Peran k. h. faqih usman dalam memimpin muhammadiyah, yang benar sesuai tabel di atas adalah . . .

KAMPUNG Kauman pada jaman kerajaan merupakan tempat bagi 9 ketib atau penghulu yang ditugaskan Kraton untuk membawahi urusan agama. Sejak ratusan tahun lampau, kampung ini memiliki peran besar dalam gerakan keagamaan Islam. Di masa perjuangan kemerdekaan, kampung ini menjadi tempat berdirinya gerakan Islam Muhammadyah. Dan hingga kini peran Muhammadiyah semakin berkembang dan dikenal masyarakat.

Namun dibalik kepopuleran organisasi ini ternyata tidak lepas dari orang -orang yang berpengaruh dan memiliki dedikasi tinggi terhadap Islam. Berikut 10 orang yang pernah menduduki posisi nomor satu di Muhammadiyah:

1. KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus 1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah pendiri Organisasi Islam Muhammadiyah sekaligus seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H, telah banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.

2.  KH. Ibrahim
KH. Ibrahim dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII (Soedja`. 1933: 227), dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.

Ibrahim menikah dengan Siti Moechidah binti Abdulrahman alias Djojotaruno (Soeja`. 1933:228) pada tahun 1904. Pernikahannya dengan Siti Moechidah ini tidak berlangsung lama, karena istrinya segera dipanggil menghadap Allah. Selang beberapa waktu kemudian Ibrahim menikah dengan ibu Moesinah putri ragil dari KH. Abdulrahman (adik kandung dari ibu Moechidah). KH. Ibrahim adalah Ketua PP Muhammadiyah yang kedua, menjabat pada tahun 1923 – 1933.

3. KH. Mas Mansyur
Kiai Haji Mas Mansoer (lahir di Surabaya, 25 Juni 1896 – meninggal di Surabaya, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Ampel, suatu jabatan terhormat pada saat itu. Pada tahun 1921, Mas Mansoer masuk organisasi Muhammadiyah. Aktivitas Mas Mansoer dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan. Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap. Hal ini terlihat dari jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937-1943.

4. Ki Bagus Hadikusuma
Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Jogjakarta, 24 November 1890 – meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 63 tahun) adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R. Hidayat pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan (pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta. Pada tahun 1937, Ki Bagus diajak oleh Mas Mansoer untuk menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Pada tahun 1942, ketika KH Mas Mansur dipaksa Jepang untuk menjadi ketua Putera(Pusat Tenaga Rakyat), Ki Bagus menggantikan posisi ketua umum yang ditinggalkannya. Posisi ini dijabat hingga tahun 1953.

5.  AR. Sutan Mansur
Ahmad Rasyid Sutan Mansur atau lebih dikenal sebagai AR Sutan Mansur lahir di Maninjau, Sumatera Barat, 15 Desember 1895 – meninggal 25 Maret 1985 pada umur 89 tahun adalah seorang tokoh dan pemimpin Muhammadiyah. Tahun 1923 dia menjadi guru serta mubaligh Muhammadiyah. Ketika berlangsung Kongres Muhammadiyah ke-32 di Purwokerto tahun 1953, dia terpilih sebagai Ketua Pusat Pimpinan (PP) Muhammadiyah. Tiga tahun berikutnya yakni pada Kongres ke-33 di Palembang, dia terpilih kembali sebagai ketua PP Muhammadiyah. Lantas pada kongres ke-35 tahun 1962 di Yogyakarta, Sutan Mansur diangkat sebagai Penasehat PP Muhammadiyah sampai 1980.

6.  KH. Ahmad Badawi
KH Ahmad Badawi (lahir di Yogyakarta, 5 Februari 1902 – meninggal di Yogyakarta, 25 April 1969 pada umur 67 tahun), adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1962-1965.

7. KH. Faqih Usman
Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) merupakan seorang pemimpin Islam Indonesia. Dia menjadi Menteri Agama pada dua kesempatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Pada tahun 1925 dia bergabung dengan Muhammadiyah dan menjadi ketua cabang Surabaya pada tahun 1938. Dia berjasa sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada akhir tahun 1968, beberapa hari sebelum dia meninggal.

