Niat puasa yang dilakukan pada malam hari termasuk bagian dari

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim yang tidak ada uzur syar’i selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Para ulama sepakat bahwa niat merupakan bagian dari rukun puasa. Dengan kata lain, sebuah ibadah tidak dianggap sah dan berpahala jika tidak disertai niat. Oleh karena itu para ulama memberikan perhatian cukup besar terhadap perkara niat. Bahkan, Imam Syafi’I, Ahmad Ibnu Mahdi, Ibnu al-Madini, Abu dawud, dan ad-Daru Quthni mengatakan bahwa niat merupakan sepertiga ilmu. 

Niat secara bahasa berarti ‘menyegaja’. Sedangkan secara istilah (menurut mazhab Syafi’i, red) niat adalah ‘bermaksud melakukan sesuatu disertai dengan pelaksanaannya’ (qashdusy syai’ muqtarinan bi fi‘lihi) (Salim bin Sumair al-Hadhrami, Safînatun Najah, Surabaya, Miftah, halaman 3; dan Muhammad bin Qosim Al-Ghazi, Fathul Qorib, Indonesia, Daarul Hayaai Kitaabi ‘Arabiyyah, halaman 13). 

Fungsi niat adalah untuk membedakan antara satu ibadah dengan ibadah yang lainnya, atau membedakan ibadah dengan adat kebiasaan. Di samping itu, niat juga berfungsi untuk membedakan tujuan seseoramg dalam beribadah; apakah beribadah karena mengharap ridha Allah ﷻ ataukah karena mengharap pujian manusia (Ahmad Ibnu Rajab Al-Hambali, Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Beirut, Darul Ma’rifah, 1408 H, halaman 67)

Dalam hal ini, terkait niat puasa Ramadhan, waktu niat puasa harus dilakukan pada malam hari mulai ba’da maghrib sampai terbit fajar. Apabila dilakukan di luar waktu tersebut maka niatnya tidak sah dan otomatis puasanya juga tidak sah. Hal ini sesuai dengan hadits riwayat Imam ad-Daru Quthni (21/400):

مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ {الدار قطني وصحيحه عن عائشة}

“Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar subuh, maka tidak ada puasa baginya.”

Juga dalam hadits daru Qathni yang Lain (2/172): 

لا صيام لمن لم يفرضه من اليل

“Tidak ada puasa bagi orang yang tidak meniatkan puasa semenjak malam.”

Namun keharusan niat puasa malam hari sampai sebelum terbit fajar ini hanya berlaku bagi puasa Ramadhan dan tidak berlaku bagi puasa sunnah. Karenanya tidak mengapa dan sah-sah saja niat untuk berpuasa sunnah itu baru diniatkan walaupun diwaktu dhuha, dengan catatan dari terbitnya fajar hingga waktu dhuha itu belum seteguk pun air yang diminum dan belum ada kecuil pun makanan yang dimakan. Berdasarkan penjelasan dari Aisyah radliyallahu ‘anh:

دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم، فقال: هل عندكم شيء؟ ، فقلنا: لا، فقال: فإني إذا صائم

“Suatu hari Rasulullah ﷺ datang kepadaku, lalu beliau bertanya: “Apakah ada makanan?” Lalu kami menjawab: “Tidak ada”, maka Rasulullah ﷺ berkata: “Kalau begitu saya puasa.” (HR Muslim)

Masih terkait niat, ada pertanyaan yang terus bergulir terkait apakah niat harus diucapkan sebagaimana yang umum dilakukan selesai shalat tarawih di Indonesia? Ataukah niat hanya cukup di hati saja? Apakah sah niat puasa hanya dalam hati? Bagaimana yang benar menurut Islam?

Baca juga: Beda Pendapat Ulama tentang Niat Puasa Ramadhan

Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana hakikat niat puasa Ramadhan, menurut Islam. 

Dalam beberapa rujukan dijelaskan bagaimana niat puasa Ramadhan yang sah menurut Islam. Di literatur tersebut menjelaskan dengan gamblang bahwa niat puasa Ramadhan harus dalam hati, sedangkan melafadhkannya adalah sunah. Di bawah ini beberapa ibarat terkait bagaimana hakikat niat puasa Ramadhan: 

Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ (II/23) menjelaskan bahwa sesugguhnya niat dalam hati tanpa lisan sudah cukup:

فإن نوى بقلبه دون لسانه أجزاه

“Sesungguhnya niat dengan hati tanpa lisan sudah cukup.” (Imam Nawawi, Al-Majmu’, Daarul ‘Âlimil Kutub, halaman 23)

Dalam kitab I’anatu Thalibin pada bab puasa (صوم), keterangan senada juga  ditemukan. 

النيات با لقلب ولا يشترط التلفظ بها بل يندب

“Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan.” (Sayid Bakri, I’anatu Thalibin, Surabaya, Hidayah, halaman 221)

Baca juga: Lafal Niat Puasa: Ramadlana atau Ramadlani?

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa niat itu harus dilakukan dalam hati dan melafalkan niat puasa Ramadhan adalah sunah, dengan kata lain ketika seseorang niat puasa Ramadhan hanya dalam hati tanpa mengucapkannya sudah cukup dan sah baginya niat puasa, karena mengucapkannya niat adalah sunah dengan tujuan untuk menuntun hati dalam niat lewat ucapan. Wallahu ‘Alam.

