ismail, (16) Alyasa’, (17) Yunus, dan (18) Luth. Masing-masing Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” (QS. Al-An’am: 83-86).

Di dalam surat An-Nisa’, Allah Ta’ala sebutkan tiga belas nabi. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُوراً

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu (1) (Muhammad) sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada (2) Nuh dan nabi-nabi setelahnya. Dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada (3) Ibrahim, (4) Isma’il, (5) Ishak, (6) Ya’qub dan (7) al-asbath (anak cucunya, yaitu Yusuf, pen.) (8) ‘Isa, (9) Ayyub, (10) Yunus, (11) Harun, dan (12) Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada (13) Daud.” (QS. An-Nisa’: 163).

Selebihnya, Allah Ta’ala sebutkan dalam surat yang terpisah,

وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!’” (QS. Al-Baqarah: 31).

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُوداً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ مُفْتَرُونَ

“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Dia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja.’” (QS. Huud: 50).

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحاً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Dia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.’” (QS. Al-A’raf: 73).

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْباً قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُواْ اللّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـهٍ غَيْرُهُ

“Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.’” (QS. Al-A’raf: 85).

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقاً نَّبِيّاً

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi.” (QS. Maryam: 56).

وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كُلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ

“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Dzulkifli. Semua mereka termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Al-Anbiya’: 85).

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ

“Muhammad itu adalah utusan Allah” (QS. Al-Fath: 29).

Berdasarkan ayat-ayat di atas, nama Nabi dan Rasul yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah: (1) Adam; (2) Nuh; (3) Ibrahim; (4) Isma’il; (5) Ishaq; (6) Ya’qub; (7) Dawud; (8) Sulaiman; (9) Ayyub; (10) Yusuf; (11) Musa; (12) Harun; (13) Zakariya; (14) Yahya; (15) Isa; (16) Ilyas; (17) Alyasa’; (18) Idris; (19) Yunus; (20) Luth; (21) Hud; (22) Shalih; (23) Syu’aib; (24) Dzulkifli; dan (25) Muhammad ‘Alihimus shalaatu was salaam.

Yang dimaksud dengan “al-asbath” (sebagaimana yang disebutkan dalam surat An-Nisa’ ayat 163) adalah Nabi dari anak keturunan Ya’qub ‘alaihis salaam (lihat Tafsir Ath-Thabari, 3: 109).

Perlu dicatat bahwa para Nabi itu jumlahnya sangatlah banyak. Tidak terdapat dalil yang sahih yang menunjukkan jumlah yang pasti [1]. Oleh karena itu, wajib beriman kepada mereka seluruhnya tanpa membatasi jumlah mereka dengan angka atau bilangan tertentu.

Adapun jumlah 25 nama yang tadi disebutkan, itu adalah nama-nama yang Allah Ta’ala sebutkan atau ceritakan dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala memang menyebutkan nama sebagian mereka di dalam Al-Qur’an, namun tidak menceritakan sebagian besar dari mereka yang lain. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.” (QS. Al-Mu’min: 78).

Baca Juga: Nabi Lebih Mulia daripada Wali

Saudara-saudara Yusuf bukanlah Nabi

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata, “Tidaklah diketahui dari Bani Israil (adanya nabi) sebelum Musa kecuali Yusuf. Di antara yang menguatkan  hal tersebut adalah ketika Allah Ta’ala menyebutkan para nabi dari keturunan Ibrahim, Allah Ta’ala mengatakan,

وَمِن ذُرِّيَّتِهِ دَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ وَأَيُّوبَ وَيُوسُفَ وَمُوسَى وَهَارُونَ

‘Dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun’ (QS. Al-An’am: 84).

Maka disebutkanlah Yusuf dan yang bersamanya, dan tidak disebutkan al-asbath. Seandainya saudara-saudara Yusuf adalah Nabi sebagaimana kenabian Yusuf, tentu akan ikut disebutkan bersamanya” (Jaami’ul Masaail, 3: 298).

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa tidak terdapat dalil yang menunjukkan kenabian saudara-saudara Yusuf” (Tafsir Ibnu Katsir, 4: 327).

