Pengertian paling tepat dari kitab kuning yang diajarkan di pesantren adalah

Red:

Khazanah Islam di Indonesia pasti tidak terlepas dari adanya kitab kuning atau kitab turats yang dikarang oleh ulama-ulama terdahulu. Di zaman modern ini, tidak semua santri bisa memahami kitab berbahasa Arab tersebut karena banyaknya buku-buku terjemahan yang kini beredar. Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syariiyah Sukorejo Sitobondo, KH Afifuddin Muhajir, mengatakan, kitab-kitab tersebut harus dipertahankan. Di sisi lain, kitab-kitab terjemahan juga bisa digunakan untuk memahami kitab klasik yang kadang sangat sulit dipahami. "Kitab kuning tetap harus dipertahankan. Kitab-kitab baru, termasuk kitab-kitab terjemahan bisa saja digunakan untuk membahas bidang, seperti ushul fikih dan sejenisnya, itu bisa membantu," kata Kiai Afif kepada Republika, Rabu (6/4). Menurut dia, banyak terjamahan kitab ushul fikih yang saat ini juga perlu dibaca. Lewat perpaduan tersebut, kadang-kadang santri bisa memahami kitab klasik yang selama ini tidak bisa dipahami. "Memang, kitab-kitab klasik sulit, tapi kitab klasik jangan ditinggalkan karena ada perbedaan tersendiri cara memperoleh suatu pemahaman terhadap suatu masalah," jelas mantan Katib Syuriyah PBNU tersebut. Kiai Afifi mengatakan, proses untuk memahami kitab klasik memang lebih susah dibandingkan dengan kitab modern. Ia menjelaskan, jika memahami sesuatu dengan cara bersusah payah pasti berbeda dengan cara yang mudah. "Bedanya, itu terletak pada kepuasan itu sendiri. Sama halnya dalam kehidupan bermasyarakat, jika mendapatkan sesuatu dengan bersusah payah itu nikmatnya luar biasa," kata dia. Ia menjelaskan, istilah kitab klasik sangat relatif dalam pengertiannya karena ada kitab kuning yang sangat klasik dan ada yang agak klasik. Kitab yang sangat klasik, kata dia, yaitu seperti kitab yang dikarang oleh imam-imam mazhab, seperti Imam mazhab Syafi'i dan sebagainya. Kitab-kitab kuning yang ditulis pada abad pertengahan Islam juga bisa disebut klasik. Salah satu contohnya, seperti kitab karangannya Imam Nawawi dan ulama-ulama lainnya, "Itu disebut klasik karena lebih dulu daripada karangannya orang-orang sekarang. Klasik atau tidaknya itu dilihat dari zamannya," ucap Kiai Afif. Untuk tetap melesatarikan kajian-kajian tentang kitab kuning, menurut Kiai Afif, kuncinya harus selalu dibacakan, seperti halnya di Pondok Pesantren Salafiyah Sukorejo Situbondo. "Khazanah untuk mempertahankan kitab kuning ya terus digunakan seperti pondok ini. Kitab yang digunakan di sini adalah kitab yang digunakan 30 tahun yang lalu, jadi tetap terlestarikan," jelas dia. Secara istilah, kitab kuning merupakan kitab rujukan yang berisi pelajaran agama yang diajarkan di setiap pondok pesantren, baik kitab tentang tauhid, akhlak, tasawuf, tata bahasa Arab, fikih, hadis, dan lain-lain. Di Indonesia, kitab kuning ini dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat. Untuk bisa membaca kitab kuning, para santri harus memahami arti kalimat per kalimat agar bisa memahami secara menyeluruh. Pengurus Pondok Modern Darussalam Gontor KH Ahmad Hidayatullah Zarkasyi mengatakan, kitab kuning atau kitab turats merupakan kitab klasik yang dikarang sebagai rujukan, dasar, dan sebagai pembanding dengan ilmu-ilmu atau teori baru. "Kitab turats masih penting untuk dipelajari sebagai rujukan. Tapi, bertumpu kepada kitab klasik saja rasanya kurang afdal," kata kiai yang pernah menjadi pengasuh di Pondok Putri Pesantren Modern di Gontor tersebut. Dekan Fakultas Humaniora Universitas Darussalam (UNIDA) Gontor tersebut mengatakan, banyak cara yang dapat digunakan untuk mempelajari ilmu agama dalam kitab turats tersebut. Sebagaimana yang telah dilakukan di Pesantren Gontor, kata dia, pesantren tidak lagi hanya membaca kitab, tapi juga memakai slide, sehingga para santri bisa melihat langsung materi yang diajarkan. "Melalui slide tersebut, kiai bisa menerangkan dengan lebih praktis," kata dia. Selain itu, isi materi dalam kitab kuning seyogianya juga bisa diterangkan untuk menjawab perkembangan zaman. Lewat kegiatan Bahtsul Masail yang notabene menggunakan kitab turats, para santri harus dibimbing juga oleh para kiai dengan kitab-kitab yang baru. "Dalam diskusi Bahtsul Masail, bukan bertumpu pada kitab turats itu saja. Tapi, Bahtsul Masail yang ini tentunya untuk tingkat atas yang diikuti kiai atau ustaz senior," jelas dia. Menurut dia, kitab turats tidak hanya harus dipelajari oleh pesantren-pesantren salaf, tapi juga harus tetap diajarkan di pesantren-pesantren modern, meskipun dengan metode berbeda. "Di Gontor juga diajarkan. Tapi, kalau di pesantren-pesantren modern para santri diajarkan bahasa Arab dulu, kemudian baru diajarkan kitab-kitab tersebut dengan bimbingan kiai," kata dia. Menurut dia, dalam mengajarkan kitab turats antara pesantren dulu dan sekarang berbeda. Jika dulu, pesantren langsung mengajarkan kaidah gramatikal kitab turats. Saat ini, kata dia, dilatih penguasaan bahasa Arab terlebih dahulu baru setelah itu santri diperkenankan untuk membaca kitab tersebut, tentunya dengan bimibingan seorang kiai. Menurut dia, kitab-kitab digital atau pun kitab terjemahan yang muncul saat ini adalah bukan suatu ancaman bagi eksistensi kitab kuning. "Kitab digital atau terjemahan itu bisa melengkapi adanya kitab kuning," ucap dia. Kendati demikian, kitab-kitab terjemahan perlu mendapat perhatian. Salah satunya, kitab terjemahan tersebut bisa mengurangi semangat belajar bahasa Arab. Apalagi, kata dia, terjemahan tersebut belum tentu mewakili selera, rasa, seni yang ada dalam kitab turats. "Terjemahan itu, bisa jadi belum mewakili selera rasa seni yang ada dalam bahasa Arab," ujar dia. Menurut dia, Kitab turats masih penting untuk digunakan oleh seorang peneliti, mahasiswa, dan sekolah Islam, sehingga mereka juga bisa menetahui cara berpikir orang-orang terdahulu melalui kitab tersebut. Apalagi, kitab turats saat ini tidak hanya dikaji oleh orang Muslim saja, tapi juga oleh orientalis.