8.  KH. AR. Fachruddin
Kyai Haji Abdul Rozak Fachruddin (lahir di Pakualaman, Yogyakarta, 14 Februari 1916 – meninggal di Solo, Jawa Tengah, 17 Maret 1995 pada umur 79 tahun) adalah seorang ketua umum Muhammadiyah. Ia dikenal dengan sebutan A.R. Fachruddin atau nama panggilan lainnya adalah Pak A.R. Abdul Rozak Fachruddin dikenal sebagai ketua umum Muhammadiyah yang paling lama, yaitu 22 tahun (1968-1990).

9.  Prof. Dr. H. Amien Rais
Prof. Dr. H. Amien Rais (lahir di Solo, Jawa Tengah, 26 April 1944) adalah politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 – 2004. Jabatan ini dipegangnya sejak ia dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999 pada bulan Oktober 1999. Amien dibesarkan dalam keluarga aktivis Muhammadiyah. Orangtuanya, aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Masa belajar Amien banyak dihabiskan di luar negeri. Amie Rais menjabat Ketua PP Muhammadiyah pada tahun 1995 – 1998.

10. Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin
Prof. Dr. Sirajuddin Syamsuddin, atau dikenal dengan Din Syamsuddin (lahir di Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat, 31 Agustus 1958; umur 53 tahun), adalah seorang politisi yang menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2005-2010. Istrinya bernama Fira Beranata, dan memiliki 3 orang anak. Din pernah berkarier di birokrasi menduduki jabatan sebagai Direktur Jenderal Binapenta Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Sedangkan dalam kegiatan organisasi, Din pernah menjabat sebagai Ketua DPP Sementara Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (1985), Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah (1989-1993), Wakil Ketua PP Muhammadiyah (2000-2005), Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Ketua Litbang Golongan Karya. (*)

PERAN K.H. FAKIH USMAN DALAM MELAHIRKAN PERUMUSAN KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah Peradaban Islam Oleh: Muflihatur Rosyida NIM. A72214046 FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2018

viii ABSTRAK Skripsi ini membahas tentang Peran K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah yang meneliti beberapa masalah, yakni : (1). Bagaimana Biografi K.H. Fakih Usman? (2). Bagaimana Sejarah Lahirnya Kepribadian Muhammadiyah? (3). Bagaimana Kontribusi K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah? Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode sejarah yang melalui beberapa tahapan, yaitu Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan Historiografi. Dalam tahap Heuristik, penulis mengumpulkan beberapa sumber primer yang ditulis oleh K.H. Fakih Usman dan sumber sekunder yang ditulis oleh sejarawan sarjana modern, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan Behavioral dan teori Panggung menurut Erfing Goffman yang secara rinci menguraikan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku dan peran pelaku serta ide pelaku dalam melahirkan suatu gagasan di dalam suatu organisasi yaitu Persyarikatan Muhammadiyah. Dari penelitian yang dilakukan, dapat penulis simpulkan bahwa : (1). K.H. Fakih Usman adalah seorang tokoh Muhammadiyah yang begitu berjasa, perjalanan awalnya dimulai sejak tahun 1925 saat pertama kali bergabung di Muhmmadiyah. Dia juga pernah menjadi anggota Masyumi, dan pernah menjadi Menteri agama 2 kali. Pada Kabinet Halim dan Kabinet Wilopo. Dia juga yang pertama kali melahirkan rumusan Kepribadian Muhammadiyah yang sampai saat ini masih digunakan sebagai jati diri dari Muhammadiyah. (2). Sejarah lahirnya Kepribadian Muhammadiyah yaitu terdapat dua faktor, pertama faktor eksternal yaitu terjadinya pergolakan politik yang dibawa oleh Masyumi, yang kedua faktor internal yaitu tokoh-tokoh Muhammadiyah setelah dibubarkannya Masyumi kembali lagi kepada Muhammadiyah dengan membawa tingkah dan pola pikir politik. (3). Kontribusi K.H. Fakih Usman dalam melahirkan Kepribadian Muhammadiyah yaitu sebagai penggagas awal mula dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah dan mensosialisasikan kepada siapa fungsi Kepribadian Muhammadiyah diberikan.

