Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor

Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor
Ilustrasi patung Yunani kuno. © Pixshark

JATIM | 9 September 2020 19:00 Reporter : Edelweis Lararenjana

Merdeka.com - Seni patung yang dalam bahasa Inggris disebut "sculpture" berasal dari bahasa Latin "sculptura" yang berarti memotong, memahat atau membelah. Seni patung adalah cabang karya seni rupa tiga dimensi, diciptakan dengan metode subtraktif (metode mengurangi bahan seperti memotong, memahat, menatah dan sejenisnya) atau metode adiktif (metode yang membentuk model terlebih dahulu dengan mengecor atau mencetak).

Dalam bahasa Indonesia, patung merupakan kata benda yang memiliki arti tiruan bentuk orang, hewan, atau tumbuhan yang sengaja dibuat dari batu, kayu, tanah liat, resin dan sebagainya. Patung bersifat tiga dimensi atau benda yang bervolume. Artinya, patung bisa dilihat dari berbagai arah. Seni patung telah melekat dalam kebudayaan berbagai bangsa sejak jaman kuno, tak terkecuali di Indonesia.

Berdasarkan fungsinya, jenis-jenis patung secara umum dibedakan menjadi enam. Mengutip dari publikasi oleh seamolec.org, berikut penjelasan dari enam jenis-jenis patung tersebut.

2 dari 7 halaman

Patung religi adalah jenis-jenis patung yang pertama. Patung religi dinamakan demikian karena selain dari estetika tujuan patung untuk sarana beribadah, jenis-jensi patung ini juga memiliki makna relijius.

Patung-patung pada zaman dahulu seringkali di buat untuk kepentingan keagamaan. Misalnya, pada era kejayaan Hindu dan Budha, patung di buat untuk menghormati dewa atau untuk mengenang orang-orang yang yang diagungkan. Misalnya raja atau pimpinan keagamaan atau komunitas mereka.

Patung juga dianggap memiliki sejarah tinggi atau bahkan yang dianggap sebagai dewa. Bahkan dijadikan simbol orang-orang yang di teladani dan dimoyangkan kesholehannya, serta sarana mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga patung lalu dijadikan sebagai “Simbol Tuhan” dalam suatu sistem religius tertentu.

3 dari 7 halaman

Patung monumen adalah jenis-jenis patung yang kedua. Patung monumen biasa dibuat untuk peringatan sebuah peristiwa atau kejadian yang bersejarah. Patung monumen juga dibuat untuk mengenang jasa seorang pahlawan besar dalam sebuah bangsa atau kelompok kenegaraan.

4 dari 7 halaman

Patung arsitektur adalah jenis-jenis patung yang ketiga. Patung arsitektur adalah patung yang memiliki nilai estetika, dan berfungsi untuk menopang suatu konstruksi bangunan. Patung arsitektur mengutamakan kekokohan dan detil-detil keindahan guna memanjakan mata bagi yang memandangnya. 

5 dari 7 halaman

Patung dekorasi adalah jenis-jenis patung yang keempat. Patung dekorasi biasanya berfungsi untuk menghias suatu bangunan atau suatu tempat. Patung dekorasi juga bisa Anda temukan terletak di sebuah taman baik taman pribadi maupun taman umum. Tujuannya untuk mempercantik atau memperindah pemandangan di sekitarnya.

6 dari 7 halaman

Patung seni adalah jenis-jenis patung yang kelima. Patung seni dibuat dengan tujuan murni untuk estetika. Artinya, fungsi patung seni murni untuk dinikmati keindahannya dari segi bentuk dan makna bagi yang memahaminya. Patung seni bisa Anda temukan dalam pameran-pameran kesenian, di museum, atau di sebuah gedung dan tempat penting.