Tambahan dari dalil As-Sunnah

Terdapat tambahan dari yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu Yusya’ bin Nun. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ، فَقَالَ لِقَوْمِهِ: لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ، وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا؟ وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا، وَلاَ أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا، وَلاَ أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهُوَ يَنْتَظِرُ وِلاَدَهَا، فَغَزَا فَدَنَا مِنَ القَرْيَةِ صَلاَةَ العَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ، فَقَالَ لِلشَّمْسِ: إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا، فَحُبِسَتْ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَجَمَعَ الغَنَائِمَ، فَجَاءَتْ يَعْنِي النَّارَ لِتَأْكُلَهَا، فَلَمْ تَطْعَمْهَا فَقَالَ: إِنَّ فِيكُمْ غُلُولًا، فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ، فَقَالَ: فِيكُمُ الغُلُولُ، فَلْيُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ بِيَدِهِ، فَقَالَ: فِيكُمُ الغُلُولُ، فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنَ الذَّهَبِ، فَوَضَعُوهَا، فَجَاءَتِ النَّارُ، فَأَكَلَتْهَا ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنَا الغَنَائِمَ رَأَى ضَعْفَنَا، وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَا لَنَا

“Ada seorang Nabi di antara para nabi yang berperang lalu berkata kepada kaumnya, ‘Janganlah mengikuti aku seseorang yang baru saja menikahi wanita sedangkan dia hendak menyetubuhinya karena dia belum lagi menyetubuhinya (sejak malam pertama); dan jangan pula seseorang yang membangun rumah-rumah sedang dia belum memasang atap-atapnya; dan jangan pula seseorang yang membeli seekor kambing atau seekor unta yang bunting sedang dia menanti-nanti hewan itu beranak.’

Maka Nabi tersebut berperang dan ketika sudah hampir mendekati suatu kampung, datanglah waktu salat Asar atau sekitar waktu itu. lalu Nabi itu berkata kepada matahari, ‘Kamu adalah hamba yang diperintah begitu juga aku hamba yang diperintah. Ya Allah tahanlah matahari ini untuk kami.’ Maka matahari itu tertahan (berhenti beredar) hingga Allah memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut. Kemudian Nabi tersebut mengumpulkan ghanimah, lalu tak lama kemudian datanglah api untuk memakan (menghanguskannya), namun api itu tidak dapat memakannya.

Nabi tersebut berkata, ‘Sungguh di antara kalian ada yang berkhiyanat (mencuri ghanimah). Untuk itu, hendaklah dari setiap suku ada seorang yang berbaiat kepadaku.’ Maka ada tangan seorang laki-laki yang melekat (berjabatan tangan) dengan tangan Nabi tersebut. Lalu Nabi tersebut berkata, ‘Di kalangan sukumu ada orang yang mencuri ghanimah, maka hendaklah suku kamu berbaiat kepadaku.’ Maka tangan dua atau tiga orang laki-laki suku itu berjabatan tangan dengan tangan Nabi tersebut, lalu Nabi tersebut berkata, ‘Di kalangan sukumu ada orang yang mencuri ghanimah.’

Mereka datang dengan membawa emas sebesar kepala sapi lalu meletakkannya. Kemudian datanglah api lalu menghanguskannya. Kemudian Allah menghalalkan ghanimah untuk kita karena Allah melihat kelemahan dan ketidakmampuan kita sehingga Dia menghalalkannya untuk kita” (HR. Bukhari no. 3124).

Nama Nabi tersebut adalah Yusya’ bin Nun. Dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ لَمْ تُحْبَسْ عَلَى بَشَرٍ إِلَّا لِيُوشَعَ لَيَالِيَ سَارَ إِلَى بَيْتِ الْمَقْدِسِ

“Sesungguhnya matahari tidaklah ditahan untuk seorang manusia, kecuali untuk Yusya’ [ada saat dia berjalan pada malam hari menuju Baitul Maqdis]” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 14: 65, no. 8315. Dinilai sahih oleh Ibnu Hajar dalam Al-Fath 6: 221) [2].

Di seri berikutnya, akan kami bahas apakah Khidir itu seorang Nabi ataukah bukan? Semoga Allah Ta’ala mudahkan.

Baca Juga:

[Bersambung]

***

@Rumah Kasongan, 10 Rabiul akhir 1443/15 November 2021

Penulis: M. Saifudin Hakim

 Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Silakan dibaca penjelasannya pada artikel kami Jumlah Para Nabi dan Rasul. [2] Disarikan dari kitab Al-Mabaahits Al-‘Aqdiyyah Al-Muta’alliqah bil Imaan bir Rusul karya Ahmad bin Muhammad bin Ash-Shadiq An-Najar, hal. 37-40. Kutipan-kutipan dalam artikel di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.

🔍 Bacaan Sujud Sahwi, Niat Sedekah, Doa Agar Orang Bisa Kesurupan, Nama Nama Hari Kiamat Dan Penjelasannya, Bahasa Arab Allah Maha Tahu