ix ABSTRACT This Study examines Peran K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah and conducts same research problems; (1). How does K.H. Fakih Usman Biography? (2). How does history of Muhammadiyah Identity oppearance? (3). How does contribution of K.H. Fakih Usman to reveal formulating of Muhammadiyah Identity?. In order to answer those research problems, research used historical method through several steps, which are Heuristic, Critic, Interpretation, and Historiography. In Heuristic step, researcher collected some primary sourches thst were written by K.H. Fakih Usman and secondary sources that were written by modern history bachelor, then in analyzed with Behavioral Approach and Panggung theory according to Erfing Goffman specifically develop the problems that related with behavior and agent role together with agent idea to reveal thought in organization, whic is Muhammadiyah Assosiation. From this study, reseacher concluded that: (1) K.H. Fakih Usman is Muhammadiyah public figure thar meritorious, the journey started since 1925 when at the first time he joined Muhammadiyah. He also had been a Masyumi member and Religious Ministry twice. In Halim and Wilopo Cabinet, he was the first who reveloed formulation of Muhammadiyah Identity up to know it is used as identity of Muhammadiyah. (2) There are two factors in history of Muhammadiyah Identity appearance; first is external factor, the occured of politic disturbance that brought by Masyumi, second is internal factor, Muhammadiyah public figures came back to Muhammadiyah with brought unusual behavior and politic thought after Masyumi broke up. (3) The contribution of K.H. Fakih Usman to Reveal Formulating of Muhammadiyah Identity is a first thinker that formulated Muhammadiyah Identity is a first thinker that formulatied Muhammadiyah Identity and socialize for whom the function of Muhammadiyah Identity given.

xiii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PERNYATAAN KEASLIAN... ii PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii PENGESAHAN TIM PENGUJI... iv TABEL TRANSLITERASI... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii ABSTRAK... viii ABSTRACK... ix KATA PENGANTAR... xi DAFTAR ISI... xiii BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 9 D. Kegunaan Penelitian... 9 E. Pendekatan dan Kerangka Teori... 10 F. Penelitian Terdahulu... 14 G. Metode Penelitian... 16 H. Sistematika Pembahasan... 21

xiv BAB II : BIOGRAFI K.H. FAKIH USMAN A. Latar Belakang Keluarga K.H. Fakih Usman... 23 B. Latar Belakang Pendidikan K.H. Fakih Usman... 24 C. Perjalanan Karir K.H. Fakih Usman... 27 BAB III : SEJARAH DIRUMUSKANNYA KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH A. Faktor-faktor yang melatar belakangi... 45 1. Faktor Eksternal... 45 2. Faktor Internal... 50 B. Tokoh-tokoh Yang Berperan Dalam Perumusan Kepribadian Muhammadiyah... 52 1. K.H. Fakih Usman... 53 2. K.H. Faried Ma ruf... 54 3. Djarnawi Hadikusumo... 56 4. DR. Hamka... 58 5. K.H. Moh Wardan Diponingrat... 59 6. H.M. Djindar Tamimy... 61 C. Matan Kepribadian Muhammadiyah... 61 1. Apakah Muhammadiyah Itu?... 62 2. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah... 63 3. Pedoman Amal Usahan dan Perjuangan Muhammadiyah... 63