7 dari 7 halaman

Patung kerajinan adalah jenis-jenis patung terakhir yang patut diketahui. Patung kerajinan adalah jenis patung yang murni diproduksi untuk tujuan konsumerisme. Artinya, patung kerajinan adalah patung yang diperjual-belikan secara bebas, dengan berbagai tujuan. Baik untuk hiasan rumah, taman dan lain sebagainya.

(mdk/edl)

Jakarta -

Patung merupakan salah satu karya seni yang sering kita temui. Di Indonesia banyak patung yang digunakan untuk bermacam keperluan. Patung dapat digunakan sebagai sarana ibadah, monumen, atau dekorasi bangunan, dan patung sebagai karya seni yang dipamerkan dalam pameran seni rupa. Patung diciptakan oleh seniman sebagai wujud ekspresi gagasan, komunikasi dan seni agar kita dapat menikmati keindahan dan fungsinya.

Menurut Sumber Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, patung merupakan karya seni tiga dimensi yang dibuat dengan metode substraktif (mengurangi volume) atau metode adiktif (penambahan volume). Pembuatan patung menggunakan bahan lunak (tanah liat, gypsum, lilin) atau bahan keras (kayu, batu, logam).

Berikut penjelasan lengkap terkait patung

Dalam Modul Pembelajaran Seni Budaya Kelas 12 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, patung dibagi menjadi beragam jenis berdasarkan fungsinya. Jenis patung berdasarkan fungsi yaitu:

1. Patung religi

Patung religi memiliki makna relijius dan berfungsi sebagai sarana ibadah

2. Patung monumen

Patung monumen dibuat dengan fungsi peringatan peristiwa bersejarah atau jasa seorang pahlawan

3. Patung arsitektur

Patung arsitektur dapat dinikmati keindahannya dalam kontruksi bangunan.

4. Patung dekorasi

Patung dekorasi digunakan untuk menghias bangunan atau lingkungan taman

5. Patung seni

Patung seni dipamerkan dalam pameran seni untuk dinikmati keindahan bentuknya.

6. Patung kerajinan

Patung kerajinan dibuat oleh para pengrajin dengan tujuan ekonomi.

B. Bahan Dalam Pembuatan Patung

Dalam proses pembuatan patung, dibutuhkan beberapa jenis bahan agar patung memiliki nilai seni dan keindahan tersendiri. Dalam Sumber Belajar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahan yang digunakan dalam pembuatan karya seni patung terdiri atas 4 jenis, yaitu:

1. Bahan lunak

Bahan lunak merupakan bahan yang empuk dan mudah dibentuk. Contoh bahan lunak adalah tanah liat, lilin, sabun, dan plastisin.

2. Bahan sedang

Bahan sedang merupakan bahan yang tidak lunak namun tidak keras. Contoh dari bahan sedang adalah kayu sengan, kayu randu, kayu waru, kayu mahoni.

3. Bahan keras

Bahan keras adalah bahan dengan bentuk dan material berbahan keras. Contoh dari bahan keras yaitu kayu jati, kayu ulin, batu pualam.

4. Bahan cor

Bahan cor merupakan bahan yang digemari dalam pembuatan patung. Hal ini karena bahan cor tinggal dicetak sesuai dengan keinginan pembuat patung. Contoh bahan cor yaitu semen, pasir gipsum, logam, perak, fiber atau resin.

5. Bahan limbah, barang bekas, dan daur ulang

Bahan limbah, barang bekas, dan daur ulang dapat dijadikan karya seni patung dengan cara dirakit membentuk objek yang diinginkan. Contoh bahan ini yaitu koran bekas, jerami, dan kayu.

C. Teknik Membuat Patung

Teknik dalam seni patung merupakan cara yang dilakukan dalam mengolah bahan menjadi suatu karya jadi dari seni patung. Simak teknik membuat patung berikut:

1. Teknik Butsir

Teknik butsir merupakan cara membuat patung dari bahan lunak dengan metode substraktif (mengurangi) ataupun aditif (menambah) bagian.

