ASEAN Community. Source: http://www.asiaeducation.edu.au JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia dalam laporannya yang bertajuk East Asia and Pacific Economic Update melaporkan, ekonomi negara-negara besar dan berkembang di ASEAN akan menguat lebih cepat pada 2017 dan 2018. Namun, faktor penyebabnya berbeda-beda. Filipina akan mendapat keuntungan dari belanja publik yang lebih tinggi untuk infrastruktur, kenaikan investasi swasta, ekpansi kredit dan bertambahnya pemasukan dari luar negeri. Pertumbuhan ekonomi Filipina akan menguat ke 6,9 persen pada 2017 dan 2018. Subsidi pemerintah yang lebih tinggi serta belanja infrastruktur yang lebih banyak dan kenaikan ekspor akan menaikkan pertumbuhan ekonomi Malaysia menjadi 4,3 persen di 2017. Adapun pertumbuhan ekonomi Malaysia diprediksi 4,5 persen di tahun 2018. "Di Indonesia, ekspansi kredit dan kenaikan harga minyak akan mendorong perekonomian tumbuh ke 5,2 persen di 2017, naik dari 5 persen di tahun 2016," kata Sudhir Shetty, Ekonom Utama Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik di Jakarta, Kamis (13/4/2017). (Baca: Bank Dunia Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI 5,2 Persen Tahun Ini) Sementara itu di Vietnam, pertumbuhan akan naik menjadi 6,3 persen. Hal ini seiring dengan sentimen pasar yang positif dan investasi asing langsung yang kuat. Ekonomi negara-negara yang lebih kecil di kawasan secara umum akan mendapat manfaat dari ketangguhan perekonomian negara tetangga mereka yang lebih besar, serta sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan dari harga komoditas yang lebih tinggi. Ekonomi Kamboja akan naik menjadi 6,9 persen di tahun 2017 dan 2018, seiring dengan naiknya belanja publik serta ekspansi di bidang pertanian dan pariwisata yang mengimbangi penurunan di bidang konstruksi dan garmen. Ekonomi Myanmar akan naik ke 6,9 persen di tahun 2017 dan 7,2 persen di tahun 2018, naik dari 6,5 persen di tahun 2016. Ini sejalan dengan kenaikan belanja infrastruktur dan adanya reformasi struktural yang akan memancing investasi asing. (Baca: Ini Tantangan Ekonomi Indonesia 2017 Versi Bank Dunia) Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Baca berikutnya
Rabu, 09 Feb 2022 12:24 WIB
5 negara di Asia mencatatkan pertumbuhan ekonomi positif di sepanjang tahun lalu. Namun, di antara China, Taiwan, Singapura, dan Filipina, RI tercatat paling bontot. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Safir Makki). Jakarta, CNN Indonesia --Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis data pertumbuhan ekonomi alias Produk Domestik Bruto (PDB) alias GDP sepanjang tahun lalu yang tumbuh 3,69 persen. Sedangkan pada kuartal IV 2021 saja GDP tumbuh 5,02 persen. Angkanya memang di atas realisasi tahun sebelumnya yang minus 2 persen, namun masih di bawah ekspektasi Menteri Keuangan Sri Mulyani sebesar 4 persen. Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan PDB pada kuartal keempat tahun lalu sebesar Rp4.498 triliun, sedangkan dihitung harga dasar konstan sebesar Rp2.845 triliun. Dalam periode Oktober-Desember 2021 atau kuartal IV 2021, pertumbuhan ekonomi sebesar 1,06 persen. Seperti Indonesia, berbagai negara di Asia juga sudah merilis data GDP mereka, berikut daftarnya. 1. China Ekonomi Negeri Tirai Bambu tumbuh 8,1 persen sepanjang 2021. Realisasi tersebut lebih tinggi dari 2020 yang hanya tumbuh 2,3 persen. Mengutip CNN Business, pertumbuhan ekonomi China sepanjang tahun lalu melampaui ekspektasi pemerintah yang hanya 6 persen. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi China hanya 4 persen pada kuartal IV 2021. Angkanya melambat dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya yang tembus 6,5 persen, tetapi lebih tinggi dari ekspektasi sejumlah pihak yang sebesar 3,6 persen. Perlambatan ekonomi China pada kuartal IV 2021 terjadi karena konsumsi masyarakat turun drastis. Penjualan ritel hanya naik 1,7 persen pada Desember 2021, melambat dari kenaikan bulan sebelumnya yang mencapai 3,9 persen. China memang menghadapi sejumlah masalah baru, termasuk di sektor properti dan covid-19. 2. Singapura Ekonomi Singapura tumbuh 7,2 persen pada 2021. Hal itu menandakan kebangkitan negeri singa dari resesi terburuk akibat pandemi covid-19 sejak kemerdekaan pada 1965. Kinerja ekonomi jiran RI tersebut jatuh pada 2020 ketika bisnis dan perbatasan internasional harus ditutup. Hal tersebut mencekik jalur kehidupan ekonomi perdagangan dan pariwisata yang menjadi sumber pemasukan negara. Pengetatan mobilitas yang awalnya diberlakukan Pemerintah Singapura membuat ekonomi negara tersebut terseok-seok. Kebijakan kemudian diubah saat pemerintah memutuskan untuk menerima wabah menjadi endemi karena mayoritas penduduk telah divaksinasi sepenuhnya. 3. Hong Kong Hong Kong Special Administrative Region (HKSAR) mencatat ekonomi Hong Kong tumbuh 6,4 persen sepanjang 2021. Produk Domestik Bruto (PDB) Hong Kong ditopang oleh pengeluaran konsumsi swasta, pengeluaran konsumsi pemerintah, dan pembentukan modal tetap domestik bruto, masing-masing meningkat sebesar 5,7 persen, 4,6 persen, dan 10,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk 2021 secara keseluruhan, total ekspor barang dan impor barang naik masing-masing 19 persen dan 17,5 persen secara riil selama, kata laporan itu. 4. Taiwan Selama tahun lalu, pertumbuhan GDP Taiwan meroket 6,28 persen, naik dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh 3,11 persen. Mengutip Reuters, pertumbuhan tersebut merupakan yang tercepat setelah pertumbuhan 2010 lalu yang sebesar 10,25 persen. Khusus untuk kuartal IV 2021, GDP Taiwan tumbuh 4,88 persen, lebih tinggi dari polling Reuters di level 3,8 persen. Namun, melambat dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, yakni 7,43 persen pada kuartal II dan 8,92 persen pada kuartal pertama. 5. Filipina Ekonomi Filipina pada 2021 tumbuh 5,6 persen, ditopang pertumbuhan kuartal terakhir yang sebesar 7,7 persen. Pertumbuhan kencang dikarenakan relaksasi pembatasan aktivitas yang mendorong aktivitas bisnis. Angka yang dilaporkan oleh Otoritas Statistik Filipina tersebut menempatkan ekonomi di jalur tingkat pra-pandemi. Namun, varian omicron dan inflasi menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan. Kinerja ekonomi tahunan Filipina sedikit melampaui kisaran target yang disesuaikan sebesar 5 persen hingga 5,5 persen, usai terkontraksi 9,6 persen pada 2020. (wel/bir)Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi dunia sedang mengalami disrupsi akibat adanya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Perang dagang yang belum kunjung usai memberikan efek domino ke berbagai negara. Bagi wilayah ASEAN, perang dagang memberikan tantangan dan peluang. Tantangan muncul karena ekonomi dunia yang melambat, sementara peluang hadir untuk meningkatkan sektor manufaktur karena ASEAN dinilai sebagai alternatif bisnis selain China. Menurut laporan The Economist, pertumbuhan ekonomi di ASEAN melambat tetapi masih dalam taraf baik. Pertumbuhan Indonesia pun diprediksi tetap di kisaran 5,2 persen tahun ini. Berikut daftar selengkapnya: 1. Myanmar: 7,1 persen 2. Vietnam: 6,9 persen 3. Laos: 6,8 persen 4. Kamboja: 6,5 persen 5. Filipina: 5,7 persen 6. Indonesia: 5,2 persen 7. Thailand: 3,5 persen 