xv 4. Sifat Muhammadiyah... 64 BAB IV : KONTRIBUSI K.H. FAKIH USMAN DALAM MELAHIRKAN PERUMUSAN KEPRIBADIAN MUHAMMADIYAH A. Sebagai Penggagas Awal Mula Dirumuskannya Kepribadian Muhammadiyah... 66 B. Mensosialisasikan Fungsi Kepada Siapa Kepribadian Muhammadiyah Diberikan... 71 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan... 73 B. Saran... 74 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mendengar nama Muhammadiyah tidak asing bagi kaum Muslimin di Indonesia. Organisasi ini berdiri sejak November tahun 1912 M. Organisasi ini tidak dapat dipisahkan dari pendirinya yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Dahlan mengambil keputusan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah dengan maksud agar gagasan dan pokok-pokok pikirannya dapat diwujudkan melalui Persyarikatan yang didirikan itu. 1 Di kampung Kauman Yogyakarta tempat lahirnya Muhammadiyah sekaligus tempat kediaman K.H. Ahmad Dahlan. Sebuah kampung yang sangat religius di Yogyakarta dan dihuni oleh keluarga Muslim yang kuat rasa keagamaannya. 2 Masyarakat pribumi khususnya Yogyakarta tempat tinggal K.H. Ahmad Dahlan yang pada saat itu masih dipengaruhi oleh pemikiran Animisme dan Dinamisme yang sangat kental. Apalagi di Yogyakarta banyak keraton-keraton yang di dalamnya menyimpan tradisi-tradisi dan hal mistis yang masih dipercayai oleh masyarakat pribumi sebagai hal yang sudah biasa mereka lakukan setiap hari seperti menyembah pohon, memberi sesajen, dan meminta-minta di kuburan dan tempat yang 1 Hamdan Hambali, Ideologi dan Strategi Muhammadiyah (Yogyakarta: PT. Surya Sarana Utama, 2006), 1. 2 Solichin Salam, K.H. Ahmad Dahlan: Tjita-tjita dan Perjuangannya (Jakarta: Depot Pengajaran Muhammadiyah, 1962), 5-6.

2 dianggap keramat. Bahkan mereka menganggap batu dan keris sebagai barang yang sakti dan harus dijaga dan dimandikan secara ritual. K.H. Ahmad Dahlan yang melihat langsung kebodohan yang dilakukan masyarakat pribumi segera bangkit dan mengajak masyarakat Yogyakarta untuk keluar dari kebodohan yang selama ini dilakukan oleh umat Islam yaitu praktik agama yang keliru. Dengan berdirinya Muhammadiyah sebagai wadah pergerakan yang menggunakan dasar dan pendekatan Islam yang murni, serta menyelamatkan umat Islam dari musyrik, bid ah, kufarat, dan perbuatan sesat lainnya yang dibenci oleh Allah Swt. Praktik keagamaan yang keliru tersebut didominasi pengaruh agama Hindu-Buddha. Dilihat dari sejarah sebelum Islam masuk ke Indonesia banyak orang-orang Indonesia yang berlayar ke pelabuhanpelabuhan India untuk berdagang, dari situlah kontak awal antara orangorang Indonesia degan orang-orang Hindu berlangsung. Tidak hanya itu, praktik kawin campur dan ajaran-ajaran pendeta Brahma juga mengakibatkan bercampurnya agama Hindu dengan ritus-ritus agama lokal. Dengan interaksi kultural ini, kebudayaan lokal Indonesia kemungkinan besar lebih mengambil peran sebagai penerima unsur-unsur kebudayaan baru. Sementara penyebaran agama Buddha diyakini bahwa agama ini dibawa masuk ke Indonesia melalui para misionaris Buddha dengan cara mengunjungi istana para raja di Indonesia, mengajarkan hukum-hukum agama mereka dan mengkonversi para penguasa serta

3 keluarga mereka. Dengan bentuk penyebaran tersebut mereka berhasil membangun suatu orde para pendeta. Dan tidak hanya itu, para pembawa agama Buddha mengirim kelompok orang Indonesia yang baru memeluk agama Buddha untuk berkunjung ke biara-biara Buddha di India. 3 Muhammadiyah diyakini sebagai gerakan pembaharuan bertujuan untuk mengadaptasikan Islam dengan alam Indonesia modern yang terutama diinspirasikan oleh gerakan reformis di Timur Tengah yang dipelopori oleh pemikir Mesir Muhammad Abduh. Kadang-kadang gerakan ini juga disebut sebagai kekuatan Islam di Indonesia yang paling dominan dan organisasi yang paling efektif yang pernah ada di wilayah Asia Tenggara atau, meminjam istilah Peacock, mungkin juga di dunia. 4 Gerakan muhammadiyah juga dipandang sebagai kekuatan dinamis dalam pembaruan aliran pemikiran ortodoks Islam yang tengah bergumul menentang kecenderungan mistis dan sinkretis yang mencirikan perkembangan awal Islam di Indonesia. Selain itu, Muhammadiyah juga biasanya dinilai sebagai gerakan reformis yang menekankan eksklusivitas kewenangan Al-Qur an dan As-Sunnah dalam menentukan hal yang sesungguhnya merupakan Iman dan praktik Islam yang benar dan yang bukan. 5 3 Alwi Shihab, Membendung Arus:Respon Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), 19-20. 4 James L. Peacock. Muslim Puritans, Reformist Psychology in Southeast Asian Islam (Berkeley: University of California Press, 1978), 19. 5 Shihab, Membendung Arus, 4.