"Intinya sekarang, bukan sekadar mempelajari atau membaca kitab turats, tapi yang penting adalah bagaimana agar mampu menjawab orientalis juga yang sengaja mengawurkan pemahaman umat Islam," jelas dia.   c39, ed: Hafidz Muftisany

  • republika
  • koran
  • kitab kuning di era modern

Pengertian paling tepat dari kitab kuning yang diajarkan di pesantren adalah

Kitab kuning, dalam pendidikan agama islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada Pondok-pondok Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq/tasawuf, tata bahasa arab (`ilmu nahwu dan `ilmu sharf), hadits, tafsir, `ulumul qur’aan, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun), tidak seperti kitab Al-Qur’an. Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning harus tau harfiah kalimat per kalimat agar bisa dipahami secara menyeluruh, dibutuhkan waktu belajar yang relatif lama.

Dalam dunia pesantren, kitab kuning menjadi rujukan utama. Yang menarik, kitab kuning yang diajarkan telah memiliki umur yang cukup lama, hingga ratusan tahun tetap terjaga keasliannya. Kitab kuning biasa nya berisi 7 kitab dasar untuk belajar santri di pesantren. Kitab kuning hanya ada di pesantren saja, di sekolah lain nya biasa nya memakai Al-Qur’an sebagai paduan belajar agama. Apa saja isi kitab kuning yang biasanya ada di pesantren? Berikut akan kami share tujuh kitab dasar yang dipelajari di pesantren dari berbagai macam cabang ilmu agama.

7 Kitab Dasar yang ada di Kitab Kuning:

1. Kitab Al-Ajurumiyah

Salah satu kitab dasar yang mempelajari ilmu nahwu. Setiap santri yang menginginkan belajar kitab kuning wajib belajar dan memahami kitab ini terlebih dahulu. Karena tidak mungkin bisa membaca kitab kuning tanpa belajar kitab Jurumiyah, pedoman dasar dalam ilmu nahwu. Adapun tingkatan selanjutnya setelah Jurumiyah adalah Imrithi, Mutamimah, dan yang paling tinggi adalah Alfiyah. Al-Jurumiyah dikarang oleh Syekh Sonhaji dengan memaparkan berbagai bagian di dalamnya yang sistematis dan mudah dipahami.

2. Kitab Amtsilah At-Tashrifiyah

Jika nahwu adalah bapaknya, maka shorof ibunya. Begitulah hubungan kesinambungan antara dua jenis ilmu itu. Keduanya tak bisa dipisahkan satu sama yang lainnya dalam mempelajari kitab kuning. Salah satu kitab yang paling dasar dalam mempelajari ilmu shorof adalah Kitab Amtsilah Tashrifiyah yang dikarang salah satu ulama Indonesia, beliau KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. Kitab tersebut sangat mudah dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah. Denga nada nya kitab ini santri mudah untuk memahami dan menghafalkan kitab.

3. Kitab Mushtholah Al-hadits

Kitab dasar selanjutnya adalah Kitab Mushtholah Al-Hadits yang mempelajari ilmu mengenai seluk beluk ilmu hadits. Mulai dari macam-macam hadits, kriteria hadits, syarat orang yang berhak meriwayatkan hadits dan lain-lain dapat dijadikan bukti kevalidan suatu matan hadits. Kitab ini dikarang oleh al-Qodhi abu Muhammad ar-Romahurmuzi yang mendapatkan perintah dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz karena pada waktu itu banyak orang yang meriwayatkan hadist-hadist palsu.

Artikel selanjutnya akan meneruskan penjelasan untuk 4 jenis kita lainnya.

Kitab kuning, dalam pendidikan agama Islam, merujuk kepada kitab-kitab tradisional yang berisi pelajaran-pelajaran agama Islam (diraasah al-islamiyyah) yang diajarkan pada pondok-pondok Pesantren, mulai dari fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (`ilmu nahwu dan `ilmu sharf), hadits, tafsir, ilmu Al-Qur'an, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah). Dikenal juga dengan kitab gundul karena memang tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Oleh sebab itu, untuk bisa membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf)

Kebanyakan naskah para ulama pasca Khulafaa al-Rasyidin ditulis dengan menggunakan Bahasa Arab tanpa harakat, tidak seperti Al-Qur'an pada umumnya. Dikarenakan tujuan pemberian harakat pada Al-Quran lebih kepada bantuan bagi orang-orang non arab dan penyeragaman. Sedangkan bagi orang yang menguasai tata bahasa bahasa Arab maka dapat dengan mudah membaca kalimat tanpa harakat tersebut. Inilah yang kemudian di Indonesia dikenal sebagai Kitab Gundul untuk membedakannya dengan kitab bertulisan dengan harakat.

Sedangkan mengenai penyebutan istilah sebagai Kitab kuning, dikarenakan memang kitab-kitab tersebut kertasnya berwarna kuning, hal ini disebabkan warna kuning dianggap lebih nyaman dan mudah dibaca dalam keadaan yang redup. Ketika penerangan masih terbatas pada masa lampau, utamanya di desa-desa, para santri terbiasa belajar di malam hari dengan pencahayaan seadanya. Meski penerangan kini telah mudah, kitab-kitab ini sebagian tetap diproduksi menggunakan kertas warna kuning mengikuti tradisi, walaupun ada juga yang telah dicetak pada kertas berwarna putih (HVS). Sebab lainnya, adalah karena umur kertas yang telah kuno yang turut membuat kertas semakin lama akan menguning dan menjadi lebih gelap secara alami, juga disebutkan ketika dahulu lilin/lampu belum bercahaya putih dan masih kuning maka kertas berwarna putih atau kuning sama saja akan tetap terlihat kuning, sehingga ketika kertas kuning dahulu lebih ekonomis maka penggunaan kertas kuning dapat meringankan ongkos produksi secara massal. Kini pada era modern Kitab-kitab tersebut telah dialih berkaskan menjadi fail buku elektronik, misalnya chm atau pdf. Ada juga software komputer dalam penggunaan kitab-kitab ini yaitu Maktabah Syamila (Shameela) yang juga mulai populer digunakan dikalangan para santri pondok pesantren modern.

Clifford Geertz seorang ahli antropologi dari Amerika Serikat dalam bukunya yang terkenal berjudul "Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa" (judul aslinya The Religion of Java)[1] memuat sekelumit ceria tentang kitab kuning. Ada pula buku karangan peneliti Belanda Martin van Bruinessen yang berjudul "Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat",[2] yang membahas sejarah kitab kuning dan pendidikan Islam tradisional di Indonesia.

  • Tafsir Thabari
  • Tafsir Ibnu Katsir
  • Tafsir al-Jalalain
  • Tafsir Al-kabir (Mafatihul Ghaib)
  • Tafsir Al-Ahkam
  • I`rabul Qur’an
  • Asbabu Nuzulil Qur’an
  • Fadalailul Qur’an
  • Majazul Qur’an
  • Lubabun Nuzul
  • At-Tibyan, karya Imam An-Nawawi
  • Fath al-Rahmaan
  • Fathul Qorib, karya Imam Ibnu Qosim Al-ghozzy
  • Fathul Mu'in, karya Imam Zainuddin bin Abdul Aziz Al-malibari
  • Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumair Al-hadhromi
  • Sullamul Munajah, karya Syekh Nawawi Al-bantani
  • Bughyatul Musytarsyidin
  • Minhajut Thalibin, karya Imam An-nawawi
  • Riyadhus Shalihin, karya Imam An-Nawawi
  • Al-adzkar, karya Imam An-nawawi
  • Risalah Mu'awanah, karya Imam Al-Haddad
  • Ihya' Ulumiddin, karya Imam Al-Ghazali
  • Bidayatul-hidayah, karya Imam Al-Ghazali
  • Fathul Bari, Syarah Sahih Bukhari karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
  • Syarah Shohih Muslim, karya Imam An-nawawi
  • Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami'ut Tirmidzi
  • Al-muwattho', karya Imam Malik bin Anas
  • Al-waroqot
  • Al-luma', karya Syekh Asy-Syirozi
  • Al-ajurumiyyah, karya Syekh Ash Shonhaji
  • Alfiyyah, karya Imam Ibnu Malik
  • Al-amtsilatut Tashrifiyyah
  • Maktabah Syamilah
  • Lidwa Desktop
Artikel ini adalah bagian dari seri
Pendidikan di Indonesia
 
Pendidikan anak usia dini

Taman kanak-kanak
Raudatul athfal
Kelompok bermain

Pendidikan dasar (Kelas 1-6)

Sekolah dasar
Madrasah ibtidaiyah
Kelompok belajar Paket A

Pendidikan dasar (Kelas 7-9)

Sekolah menengah pertama
Madrasah tsanawiyah
Kelompok belajar Paket B

Pendidikan menengah (Kelas 10-12)

Sekolah menengah atas
Sekolah menengah kejuruan
Madrasah aliyah
Madrasah aliyah kejuruan
Sekolah menengah agama Katolik
Sekolah menengah teologi Kristen
Kelompok belajar Paket C

Pendidikan tinggi

Perguruan tinggi
Akademi
Institut
Politeknik
Sekolah tinggi
Universitas

Pola Pendidikan

Madrasah
Pesantren
Sekolah alam
Sekolah rumah

  • Pesantren Virtual
  • (Arab) Peranti Lunak Kitab Kuning Maktaba Shamela
  • (Indonesia) Peranti lunak Kitab Kuning Hadits
  1. ^ Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (The Religion of Java), Pent. Aswab Mahasin, Pustaka Jaya, Cet. Ketiga, 1989. ISBN 977-419-068-3. Diakses 7 Oktober 2010
  2. ^ Bruinessen, Martin van. Kitab kuning, pesantren dan tarekat: tradisi-tradisi Islam di Indonesia, Mizan, Cet. 1, Bandung, 1995. ISBN 979-433-061-2. Diakses 7 Oktober 2010

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kitab_kuning&oldid=21332526"