2. Teknik Pahat

Teknik pahat merupakan cara pembuatan patung dari bahan keras dengan proses subtraktif (pengurangan) bagian yang tidak diperlukan.

3. Teknik Merakit

Teknik merakit merupakan pembuatan patung dengan cara merangkai bahan serta menghubungkan berbagai objek.

4. Teknik Cetak atau Cor

Teknik cetak atau cor merupakan cara pembuatan patung dengan menuangkan cairan bahan patung pada cetakan yang telah dibuat.

5. Teknik Modelling

Teknik modelling merupakan teknik pembuatan patung dengan cara membuat model terlebih dahulu.

Patung adalah karya seni tiga dimensi yang memiliki beragam fungsi. Bahan dan teknik pembuatan yang berbeda akan menghasilkan bentuk patung yang berbeda sesuai dengan keinginan membuat patung. Membuat patung dapat siswa coba sendiri di rumah sebagai aktivitas untuk mengisi waktu luang.

Simak Video "Ketika Karya Seni Berpadu dengan Kecanggihan Teknologi"



(row/row)

Sigale Gale atau Si Gale-Gale atau Sigalegale adalah sebuah patung kayu yang digunakan dalam pertunjukan tari saat ritual penguburan mayat suku Batak di Pulau Samosir, Sumatra Utara. Sigale Gale berasal dari kata “gale” artinya lemah, lesu, lunglai.[1] Sigale Gale cukup terkenal di kalangan para turis. Selama menari-nari, patung ini dikendalikan oleh seorang pemain dari belakang mirip boneka marionette menggunakan tali tersembunyi yang menghubungkan bagian-bagian patung melalui podium kayu berukir tempatnya berdiri. Hal ini memungkinkan bagian lengan, kepala dan tubuhnya digerakkan. Konon, jumlah tali yang menggerakkan Sigale gale sama dengan jumlah urat yang ada di tangan manusia.[2]

Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor

Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor

Patung Sigale Gale dari Samosir

Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor

Tari Sigale-gale di Museum Huta Bolon Simanindo, Pulau Samosir, Sumatra Utara, Indonesia

Patung nusantara yang berasal dari provinsi sumatera utara ditunjukkan nomor

Dalang yang menggerakkan dari belakang (1970)

Daerah asal mula munculnya Sigale gale ialah daerah Toba-Holbung (Tapanuli Utara), kemudian menyebar ke Pulau Samosir (di tengah-tengah Danau Toba). Di pulau Samosir penduduk menyebutnya dengan sebutan Raja Manggale. Sigale gale dipergunakan pada upacara-upacara kematian. Upacara untuk orang-orang yang meninggal tanpa mempunyai anak maupun yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan karena semua anaknya telah tiada.[3][4] Upacara ini diadakan terutama apabila orang yang meninggal itu mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat,[5] seperti raja-raja, dan para tokoh masyarakat. Hal itu dilakukan dengan maksud menyambung keturunan mereka kelak di alam baka. Pada masyarakat Batak Toba, apabila seseorang yang mempunyai kedudukan meninggal dunia dan ia tidak mempunyai keturunan maka dipandang rendah dan tidak membawa kebaikan. Oleh karena itu, kekayaan yang ditinggalkannya akan dihabiskan untuk mengadakan upacara Sigale gale untuk orang yang meninggal tersebut. Orang lain tidak akan berani mengambil harta benda milik orang tersebut, karena takut tertular atau meninggal seperti pemiliknya.[3]

Pada masa sekarang, yakni setelah agama Kristen semakin mendalam dan meresap dalam kehidupan masyarakat Batak di Tapanuli utara, upacara-upacara Sigale gale mulai ditinggalkan. Menurut pandangan mereka, upacara ini dianggap sebagai upacara keagamaan parbegu, suatu upacara yang didasarkan pada kepercayaan terhadap begu (roh dari orang yang sudah meninggal).[3] Walaupun upacara Sigale gale sudah ditinggalkan, tidak demikian pada patung yang digunakan dalam upacara itu, yang kita sebut sebagai patung Sigale gale.