8. Malaysia: 4,5 persen 9. Singapura: 1,6 persen 10. Brunei: 0,5 persen Myanmar, meski sedang disorot karena kasus Rohingya, memiliki pertumbuhan tertinggi di ASEAN. Bank Dunia menyebut ekonomi Myanmar tumbuh berkat kuatnya manufaktur (garmen), pengeluaran infrastruktur, dan liberalisasi sektor ritel, asuransi, dan perbankan. Pertumbuhan Indonesia tercatat lebih tinggi daripada Malaysia yang ekonominya terpantau lesu di era Mahathir. Namun, tak ada perubahan dari ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun lalu. Singapura dan Brunei memiliki pertumbuhan ekonomi terendah, tetapi sebetulnya pertumbuhan Brunei naik 0,4 persen. Pertumbuhan 0,4 persen adalah yang tertinggi di ASEAN. Ekonomi Thailand juga tercatat minus 0,6 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 4,1 persen, dan terakhir pertumbuhan Filipina juga menurun 0,5 persen dari tahun lalu yang sebesar 6,2 persen. Scroll down untuk melanjutkan membaca 02 May 2019, 06:37 WIB - Oleh: Patung Merlion di Marina Bay, Singapura Bisnis.com, NADI - Pertumbuhan ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya diproyeksikan masih akan melambat dalam dua tahun mendatang. Singapura, Thailand, Vietnam, dan Kamboja, mengalami perlambatan yang paling tajam. Asian Development Outlook 2019 yang dipublikasikan oleh Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) di 10 negara di Asia Tenggara akan berada di level 4,9 persen pada 2019, kemudian sedikit meningkat menjadi 5,0 persen pada 2020. Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut per 2017 mencapai 5,3 persen, sebelum kemudian turun menjadi 5,1 persen pada tahun berikutnya. Yasuyuki Sawada, Kepala Ekonom ADB, mengatakan bahwa perlambatan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dipengaruhi oleh melambatnya ekonomi global, terutama China. Kondisi ekonomi China, yang merupakan raksasa ekonomi di Asia, sangat berpengaruh terhadap pergerakan ekonomi di kawasan. Risiko besar yang menjadi ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi, menurut Sawada, adalah berlarut-larutnya ketegangan antara China dan Amerika Serikat. “Hal ini menyebabkan ketidakpastian dalam negosiasi perdagangan. Akibatnya, sektor swasta memutuskan bersikap wait and see, yang pada akhirnya membuat investasi melambat dan produksi turun,” ujarnya di sela-sela pertemuan ADB Annual Meeting 2019 di Nadi, Fiji, Rabu (1/5/2019). Indonesia Lebih Baik Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Setelah diproyeksikan mengalami perlambatan pada 2019, GDP Indonesia diperkirakan akan kembali naik pada tahun berikutnya. Perbaikan ekonomi Indonesia, menurut Sawada, dimotori oleh kuatnya konsumsi domestik, dan dibantu oleh kebijakan fiskal serta moneter yang tepat sehingga mampu mengompensasi tekanan eksternal. “Indonesia juga mendapatkan banyak investasi langsung, di antaranya dari China. Ini turut memacu pertumbuhan,” ujarnya. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di Singapura, Thailand, Vietnam, dan Kamboja, diperkirakan masih akan berlanjut sampai dua tahun mendatang, dengan tingkat perlambatan cukup tajam. Menurutnya, kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh tekanan global. “Ketika tekanan global sudah reda, akan tumbuh lagi.” Proyeksi Pertumbuhan PDB di Asia Tenggara (%) 2017 2018 2019 2020 Asia Tenggara 5,3 5,1 4,9 5,0 Brunei Darussalam 1,3 -0,1 1,0 1,5 Kamboja 7,0 7,3 7,0 6,8 Indonesia 5,1 5,2 5,2 5,3 Lao PDR 6,9 6,5 6,5 6,5 Malaysia 5,9 4,7 4,5 4,7 Myanmar* 6,8 6,2 6,6 6,8 Filipina 6,7 6,2 6,4 6,4 Singapura 3,9 3,2 2,6 2,6 Thailand 4,0 4,1 3,9 3,7 Vietnam 6,8 7,1 6,8 6,7 Sumber: ADB Simak Video Pilihan di Bawah Ini : |