Orang yang lalai dalam shalat diingatkan oleh Allah dalam surah

Orang yang lalai dalam shalat diingatkan oleh Allah dalam surah
Muslim menjalankan ibadah salat. (Foto: Antara)

Kastolani Rabu, 10 Juni 2020 - 05:30:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Surat Al Maun merupakan surat ke-107 dalam Alquran. Al Maun artinya barang-barang yang berguna. Surat ini termasuk surah Makkiyah atau Madaniyyah, 6 atau 7 ayat, atau sebagiannya di Mekkah, sebagiannya lagi di Madinah Turun sesudah Surah At-Takatsur.

Berikut ini bacaan Surat Al Ma'un 1-7:

اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ

Artinya: Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?

{فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ}

Itulah orang yang menghardik anak yatim. (Al-Maun: 2)

Yakni dialah orang yang berlaku sewenang-wenang terhadap anak yatim, menganiaya haknya dan tidak memberinya makan serta tidak memperlakukannya dengan perlakuan yang baik.

{وَلا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ}

dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (Al-Maun: 3)

{فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ}

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Maun: 4-5)

{الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ}

orang-orang yang berbuat ria. (Al-Maun: 6)

{وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ}

"Dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Maun: 7)

Dikutip dari Tafsir Kemenag, dalam ayat-ayat ini, Allah mengungkapkan satu ancaman yaitu celakalah orang-orang yang mengerjakan salat dengan tubuh dan lidahnya, tidak sampai ke hatinya. Dia lalai dan tidak menyadari apa yang diucapkan lidahnya dan yang dikerjakan oleh anggota tubuhnya. Ia rukuk dan sujud dalam keadaan lalai, ia mengucapkan takbir tetapi tidak menyadari apa yang diucapkannya.

Semua itu adalah hanya gerak biasa dan kata-kata hafalan semata-mata yang tidak mempengaruhi apa-apa, tidak ubahnya seperti robot.

Perilaku tersebut ditujukan kepada orang-orang yang mendustakan agama, yaitu orang munafik. Ancaman itu tidak ditujukan kepada orang-orang muslim yang awam, tidak mengerti Bahasa Arab, dan tidak tahu tentang arti dari apa yang dibacanya. Jadi orang-orang awam yang tidak memahami makna dari apa yang dibacanya dalam salat tidak termasuk orang-orang yang lalai seperti yang disebut dalam ayat ini.

Khusus pada ayat ke 4-5, Ibnu Abbas dan lain-lainnya sebagaimana disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah orang-orang munafik yang mengerjakan shalatnya terang-terangan, sedangkan dalam kesendiriannya mereka tidak shalat.

Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: bagi orang-orang yang salat. (Al-Maun: 4) Yaitu mereka yang sudah berkewajiban mengerjakan salat dan menetapinya, kemudian mereka melalaikannya.

Hal ini adakalanya mengandung pengertian tidak mengerjakannya sama sekali, menurut pendapat Ibnu Abbas, atau mengerjakannya bukan pada waktu yang telah ditetapkan baginya menurut syara; bahkan mengerjakannya di luar waktunya, sebagaimana yang dikatakan oleh Masruq dan Abud Duha.

Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

«تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، تِلْكَ صَلَاةُ الْمُنَافِقِ، يَجْلِسُ يَرْقُبُ الشَّمْسَ حَتَّى إِذَا كَانَتْ بَيْنَ قَرْنَيِ الشَّيْطَانِ قَامَ فَنَقَرَ أَرْبَعًا لَا يَذْكُرُ اللَّهُ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا»

Itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik, itu adalah salatnya orang munafik. Dia duduk menunggu matahari; dan manakala matahari telah berada di antara kedua tanduk setan (yakni akan tenggelam), maka bangkitlah ia (untuk salat) dan mematuk (salat dengan cepat) sebanyak empat kali, tanpa menyebut Allah di dalamnya melainkan hanya sedikit.