Suku Batak Toba memuliakan roh nenek moyang dan keturunan orang yang meninggal melakukan upacara pemakaman. Jika seseorang meninggal tanpa keturunan, Sigale gale kemudian dibuat sebagai penggantinya. Sigale gale yang kompleks dapat seukuran manusia dan memperlihatkan aktuasi memakai lumut basah atau spons yang bisa diperas untuk membuatnya tampak seperti menangis.[4]

Patung kayu Sigale gale memiliki anggota badan bersendi yang dipasang di atas podium beroda, sambil meratap, mereka menari-nari selama upacara pemakaman yang disebut papurpur sepata. Upacara tersebut dilakukan dalam rangka mengusir petaka meninggal tanpa memiliki keturunan, dan untuk menenangkan roh mendiang agar arwahnya tidak penasaran.[5]

Patung Sigale gale di balik kisahnya memiliki beberapa versi. Penggunaan patung Sigale gale dikatakan berawal dari legenda tentang seorang wanita yang tidak memiliki keturunan bernama Nai Manggale.

Cerita Sigale gale

Seorang lelaki, Datu Panggana, adalah seorang ahli patung yang sangat terkenal di sebuah huta (desa). Begitu terkenal sampai makam raja pun dibuatnya. Suatu hari Datu Panggana ingin membuat patung sebagai pajangan di rumahnya, lalu ia pergi ke hutan. Di hutan, Datu Panggana melihat sebatang pohon kayu kering yang sangat mencolok di antara pepohonan lain. Pohon itu tingginya menyamai ukuran manusia, tidak berdaun dan tidak beranting. Kemudian Datu Panggana memahat menjadi patung seorang perempuan.

Selang berapa waktu, Datu Panggana didatangi oleh Bao Partigatiga, seorang pedagang keliling yang menjual barang berupa pakaian dan perhiasan emas. Bao Partigatiga mencoba mengenakan pakaian dan perhiasan pada patung itu. Patung tampak sangat cantik dan seakan-akan hidup. Ketika hari sudah senja, Bao Partigatiga hendak mengambil kembali pakaian yang dikenakan pada patung tersebut. Alangkah terkejutnya, pakaian yang dikenakan, tidak bisa dilepas lagi, Bao Partigatiga kecewa, lalu melanjutkan perjalanannya.

Keesokan harinya, seorang dukun penawari, yang mempunyai keahlian mengobati, memanggil roh, serta mempunyai obat ajaib, yang bernama Datu Partaoar, pergi ke luar rumah seperti biasanya hendak mengobati pasien ke huta seberang. Untuk menuju huta tersebut, Datu Partoar terbiasa melewati jalan pintas. Di perjalanan, Datu Partoar melihat patung wanita tersebut dan terkagum-kagum. Dalam hati Datu Partoar berkeinginan mencoba untuk membuat patung itu hidup, dengan beberapa tetes dan mantra-mantra andalannya. Berkat keahlian Datu Partoar, patung wanita tersebut mulai bergerak bagaikan gerakan manusia. Kemudian Datu Partoar membawa pulang ke desanya. Istrinya menyambut dengan gembira. Akhirnya, Datu Partoar beserta istrinya mengangkat sebagai anak dan diberi nama Nai Manggale.

Upacara pengangkatan anak dilaksanakan oleh keluarga Datu Partaoar dengan cara membawa Nai Manggale ke pekan. Di pekan Nai menari dengan lemah gemulai, sehingga orang-orang yang menyaksikannya turut pula menggerak-gerakkan badan mereka seirama dengan lenggak-lenggok Nai Manggale.