4 Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi ke-islaman di Indonesia yang dikenal sebagai gerakan Islam yang bertekad untuk mengamalkan dan mendakwahkan Islam atas dasar petunjuk Al-Qur an dan As-Sunnah tentunya memerlukan pemimpin-pemimpin yang berkualitas yang bisa memahami Islam secara baik. Sebagai gerakan Islam, gerakan dakwah amar ma ruf nahi munkar serta gerakan tajdid merupakan hasil pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam memahami agama Islam dan menghayati serta mengamalkannya. K.H. Fakih Usman merupakan salah satu dari sekian banyak pemimpin dan tokoh Muhammadiyah yang ikut andil dalam mengamalkan gerakan dakwah amar ma ruf nahi munkar. Pada tanggal 21-26 September 1968 diadakan Muktamar yang ke-37 di Jogjakarta. Di dalam Muktamar tersebut telah memilih dan menetapkan anggota-anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1968-1971 dengan pemungutan suara secara langsung dari calon-calon yang diajukan oleh Sidang Tanwir, terdiri dari 9 orang salah satunya K.H. Fakih Usman yang dipilih menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan perolehan 784 suara. 6 Walaupun pada masa setelah ia diangkat menjadi orang nomor satu di Muhammadiyah pada tahun 1968 hanya sebentar dan setelah itu meninggal dunia dikarenakan sakit. Namun pada tahun-tahun sebelumnya ia adalah anggota pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang sangat aktif dan memiliki peran penting di luar maupun di dalam organisasi 6 PP Muhammadiyah, Keputusan Mu tamar Muhammadijah ke 37, dalam Buletin Suara Muhammadijah Nomor Chusus 1968.

5 Muhammadiyah. Ia mengeluarkan pemikiran yang dapat dijadikan pedoman bagi segenap warga Muhammadiyah. Pemikirannya tentang Muhammadiyah itu kemudian dirumuskan menjadi suatu pedoman yang dikenal dengan Kepribadian Muhammadiyah. 7 Yang dikuliahkan pada Latihan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, ia menuliskan bahwa Kepribadian Muhammadijah mengandung pernyataan, bahwa Muhammadiyah mempunyai wujud dan sifat yang tersendiri yang kini mungkin agak kabur, sehingga memerlukan adanya pembaruan supaya kembali pada kedudukannya yang semula, yang memang menjadi keperluan dan hak hidupnya. 8 Rumusan ini diajukan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-35 tahun 1962 di Jakarta dan akhirnya diterima sebagai pedoman bagi warga Muhammadiyah sampai saat ini. Kepribadian Muhammadiyah adalah rumusan yang menggambarkan hakekat Muhammadiyah, serta apa yang menjadi dasar dan pedoman amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah, serta sifat-sifat yang dimilikinya. 9 Gagasan terbentuknya Kepribadian Muhammadiyah ini dilatar belakangi oleh situasi sosial politik tanah air ketika itu yang tidak menentu. Seperti diketahui bahwa Muhammadiyah bukan partai politik meskipun pendirinya K.H. Ahmad Dahlan mengenal dengan dekat tokohtokoh politik Indonesia. Namun Muhammadiyah berkontribusi aktif dalam 7 M. Yunan Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada kerjasama dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, 2005), 389. 8 Fakih Usman, Kepribadian Muhammadiyah atau Apa Muhammadiyah Itu?, Makalah pada Kursus Pimpinan Muhammadiyah (Yogyakarta: Sidang Tanwir 1962). 9 Hambali, Ideologi dan Strategi, 39.

6 perjuangan politik. Muhammadiyah menyalurkan perjuangan politik pada partai politik Islam, tanpa harus menjadikan Muhammadiyah sebagai partai politik. Perjuangan politik ini dilakukan dengan melibatkan seluruh kekuatan umat Islam dengan satu tujuan, yaitu kemenangan Islam. Dengan kata lain, perjuangan politik bagi Muhammadiyah didasarkan pada dua prinsip. Pertama, Muhammadiyah memerlukan saluran aspirasi politik dan ini dilakukan di luar organisasi Muhammadiyah. Kedua, penyaluran aspirasi politik melalui partai politik Islam harus dilakukan dengan tujuan kemenangan Islam dan umatnya secara keseluruhan. Dua prinsip inilah yang dipegang teguh Muhammadiyah ketika bersama tokoh-tokoh Islam lainnya memelopori berdirinya Partai Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi). 10 Selama 15 tahun (1945-1960) Muhammadiyah sebagai anggota istimewa Masyumi telah menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai ini. Di antara sayap-sayap utama pendiri Masyumi, Muhammadiyah termasuk yang paling setia menyertainya sampai partai ini diperintahkan bubar oleh rezim Sukarno pada akhir 1960. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai era berlakunya kembali UUD 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia menimbulkan berbagai macam peristiwa politik yang yang tidak sehat. Manuver dan 10 Munawir Sadzali, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997), 5.

7 intrik yang dilakukan oleh PKI sangat membahayakan bagi kondisi politik yang sehat di negeri ini. 11 Sejak Masyumi di bubarkan oleh Sukarno, warga Muhammadiyah yang tadinya berkiprah di partai dan berjuang dalam medan politik praktis, kembali mengaktifkan diri dalam Muhammadiyah. Namun sayang, karena sudah terbiasa berjuang dalam politik praktis, kebiasaan tersebut masih terbawa-bawa ke dalam Muhammadiyah. 12 Melihat hal tersebut K.H. Fakih Usman selaku anggota Muhammadiyah yang juga pernah ikut serta dalam perjuangan politik dan menjadi anggota kepengurusan PP Masyumi pertama pada tahun 1945 merasakan bahwa hal tersebut dapat merusak nada dan irama Muhammadiyah. K.H. Fakih Usman yang pada saat itu mengisi ceramah dalam satu Kursus Pimpinan/ Pelatihan Kader yang diadakan di Madrasah Mu allimin Muhammadiyah Yogyakarta, pada tahun 1961. Ketua PP Muhammadiyah ketika itu adalah K.H. Yunus Anis. K.H. Fakih Usman sengaja menyampaikan ceramah dengan judul Apakah Muhammadiyah itu? Karena pada waktu itu diperlukan penegasan identitas untuk menjadi pegangan warga persyarikatan Muhammadiyah dalam menghadapi situasi yang tidak menentu tersebut. 13 11 Muhammad Munawar Kholil, Sikap Muhammadiyah Terhadap PKI (Yogyakarta: UINSUKA, 2009), 5. 12 Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, 194. 13 Ibid., 193.

8 Kepribadian Muhammadiyah terdiri atas 4 butir, sebagai berikut: 14 1. Apakah Muhammadiyah itu?. 2. Dasar Amal Usaha Muhammadiyah. 3. Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah. 4. Sifat Muhammadiyah. Dengan adanya Kepribadian Muhammadiyah, dalam hal ini K.H. Fakih Usman berkontribusi besar terhadap Persyarikatan Muhammadiyah yakni sebagai Penggagas awal mula berdirinya Kepribadian Muhammadiyah sebagai jati diri dan pedoman bagi warga Muhammadiyah. Beliau juga mensosialisasikan fungsi dan kepada siapa Kepribadian Muhammadiyah tersebut diberikan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas dibutuhkan batasan agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, untuk itu perlu adaya rumusan masalah yang akan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagai berikut: 1. Bagaimana Biografi K.H. Fakih Usman? 2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Kepribadian Muhammadiyah? 3. Bagaimana Kontribusi K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah? 14 Ibid., 194.

9 C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Biografi K.H. Fakih Usman. 2. Untuk mengetahui Sejarah Lahirnya Kepribadian Muhammadiyah. 3. Untuk mengetahui Kontribusi K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah. D. Kegunaan Penelitian Setiap kegiatan yang dilakukan pasti memiliki kegunaan yang hendak dicapai. Adapun kegunaan penelitian ini antara lain: 1. Secara teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan menambah khazanah pengetahuan kita tentang Peran K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah. b. Untuk menjadi bahan teoritis guna kepentingan penulisan karya ilmiah. 2. Secara Praktis a. Bagi Akademik Sebagai kajian dan sumber pemikiran bagi Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya terutama jurusan Sejarah Peradaban Islam yang merupakan lembaga tertinggi formal dalam

10 mempersiapkan calon profesional dalam kajian Sejarah Peradaban Islam di masyarakat yang akan datang. b. Bagi Masyarakat Sebagai tambahan wawasan pada masyarakat pada umumnya dan bagi generasi penerus agar mengetahui sejarah lahirnya Keribadian Muhammadiyah dan dapat diambil pelajaran untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. c. Bagi Penulis Untuk menambah wawasan penelitian tentang ilmu pengetahuan Islam dalam hal ini Peran K.H. Fakih Usman Dalam Melahirkan Perumusan Kepribadian Muhammadiyah yang dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi peneliti dan penyusun karya ilmiah. E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang bertujuan menghasilkan bentuk dan proses dalam mengisahkan peristiwa-peristiwa manusia yang terjadi di masa lampau. 15 Penelitian ini merupakan kajian tentang perjuangan dan peran tokoh serta peristiwa masa lampau. Untuk menguraikan masalah penelitian ini penulis menggunakan pendekatan behavioral, behavior sendiri memiliki makna kebiasaan. Behavioral sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner yakni pendekatan 15 Winarso Surachman, Dasar dan Teknik Research (Bandung: CV. Transito, 1975), 123.

11 yang tidak hanya tertuju pada kejadiannya saja tetapi, juga tertuju pada pelaku sejarah dan situasi nyata. Bagaimana pelaku sejarah menafsirkan situasi yang dihadapinya, sehingga dari penafsiran tersebut muncul tindakan yang menimbulkan suatu kejadian dan selanjutnya timbul konsekuensi atau pengaruh dari tindakan pelaku sejarah berkenaan dengan perilaku pemimpin. Pendekatan ini sangat penting untuk memahami dan mendalami pribadi seseorang, memahami kepribadian ini dituntut pengetahuan latar belakang sosio kultural, bagaimana proses pendidikannya, watak orang di sekitarnya. Selain itu diperlukan analisa psikologi, agar segi emosional, moral dan rasionalnya lebih tampil. 16 K.H. Fakih Usman sejak kecil hidup dalam lingkungan keluargadan masyarakat yang berlandaskan Iman yang kuat. Dia berasal dari keluarga santri di Gresik, Jawa Timur. Seperti keluarga santri lainnya, ia belajar agama dan al-qur an dari ayahnya sendiri. Sebagai seorang muslim yang taat di kemudian hari dia tampil sebagai manusia yang peranannya untuk kemajuan bangsa, negara dan agama. Keaktifan dan kelincahannya dalam berorganisasi terlihat sejak muda, sehingga di kemudian hari dia muncul sebagai pemimpin yang berjiwa besar dan berdedikasi tinggi. Dalam sejarah ada hubungan keterkaitan antara ide dan peristiwa. Ide menjadi sebab adanya suatu peristiwa, tetapi peristiwa itu juga 16 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 1992), 77.

