Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Pemandu Museum Sumpah Pemuda menjelaskan materi pameran kepada para undangan (Dokpri)

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Page 2

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 5

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 6

Bahasa menjadi identitas yang membedakan satu bangsa dengan bangsa lain. Bangsa Indonesia patut bersyukur memiliki Bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar dan bahasa persatuan. Dalam proses panjang menjadi bahasa persatuan itu,  berperan dua tokoh pendidikan yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan. Kedua tokoh itu adalah Moh. Yamin dan Sarmidi Mangoensarkoro. 

Baca juga: Akhirnya Bahasa Melayu Pontianak Resmi Menjadi Budaya Nasional

Kiprah kedua tokoh itu bisa disaksikan di Museum Sumpah Pemuda dalam pameran bertajuk "Perjalanan Bahasa Indonesia sebagai Identitas Budaya Bangsa". Pameran dibuka pada 24 April 2019, berlangsung hingga 3 Mei 2019. "Pameran ini diselenggarakan dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei," kata Ibu Huriyati, Kepala Museum Sumpah Pemuda. Pameran itu dibuka oleh Ibu Dedah R. Sri Handari, Kepala Sub-Direktorat Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Salah satu panel pameran (Dokpri)

Kongres Pemuda

Kiprah Moh. Yamin (1903-1962) banyak diceritakan dalam panel-panel pameran. Ia pernah menulis puisi dalam Bahasa Melayu, saat majalah Jong Sumatranen Bond menggunakan Bahasa Belanda. Yamin pernah pula menulis drama dalam Bahasa Indonesia. 

Sebagai aktivis Jong Sumatranen Bond, pada Kongres Pemuda Pertama 30 April-2 Mei 1926, Moh. Yamin mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Akhirnya atas usul ketua kongres M. Tabrani, disepakati Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan Bahasa Melayu. Resolusi Moh. Yamin kemudian disahkan pada Kongres Pemuda Kedua 27-28 Oktober 1928. 

Baca juga: Sejarah Bahasa Indonesia yang Berasal dari Bahasa Melayu

Moh. Yamin dikenal sebagai penulis yang bukunya masih menjadi referensi, antara lain 6000 Tahun Sang Merah Putih, Tatanegara Majapahit, dan Gajah Mada. Bahkan wajah tokoh Gajah Mada hasil rekaannya terhadap pecahan celengan dari situs Trowulan masih diikuti hingga sekarang. Beberapa buku karya Moh. Yamin ikut dipamerkan. Dalam perjalanan hidupnya, Yamin pernah mendapat penghargaan Bintang Mahaputra, Penghargaan Korps Militer, dan Penghargaan Kostrad. Pada 1975 Yamin mendapat gelar Pahlawan Nasional. 

Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Beberapa buku karya Moh. Yamin (Dokpri)

Pejuang pendidikan

S. Mangoensarkoro (1904-1957), meskipun berijazah sekolah teknik, namun dikenal sebagai pejuang pendidikan. Pada Kongres Pemuda 1928 itu Mangoensarkoro menyampaikan pidato berjudul "Pentingnya pendidikan kebangsaan bagi pemuda". Mangoensarkoro aktif dalam Taman Siswa, yang bisa kita ketahui dari panel pameran. 

Pada masa menjabat menteri, ia berhasil membuat undang-undang 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran. Isinya antara lain menjadikan bahasa persatuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah di seluruh Indonesia.


Pemuda yang mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan adalah

Lihat Humaniora Selengkapnya