Kabar tentang Nai Manggale itu sampai pula kepada pemahat patung Datu Panggana dan Bao Partigatiga yang juga merasa punya andil pada patung tersebut. Datu Panggana dan Bao Partigatiga menyambangi ke rumah Datu Partoar. Terjadilah pertengkaran di antara mereka bertiga, memperebutkan diri Nai Manggale. Datu Panggana yang semula membuat patung perempuan itu merasa lebih berhak atas Nai Manggale. Bao Partigatiga yang mempercantik patung dengan memberi pakaian dan perhiasan juga merasa lebih berhak atas Nai Manggale, begitu juga dengan Datu Partoar, tanpanya dirinya patung itu takkan bisa hidup. Terjadilah pertengkaran hebat yang tidak bisa mereka selesaikan.

Konflik di antara mereka bertiga akhirnya sampai ke hadapan raja, namun raja juga tidak dapat menyelesaikannya. Raja menyarankan untuk menyelesaikan persoalan itu kepada Si Aji Bahir-bahir. Si Aji Bahir-bahir adalah seorang tokoh yang dituakan di huta tersebut dan dapat menyelesaikan permasalahan di antara mereka bertiga. Adapun keputusan yang disetujui oleh masing-masing pihak, ialah bahwa dukun Datu Partoar (dukun penawari) dianggap sebagai bapak dan berhak memberi berkat dalam perkawinan Nai Manggale. Bao Partigatiga (pedagang) sebagai abang (mariboto), berhak menerima bagian emas kawin (wang mahar). Pemahat patung Datu Panggana diangkat menjadi paman (tulang) dan akan memperoleh bagian pula sebagai paman.

Datu Partiktik yang tinggal di huta sebelah telah mendengar akan kecantikan Nai Manggale. Datu Partiktik pun datang meminang Nai Manggale. Akan tetapi, Nai Manggale menolak pinangan tersebut. Datu Partiktik tidak kehabisan akal, Datu Partiktik pun menggunakan ilmu sihirnya untuk menaklukkan hati Nai Manggale. Berkat ilmu sihir tersebut akhirnya Nai Manggale bersedia kawin dengan Datu partiktik.

Setelah sekian lama mengarungi bahtera rumah tangga, namun tidak juga ada tanda-tanda untuk mempunyai anak. Penantian yang panjang membuat Nai Manggale akhirnya jatuh sakit lalu meninggal. Sewaktu Nai Manggale masih sakit dia berpesan kepada suaminya, bahwa ia harus meminta kepada Datu Panggana untuk membuatkan patung sebesar dirinya dan diberi nama Sigalegale. Kalau amanah itu tidak dilaksanakan, maka roh Nai Manggale tidak akan diperkenankan tinggal di alam baka. Ia tak akan sentosa, akibatnya Nai Manggale terpaksa mengutuk Datu Partiktik agar tidak memperoleh putra dan putri apabila kelak dia kembali kawin. Datu Partiktik pun segera melakukan apa yang telah dipesankan oleh istrinya. Dengan alasan itulah patung Sigale gale dibuat untuk seseorang yang meninggal tanpa mempunyai anak, agar begu atau arwahnya tidak terkena siksa.[3]

Versi cerita lain yang dikenal

Kisah lain adalah cerita tentang seorang raja dan putra kesayangannya. Sigale gale merupakan boneka kayu yang dibuat untuk membahagiakan Raja Rahat, raja dari salah satu kerajaan di Pulau Samosir.[1][6]

Konon Raja Rahat memimpin negerinya dengan bijaksana. Sayangnya, istri Raja sudah lama meninggal dunia. Raja hanya punya seorang anak lelaki, bernama Manggale. Manggale sangat dihormati dan disegani seluruh rakyat di negeri itu karena ketangkasannya berperang. Ia menjunjung tinggi kebenaran. Sama seperti sang Raja, ayahnya, Manggale pun sangat mencintai rakyatnya.

Ketenteraman di negeri itu terusik ketika suatu hari prajurit membawa berita bahwa di hutan perbatasan berkumpul prajurit negeri tetangga. Prajurit negeri tetangga hendak menyerang, menjarah harta kekayaan yang ada di negeri itu. Tentu saja Raja tidak tinggal diam mendengar kabar itu. Raja mengumpulkan semua penasihat, juga Manggale selaku panglima perang. Setelah semua dipersiapkan, maka berangkatlah Manggale bersama prajurit terbaiknya.

Selama Manggale dan prajurit pergi berperang, hati Raja tidak tenang. Ia takut sesuatu yang buruk menimpa anak kesayangannya. Sampai kemudian, sebagian prajurit pulang. Tidak ada Manggale di antara mereka. Manggale tewas di medan pertempuran. Raja sangat sedih. Anak kebanggaannya, pewaris kerajaan, telah meninggal dunia. Seluruh rakyat juga sedih dan merasa kehilangan.

Akhirnya, Raja jatuh sakit. Para penasihat Raja sudah memanggil banyak datu, tetapi tidak ada yang mampu menyembuhkan Raja. Seorang datu memberi saran pada penasihat kerajaan untuk membuat patung kayu yang wajahnya sangat mirip dengan wajah Manggale. Penasihat kerajaan mengikuti saran itu. Dipanggilah pemahat terbaik di kerajaan untuk mengerjakan patung itu. Pembuatan patung dilakukan jauh di dalam hutan, karena Manggale tewas di dalam hutan. Jadi, datu meyakini roh Manggale masih berada di dalam hutan itu. Sang pemahat menggunakan kayu pohon nangka sebagai bahan karena kayu nangka sangat keras.

Wajah patung itu sangat mirip dengan wajah Manggale. Kemudian, datu menggelar ritual dengan meniup sordam dan memainkan gondang sabangunan untuk memanggil roh Manggale. Roh Manggale dimasukkan ke dalam patung yang mirip wajahnya itu. Patung itu diangkut menuju istana dengan iringan sordam dan gondang.

Karena patung itu sangat mirip dengan putra kesayangannya yang telah meninggal. Kerinduan sang raja pada Manggale sedikit demi sedikit terobati. Apalagi patung itu bisa menari sendiri karena datu sudah memasukkan roh Manggale ke dalamnya. setiap Raja rindu dengan putranya, ia akan manortor (melakukan tor-tor/menari) bersama patung itu. Seluruh rakyat ikut manortor setiap Raja melakukannya. Kemudian, Raja memberi patung ini nama sigale-gale. Yang artinya, si Lemah-lembut,[7] atau si lemah lunglai.[1]

Pemahat yang berhasil membuat patung yang mirip wajah Manggale, meninggal dunia tidak lama setelah ia menyelesaikan patung itu. Sampai sekarang, ada kepercayaan di masyarakat Batak bahwa pembuat patung sigale-gale harus menyerahkan jiwanya pada patung buatannya supaya patung bisa bergerak seperti hidup.[1] Itulah sebabnya, tidak banyak yang bersedia membuat patung sigale-gale. Kalaupun ada, sebuah patung akan dikerjakan beberapa orang. Ada yang memahat bagian kepala, bagian badan atau bagian kaki.[7]

Referensi paling awal mengenai si-gale-gale di antaranya adalah pemaparan misionaris Jerman Johannes Warneck tentang penggunaan patung tersebut di awal abad kedua puluh. Ketika seorang pria kaya meninggal tanpa ada putranya yang masih hidup, kerabatnya mengadakan pesta khusus untuk meratapi kematiannya sekaligus untuk mempertontonkan kekayaannya. Dalam pertunjukan tersebut, patung kayu dengan rupa yang mirip dengan mendiang dibuat dan diberi pakaian tradisional, dengan syal, hiasan kepala, dan perhiasan emas. Dipasang di atas podium beroda dan dimanipulasi dengan sistem tali yang rumit, patung itu menari-nari sementara istri, orang tua, dan saudara lelaki mendiang menari bersama, sambil meratap. Patung tersebut secara seremonial dibawa ke pasar, di mana daging babi, sapi, atau kerbau dibagikan pada mereka yang berkumpul. Selesai menari, sigale-gale ditembak dan dilempar melewati tembok desa. Orang Batak mengatakan "Kaya sesaat seperti patung si gale-gale" hal ini mengacu pada orang kaya tanpa adanya ahli waris yang peduli akan rohnya di akhirat.[8]