Aang Fatihul Islam, Ketua PC LDNU Jombang

tirto.id - Niat puasa Ramadhan baik itu diucapkan dalam hati maupun dilafalkan dengan lisan, dilakukan pada malam hari sebelum berpuasa. Ini berbeda dengan niat puasa sunah yang dapat diucapkan pada pagi hari atau hari ketika berpuasa. Bagaimana jika seseorang kemudian lupa mengucapkan niat puasa Ramadan pada malam hari?

Rukun puasa hanya ada dua, yang pertama adalah niat dan yang kedua menahan diri dari yang membatalkan puasa sejak fajar terbit (waktu subuh) hingga matahari terbenam (waktu magrib). Niat puasa Ramadan diucapkan pada malam hari berdasarkan sabda Nabi Muhammad, “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam hari, maka tidak ada puasa baginya," (H.R. Ahmad, Abu Dawud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Terkait pengucapan niat, bagi mazhab Syafi'i, niat di dalam hati untuk berpuasa sudah cukup. Lebih dari itu, dianjurkan pula agar umat Islam melafalkan ucapan niat tersebut dengan lisan.

Pemahaman ini ada dalam al-Majmu (juz 6, hlm. 248) karya Imam Nawawi, "Semua sepakat bahwa tempat niat itu adalah hati dan tidak disyaratkan pengucapannya secara lisan. Tidak cukup niat hati, namun disunahkan untuk melafalkan (dengan lidah) bersamaan dengan niat di hati."

Sayid Bakri dalam I'anatu Thalibin juga menyebutkan, "Niat itu dengan hati, dan tidak disyaratkan mengucapkannya. Tetapi mengucapkan niat itu disunahkan."

Dengan demikian, jika dalam masyarakat ada pertanyaan, apakah niat puasa cukup diucapkan dalam hati, atau dilafalkan dengan lisan, melihat keterangan di atas, dua pandangan itu sama benarnya. Niat puasa dalam hati, tetap sah. Begitu juga niat yang dilafalkan dengan lisan.

Baca juga: Hukum Sikat Gigi Saat Berpuasa di Bulan Ramadhan, Apakah Boleh?

Lafal Niat Puasa Ramadan

Lafal niat puasa Ramadan dalam bahasa Arab adalah sebagai berikut.

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانِ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Bacaan latinnya: Nawaitu sauma ghadin an'adai fardi syahri ramadhani hadzihisanati lillahita'ala

Artinya, "Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan fardu di bulan Ramadan tahun ini, karena Allah Ta'ala."

Baca juga: Hukum Berenang Bagi Orang Puasa, Pendapat Ulama, Prinsip Hati-Hati

Niat pada Malam Hari Berlaku untuk Puasa Ramadan

Niat diucapkan atau dilafalkan pada malam hari berlaku untuk puasa Ramadan. Kewajiban ini tidak berlaku untuk puasa sunah. Artinya, jika seseorang tidak berniat puasa sunah, kemudian pada pagi harinya, ketika ia belum makan, atau belum mengerjakan hal-hal yang membatalkan puasa sejak fajar terbit (subuh), kemudian muncul keinginan untuk berpuasa, hal itu dapat dilakukan.

Dalilnya adalah hadis riwayat Muslim dan Abu Dawud, dari Aisyah bahwa Nabi Muhammad suatu hari bertanya kepadanya apakah ada makanan. Ketika Aisyah menjawab, "tidak", Rasulullah bersabda, "Kalau begitu aku berpuasa".

Dalam riwayat tersebut, pada malam harinya Nabi tidak berencana atau berniat puasa. Namun, beliau kemudian memilih berpuasa saja pada keesokan harinya. Puasa yang seperti ini tetap sah.

Baca juga: Hukum Menghirup Inhaler Saat Berpuasa, Apakah Batal atau Tidak?

Jika Lupa Niat Puasa Ramadan pada Malam Hari

Bagaimana jika seseorang lupa berniat pada malam harinya, kemudian baru teringat ketika terbit fajar atau selepasnya, misalnya karena ketiduran?

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab memberikan solusi, untuk orang yang demikian, dapat membaca niat puasa pada pagi harinya. Ini ditambah dengan keterangan, orang yang lupa tersebut mesti memahami, langkahnya tersebut adalak taklid (mengikuti) pada Imam Abu Hanifah. Pasalnya, Abu Hanifah berpendapat bahwa niat puasa Ramadan pada pagi hari sudah mencukupi.

“Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan di pagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat." (Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, juz VI, hal 315).

Dilansir dari NU Online, maksud taqlid kepada Imam Abu Hanifah tersebut adalah langkah kehati-hatian agar tidak dianggap mencampurkan ibadah yang rusak.Ijtihad Abu Hanifah adalah pintu darurat. Sebagai catatan solusi ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang lupa belum berniat, bukan karena sengaja tidak berniat puasa pada malam harinya.

Sebagai langkah preventif, bagi orang yang hendak berjaga-jaga agar tidak lupa mengucapkan niat puasa Ramadan pada malam hari, dapat membacanya, baik secara bersama-sama atau sendiri setelah salat tarawih. Kebiasaan ini lumrah ditemui dalam berbagai jamaah masjid d Indonesia.

Baca juga artikel terkait NIAT PUASA RAMADHAN atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/fds)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Fitra Firdaus
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA