Pemimpin Ternate yang ditangkap dan dibunuh oleh Portugis bernama

Peristiwa pengamanan golongan tua oleh golongan muda untuk di bawa ke rumah Laksamana Maeda dala​.

Daulah Umayyah berkuasa selama 9 tahun dari tahun part 1 Hijriyah sampai tahun 132 Hijriyah atau 661 masehi sampai 750 masehi selama berkuasa Daulah U … mayyah terdapat 14 khalifah setelah dipimpin muawiyah terjadi perubahan dalam sistem pemerintah yaitu. A. Sistem demokrasi menjadi sistem monarki (kerajaan)B. Sistem parlementer menjadi sistem demokrasiC. Sistem monarki ke sistem demokrasiD. Sistem ke sistem parlementer​.

Ibnu Sina (Avesina), seorang ilmuwan dibidang kedokteran pada masa Bani Abasiyah dan telah menulis ensiklopedi kedokteran yang dijadikan sebagai pedom … an dalam ilmu kedokteran selama 500 tahun di Eropa, dia berkebangsan. A. MesirB. TurkiC. ArabD. MoorE. Irakbeserta alasannya​.

harap dibantu kerana ini sejarah malaysia tetapi sistem nya tidak ada bahasa malaysia cuma ada bahasa indo​

Pada pendapat anda, mengapakah warisan kerajaan Alam Melayu wajar dipertahankan.​

pelaku ekonomi perusahaan dapat memperoleh faktor produksi di pasarA.mingguan B.Bulana C.Outpuy D.input​

4 influences from the era of Islamic kingdom:

4 influences from the era of Hindu kingdom:

mengapa dinasti chou mengembangkan 3 ajaran di negara cina

bagaimana caranya untuk meningkatkan layanan atau mengurangi jumlah antrian

Pemimpin Ternate yang ditangkap dan dibunuh oleh Portugis bernama

Presiden Joko Widodo melihat foto Almarhum Sultan Baabullah, tokoh dari Provinsi Maluku Utar di Istana Negara, Jakarta, 10 November 2020. Foto/Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden

TEMPO.CO, Jakarta - Anak tertua dari Sultan Khairun Jamil yang memerintah pada 1535-1570 itu Sultan Baabullah dianggap sebagai Sultan teragung dalam sejarah Ternate dan Maluku karena keberhasilannya mengusir penjajah Portugis di Ternate.

Dikutip Tempo.co dari buku Sistem Pemilihan Sultan Kesultanan Ternate, karya Yusuf Hasani, Rabu 25 Mei 2022. Masa pemerintahan Sultan Baabullah berlangsung pada 1570-1583. Masa itu disebut sebagai massa paling spektakuler dalam sejarah Kesultanan Ternate.

Sultan Baabullah Penakluk Portugis

Sebab, dia merupakan pemimpin yang menaklukkan bangsa asing yakni Portugis. Kekejaman bangsa Portugis begitu melukai hati Baabullah dan rakyat Ternate, membutuhkan waktu lima tahun mereka mengepung benteng Portugis di Ternate. Ketika itu, pasukan Portugis semakin lemah. Lantaran dikepung, mereka kekurangan obat, makanan hingga membuat mereka akhirnya terpaksa menyerah.

Tepat pada 28 Desember 1575, Portugis pun menyerah tanpa syarat. Tiga hari kemudian pada 31 Desember 1575 Portugis diizinkan Sultan Baabullah menginggalkan Ternate dengan syarat alat perang atau senjata mereka harus ditinggalkan.

Setelah kemenangannya menaklukkan Portugis, Sultan Baabullah langsung memperluas wilayah kekuasaannya. Antara lain Mindanao, Bima-Koreh dan Nove Guinea, dengan prajurit yang terdiri dari 30.000 orang.

Akibat kehebatannya itu, Francois Valentyn menyebutnya Baabullah si penguasa 72 pulau. Di era itu, Ternate telah mencapai puncak kejayaan dan menjadi kerajaan yang besar. Sultan Baabullah telah berhasil menanamkan rasa percaya diri rakyatnya, agar dapat bangkit melawan kekuasaan asing yang ingin menguasai hidup mereka.

Namanya Abadi di Bandara Ternate, mengetahui sejarah perjalanan hidup Sultan Baabullah, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengabadikan nama beliau pada bandara, yakni Bandara Sultan Baabullah Ternate.

Kebanggaan masyarakat Ternate terhadap Sultan Baabullah semakin memuncak, mengingat keberhasilan Baabullah dalam mengusir Portugis. Hal tersebut merupakan kemenangan pertama pribumi Nusantara atas kekuasaan Barat.

Masa pemerintahan Sultan Baabullah berlangsung pada 1570-1583. Masa itu disebut sebagai massa paling spektakuler dalam sejarah Kesultanan Ternate. Sebab, dia merupakan pemimpin yang menaklukkan bangsa asing yakni Portugis. Kekejaman bangsa Portugis begitu melukai hati Baabullah dan rakyat Ternate, membutuhkan waktu lima tahun mereka mengepung benteng Portugis di Ternate.

Ketika itu, pasukan Portugis semakin lemah. Lantaran dikepung, mereka kekurangan obat, makanan hingga membuat mereka akhirnya terpaksa menyerah.

Setelah tiga hari Portugis menyerah tanpa syarat. Tepat 31 Desember 1575 Portugis diizinkan Sultan Baabullah menginggalkan Ternate dengan syarat alat perang atau senjata mereka harus ditinggalkan.

Melansir dari Kementerian Sosial, Sultan Baabullah merupakan sultan ke-7 dan penguasa ke-24 Kesultanan Ternate di Kepulauan Maluku yang memerintah antara Tahun 1570 dan 1583.

Ia lahir di Ternate 10 Februari 1528-meninggal 25 Mei 1583 pada umur 55 tahun, berkuasa menggantikan ayahnya Sultan Khairun yang meninggal akibat dibunuh oleh Portugis.

Selama masa pemerintahannya, Ia juga berhasil membawa Kesultanan Ternate kepada puncak kejayaannya di akhir abad ke-16. Di bawah penguasaannya pula Maluku berperan dalam jaringan rempah Asia dan perdagangan rempah juga meningkat signifikan.

Wilayah kekuasaan Sultan Baabullah di Indonesia timur mencakup sebagian besar Kepulauan Maluku, Sangihe dan sebagian dari Sulawesi. Pengaruh Ternate pada masa kepemimpinannya bahkan mampu menjangkau Solor (Lamaholot), Bima (Sumbawa bagian timur), Mindanao, dan Raja Ampat.

Maka Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 negeri yang semuanya memiliki raja yang tunduk kepadanya hingga menjadikan Kesultanan Ternate sebagai kerajaan Islam terbesar di Indonesia timur.

IDRIS BOUFAKAR

Baca: Sultan Baabullah Diusulkan jadi Pahlawan Nasional

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Penjajah Portugis yang mendapat keistimewaan sebagai penasihat Kerajaan Ternate selalu turut campur dalam urusan kesultanan. Ternate pun tak ubahnya boneka Portugis. Sultan manapun yang dianggap menentang kehendak Portugis kemudian difitnah dan dibunuh atau diasingkan.

TERNATE, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada enam tokoh di Istana Negara pada 10 November 2020.

Kabar ini disampaikan Menteri Sosial (Mensos) RI Juliari Peter Batubara.

Salah satu tokoh yang akan diberikan gelar pahlawan berasal dariProvinsi Maluku Utara, yaituSultan Baabullah.

Sejarawan Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, Irfan Ahmad kepada Kompas.com, Senin (9/11/2020) menceritakan, Sultan Baabullah adalah seorang sosok pahlawan yang sangat piawai.

Baca juga: Hari Pahlawan 2020, Ini Profil Enam Tokoh Pahlawan Nasional Baru

Video Rekomendasi

Pemimpin Ternate yang ditangkap dan dibunuh oleh Portugis bernama

Dia gigih mengusir Portugis, ahli dalam berdiplomasi, hingga dijuluki sebagai khalifah imperium Islam di Nusantara.

Baboe, Baab, Baboelak, Baab Ullah, atau Baabullah Datu Syah dilahirkan di Ternate pada 10 Februari 1528.

Putra tertua dari Sultan Khairun dengan permaisurinya Boki Tanjung, putri tertua Sultan Bacan Alauddin I. Sultan Khairun pernah ditawarkan oleh Antonio Galvao, untuk mengirim Baabullah mengikuti pendidikan Kolese Santo Paulo Goa (India).

Khairun dan Baabullah adalah dua sosok ayah dan anak yang pandai.

Dalam usianya yang masih muda, Baabullah diangkat sebagai Kapita Laut, jabatan militer tertinggi dalam struktur kerajaan Ternate.

Baca juga: Arnold Mononutu, Tokoh Pergerakan Kemerdekaan dari Minahasa, Jadi Pahlawan Nasional

Karena jabatan itu pula ia terlibat dalam berbagai ekspedisi atas nama kesultanan Ternate, terutama ke wilayah Sulawesi Utara dan Tengah.

Bahkan, setelah menjadi sultanpun Baabullah masih memimpin ekspedisi ke Buton, Tobungku, Banggai, dan Selayar. Prestasi terbesarnya adalah mengusir Portugis keluar dari Maluku dan tak kembali untuk selamanya.

Baabullah pertama kali menikah dengan Beka, seorang anak bangsawan Sulawesi Selatan. Pada tahun 1571 untuk kedua kalinya Baabullah menikah dengan adik sultan Tidore, Iskandar Sani. Mereka dikaruniai lima anak, Mandar, Saiduddin, Barakati, Ainalyakin, dan Randangalo.

Menentang penjajah

Pengkhianatan de Mesquita menimbulkan kebencian rakyat Ternate, dan warga Maluku pada umumnya terhadap Portugis.

Setelah pengangkatan Baabullah sebagai sultan Ternate, di bawah sumpah, ia berjanji tidak akan berhenti mengusir orang-orang Portugis dan wilayah Maluku dan menuntut penyerahan Lopez de Mesquita untuk diadili.

Benteng–benteng Portugis di Ternate, yakni Tolucco, Santo Lucia, dan Santo Pedro jatuh dalam waktu singkat hanya menyisakan Benteng Sao Paulo kediaman De Mesquita.

Atas perintah Baabullah, pasukan Ternate mengepung Benteng Sao Paulo dan memutuskan hubungannya dengan dunia luar. Suplai makanan dibatasi hanya sekedar agar penghuni benteng dapat bertahan.

Sultan Baabullah dapat saja menguasai benteng itu dengan kekerasan. Namun, beliau tak tega karena cukup jumlah rakyat Ternate yang telah menikah dengan orang Portugis dan mereka tinggal dalam benteng bersama keluarganya.

Karena tertekan, Portugis terpaksa memecat Lopez de Mesquita dan menggantinya dengan Alvaro de Ataide. Namun, langkah ini tidak berhasil meluluhkan Baabullah.

Orang Portugis mulai tertekan dan gelisah. Mesquita dituduh telah berbuat salah dan kejam. Dia ditangkap oleh kawan-kawan sebangsanya, dirantai, dan dikirimkan ke Malaka.

Kesempatan tersebut dimanfaatkan oleh Sultan Baabullah dan rakyat Maluku melakukan serangan dan mengepung Benteng San Paolo.

Walaupun bersikap “lunak” terhadap Portugis di Sao Paulo, Sultan Baabullah tidak melupakan sumpahnya. Beliau mencabut segala fasilitas yang diberikan Sultan Khairun sebagai Portugis terutama menyangkut misi Jesuit.

Beliau mengobarkan perang Soya–Soya (perang pembebasan negeri). Kedudukan Portugis di beragam tempat digempur habis. Sebagain kapal berlayar (lari) meninggalkan Ternate menuju Ambon.

Mendengar kabar tersebut, Baabullah segera mengirimkan lima kora-kora berkekuatan 500 prajurit menuju Ambon di bawah Kapita Kalakinko, pamannya sendiri.

Pulau Buru berhasil direbut dari Portugis. Selanjutnya Kapita Kalakinko menuju Hitu dan bersama-sama rakyat Hitu menyerang Portugis.

Pertarungan di Hitu Selatan berlangsung sengit dan berakhir dengan tewasnya Kapita Kalakinko.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya awal 1671, Baabullah menyusun strategi untuk melumpuhkan kekuatan Portugis di Hitu dan Ambon.