Ini merupakan gambaran shalat Asar di waktu yang terakhirnya, shalat Asar sebagaimana yang disebutkan dalam nas hadis lain disebut salat wusta, dan yang digambarkan oleh hadis adalah batas terakhir waktunya, yaitu waktu yang dimakruhkan.

Kemudian seseorang mengerjakan salatnya di waktu itu dan mematuk sebagaimana burung gagak mematuk, maksudnya ia mengerjakan salatnya tanpa tumaninah dan tanpa khusyuk. Karena itulah maka dikecam oleh Nabi Saw bahwa orang tersebut tidak menyebut Allah dalam salatnya, melainkan hanya sedikit (sebentar).

Barangkali hal yang mendorongnya melakukan shalat tiada lain pamer kepada orang lain, dan bukan karena mengharap rida Allah. Orang yang seperti itu sama kedudukannya dengan orang yang tidak mengerjakan salat sama sekali. Allah Swt. telah berfirman:

إِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di Hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)

Wallahu A'lam.


Editor : Kastolani Marzuki

TAG : Sholat 5 waktu Surat Al Maun Tafsir Ibnu Katsir

Orang yang lalai dalam shalat diingatkan oleh Allah dalam surah

Orang yang lalai dalam shalat diingatkan oleh Allah dalam surah
Orang yang lalai dalam shalat diingatkan oleh Allah dalam surah

Tafsir Surat al-Maun ayat 4-7/ celaka bagi yang lalai sholat

Shalat menjadi salah satu pembuktian atas penghambaan kita kepada Allah swt. Ibadah 5 waktu ini benar-benar ditekankan dalam ajaran Islam. Karena perintah ini langsung disampaiakan Allah swt kepada Nabi Muhammad tanpa perantara. Namun demikian masih ada dari kita yang justru menggampangkan ibadah ini. Padahal dalam Surat Al-Ma’un ayat 4-7 telah diingatkan tentang celakanya mereka yang lalai dalam melaksanakan Shalat.

Tafsir Surat al-Ma’un ayat 4-7

Surat al-Ma’un merupakan salah satu surat dari sekian banyak surat/ayat yang mengintakan umat Islam agar tidak melalaikan Shalat. Adapun bunyi ayat tersebut ialah:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6) وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ (7)

“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang yang berbuat riya’, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”

Pada 3 ayat sebelumnya telah dijelaskan perihal para pendusta agama dengan menjelaskan sikap-sikap yang tercela terhadap sesama manusia. Sedangkan pada ayat berikutnya lebih menguraikan tentang perbuatan buruk terhadap Allah swt.

Seperti yang dijelaskan dalam Tafsir al-Munir, Wahbah az-Zuhaili mengambil riwayat dari ibn ‘Abbas yang mengatakan bahwa ayat ke-empat ini turun berkaitan dengan orang munafik yang menunaikan shalat jika orang mukmin melihatnya. namun ketika sendirian, mereka tidak melaksanakannya serta menahan untuk menolong dengan sukarela. Riwayat ini juga dikutip dalam Tafsir Jalalain.

Adanya huruf ف pada awal ayat ke 4 menjadi penghubung dengan kalimat sebelumnya sehingga menurut Quraish Shihab kalimat sebelum dan sesudahnya seperti hubungan sebab akibat. Ini seperti yang juga dijelaskan oleh Husain Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan bahwa adanya huruf ف menunjukan keterkaitan antara orang yang mendustakan agama/hari pembalasan dengan mereka yang lalai dalam sahalatnya.

Baca juga: Al Qur’an Maghribi, Mushaf Unik yang Huruf Qaf-nya Bertitik Satu

Mereka yang Lalai

dalam Tafsir al-Quran al-Adzim, Ibn kathir menjelaskan bahwa makna lil mushallin menunjukan pada mereka yang ahli shalat dan biasa melakukannya Adapun kata سَاهُونَ pada ayat ke 5, Nasir Makarim Syirazi dalam Tafsir al-Amtsal menjelaskan bahwa kata saahun berakar pada kata sahwun dan ini merupakan sumber kelalaian manusia. Sedangkan pada ayat ini, kata tersebut lebih menekankan pada kelalaian terhadap seluruh bagian-bagian shalat.