Mengenai asal-usul patung sigale-gale sebenarnya masih ada perdebatan di masyarakat Samosir. Ada yang mengatakan ini hanya cerita turun temurun. Tidak pernah terjadi. Namun, ada satu daerah di Samosir, mengklaim sigale-gale pertama dibuat oleh Raja Gayus Rumahorbo dari desa Garoga. Keturunan Raja Gayus ini mengatakan, sigale-gale pertama dibuat pada tahun 1930.[7] Pada tahun 1930-an, Sigale-gale pernah dimainkan oleh dalang legendaris bernama Raja Gayus Rumahorbo dari Kampung Garoga Tomok. Raja Gayus dikenal mampu membuat patung Sigale-gale yang mengeluarkan air mata dan punya kemampuan mengusapkan ulos (kain tenunan Batak) yang disandangkan sebelumnya di bahu sang boneka kayu.[1]

Pembuatan Sigale-gale zaman sekarang ini lebih mengarah ke seni dan pertunjukan saja. Kesenian patung Sigale-gale masih bisa disaksikan pertunjukannya di Tanah Batak, Samosir.

  1. ^ a b c d e (Indonesia) Lumbantobing, Jeremia S.T (13 November 2019). "Mengenal Sigale Gale". www.academia.edu. hlm. 12-16. Diakses tanggal 22 Januari 2022. 
  2. ^ (Indonesia) Rachmawati, ed. (11 November 2021). "Mengeal Sigale Gale, Boneka Kayu Asal Samosir, Ada Sejak 400 Tahun Lalu". regional.kompas.com. Diakses tanggal 22 Januari 2022. 
  3. ^ a b c d (Indonesia) Nurelide (2007). Meretas Budaya Masyarakat Batak Toba dalam Cerita Sigalegale - Telaah Cerita Rakyat dengan Pendekatan Antropologi Sastra (Tesis). Semarang: Universitas Diponegoro. 
  4. ^ a b Puppet Head (Si Gale–gale), late 19th–early 20th century, Toba Batak people, Sumatra, Indonesia Wood, brass, lead alloy, water buffalo horn, pigment; H. 11 1/4 in. (28.6 cm) Gift of Fred and Rita Richman, 1987 (1987.453.6) Metropolitan Museum of Art
  5. ^ a b Florina H. Capistrano-Baker, Art of Island Southeast Asia: The Fred and Rita Richman Collection in The Metropolitan Museum of Art - 1994 p. 27
  6. ^ (Indonesia) Kertopati, Lesthia (2016). "Sigale-gale, Boneka Mistis dari Samosir". CNN Indonesia (dalam bahasa indonesia). CNN Indonesia. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  7. ^ a b c (Indonesia) Situmorang, T. Sandi (2017). Sinubulan, Yessy, ed. Seri Pengenalan Budaya Nusantara: Misteri Patung Sigale-gale. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 978-602-6477-21-7. 
  8. ^ Warneck 1909, p. 108.

  • SIGALE GALE
  • Sigale-gale at the front cover Art of island Southeast Asia: the Fred and Rita Richman Collection in The Metropolitan Museum of Art
  • Black and white footage of Sigale gale with audio of the music (1993)
  • Video of a performance Sigale Gale and footage of the craftsman making one (audio in Indonesian)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sigale_Gale&oldid=20848444"