Ibn kathir dalam Tafsirnya menjelaskan bahwa makna lil mushallin menunjukan pada mereka yang ahli shalat dan biasa melakukannya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kelalaian ini terjadi pada tiga hal, pertama ialah mereka yang lalai dalam melaksanakan shalat seperti lalai terhadap syarat maupun rukun dalam shalat. Kedua ialah mereka yang lalai dalam waktu shalat, yakni yang mengakhirkan waktu shalat (tanpa ada udzur) dan menjadikannya kebiasaan. Dan ketiga ialah mereka  yang lalai dalam kekhusyuan.

Berbeda dengan al-Zamakshsyari, dalam al-kasysyaf disebutkan bahwa penggunaan kata عَنْ ini dipahami bahwa yang dimaksud lalai ialah mereka yang meninggalkan shalat dan minimnya kepedulian mereka terhadap ibadah tersebut. Al-Qurthuby juga sependapat akan hal itu, ia menambahkan dalam tafsirnya bahwa jika lalai yang dimaksud ialah dalam salat, tentu ancaman itu akan menimpa seluruh orang beriman karena dalam shalat tidak menutup kemungkinan mereka mendapat bisikan setan maupun lupa dengan sendirinya. Dan itu hal yang manusiawi.

Baca juga: Memahami Kalimat Ta’awwudz Sebelum Membaca Al-Quran dengan Metode Tadabbur

Mereka yang Riya’ dan Enggan Membantu

Perbuatan riya’ merupakan hal yang sulit terlihat, bahkan mustahil untuk diketahui orang lain. riya’ sendiri merupakan penyakit hati dimana seseorang beramal bukan karena Allah melainkan untuk mendapat popularitas semata. Bahkan Rasul menyamakan perbuatan riya’ dengan syirik kecil seperti sabdanya yakni:

أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ ” قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: ” الرِّيَاءُ “

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil” mereka bertanya: Apa itu syirik kecil Wahai Rasulullah?, Rasul menjawab : Riya”(HR. Ahmad)

Adapun pada ayat terakhir, Husain Thabathaba’i mengatakan bahwa al-Ma’un yakni membantu orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti memberi makanan atau meminjamkan barang-barang yang diperlukan orang lain.

Quraish Shihab berpandangan bahwa ayat 6 dan 7 masih memiliki keterkaitan erat dengan ayat-ayat sebelumnya. Menurutnya kelalaian dalam shalat senantiasa dilakukan oleh orang-orang yang selalu berbuat riya’, tidak ikhlas, munafik, dan suka menghalangi dirinya dan orang lain dalam membantu sesama. Dalam tafsir al-Misbah, ia malanjutkan bahwa azab dan kecelakaan akan menimpa bagi mereka yang bersembahyang dengan hati yang lalai, beramal dengan riya’ dan tidak mau meminjamkan barang-barang miliknya kepada orang yang membutuhkan. 

Baca juga; Tidak Sama yang Buruk dengan yang Baik, Jangan Terjebak Keburukan yang Melenakan!

Sebuah Renungan dan Introspeksi Diri

Kemukjizatan al-Quran begitu sangat jelas terlihat dari isi-sisnya yang seimbang. Tidak hanya membawa kabar gembira (Basyiran) tapi juga menyampaikan ancaman (Nadliron). Ini sudah menjadi konsekuensi umat Islam dalam beriman dan bertaqwa.

Tak bisa dipungkiri juga bahwa semua hal yang disinggung dalam surat al-Ma’un banyak dilakukan oleh umat Islam hingga sekarang. Kecaman bagi mereka yang lalai dalam menjalankan ibadah hingga tidak mau membantu kepada sesama menjadi cambuk peringatan bagi kita untuk senantiasa bermuhasabah diri dan tak henti-hentinya selalu bertaubat dengan memperbaiki kesahalan yang telah lalu. Wallahu A’lam