12 menghasilkan sebuah ide. Ide yang sama belum tentu menyebabkan peristiwa yang sama, dan sebaliknya, satu peristiwa belum tentu menimbulkan ide yang sama. Begitu juga kehidupan K.H. Fakih Usman, dia tidaklah hidup dalam satu ruangan kosong. Aktivitasnya, tingkah laku dan pemikiran-pemikirannya pasti dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi yang melingkupinya. Penelitian ini menempatkan peranan tokoh sebagai pelaku utama yang mempunyai peran penting dalam pembaharuan, baik formal maupun non formal. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Erfing Goffman yang memusatkan perhatiannya pada interaksi individu-individu yang mempengaruhi tindakan-tindakan mereka satu sama lain ketika saling berhadapan. Teori ini lebih disebut teori panggung. Di dalam proses interaksi sehari-hari seseorang dilihat dari tindakannya, dan penonton menerima pertunjukan itu. Ada dua penampilan, yaitu panggung depan dan panggung belakang. Panggung depan adalah bagian penampilan individu secara teratur berfungsi di dalam metode yang umum dan tetap untuk mendefinisikan situasi bagi penonton di sekelilingnya. Untuk identifikasi panggung belakang tergantung pada penonton yang bersangkutan atau hanya diketahui tim. 17 17 Erfing Goffman belajar di Universitas Chicago, kemudian banyak melahirkan teori social psikologi di Amerika Serikat. Dia mencontohkan bagaimana seseorang dokter harus berperan dalam panggung depan dan panggung belakang, bagaimana dokter dalam ruangan praktek harus bisa meyakinkan pasiennya, dan dokter sebagai individu pada umumnya (istri, ibu rumah tangga, petenis, dll). Sedangkan tim adalah individu yang bekerjasama mementaskan suatu rutinitas tersebut seperti dokter dengan resepsionisnya. Lihat Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. Tim Yasogama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1984), 229-237.

13 Dengan teori panggung, penulis menjelaskan bagaimana proses interaksi K.H. Fakih Usman dalam beberapa adegan. Peran-peran apa saja yang ia tampilkan dalam panggung pendidikan, sosial keagamaan, ekonomi, dan politik. Seperti dalam panggung pendidikan, dia sebagai santri yang tekun dan memiliki kemampuan berbahasa Arab yang sangat bagus dan fasih sehingga ia selalu menjadi penerjemah untuk surat kabar dari Mesir. Tidak hanya itu, ia juga belajar bahasa Belanda dan mendalami ilmu Islam dengan mempelajari pemikiran Muhammad Abduh. Dalam panggung sosial keagamaan dia melahirkan rumusan Kepribadian Muhammadiyah, yang sampai saat ini dijadikan pedoman dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Selain itu, dia juga mendirikan majalah Pandji Masjarakat. Dalam panggung ekonomi K.H. Fakih Usman dikenal memiliki bisnis sendiri yaitu sebagai pedagang alat-alat bangunan, galangan kapal, dan pabrik tenun, dan pernah dipercayai sebagai Ketua Persekutuan Dagang Sekawan Se-Daerah Gresik. 18 Dalam panggung politik selain dalam Persyarikatan Muhammadiyah, K.H. Fakih Usman juga aktif dalam relasi sosial politik lainnya seperti, MIAI, KNIP Surabaya, Konstituante (Masyumi), dan pernah menjabat sebagai Menteri Agama dua kali. Yang pertama pada masa Kabinet Halim saat Republik Indonesia menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua pada masa Kabinet Wilopo. Semuanya itu tidak terlepas dari peranannya dalam panggung kehidupan sehari-hari (keluarga, istri, dan anak-anaknya). 18 Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, 387.

14 F. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu digunakan untuk memberikan pemantapan dan penegasan mengenai kekhasan penelitian yang dilakukan. Selain itu untuk mengetahui keaslian data yang akan diteliti oleh peneliti-peneliti terdahulu sebagai suatu awal pijakan untuk mengetahui perbedaan dari peneliti yang lain. Penelitian tentang Sejarah lahirnya Kepribadian Muhammadiyah pada masa K.H. Fakih Usman ini belum ada. Namun penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu yang sedikit membahas tentang Kepribadian Muhammadiyah antara lain: 1. Skripsi dengan judul, (2009). Sikap Muhammadiyah Terhadap PKI Periode Yunus Anis dan Ahmad Badawi 1960-1966. Yang ditulis oleh Muhammad Munawar Kholil, Mahasiswa Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang bagaimana pandangan dan sikap Muhammadiyah terhadap PKI setelah situasi politik Indonesia pasca pemilu 1955. 2. Skripsi dengan judul, (2009). Pergerakan Partai Masyumi di Indonesia 1945-1960. Yang ditulis oleh Noor Ishak, Mahasiswa Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang dinamika pergerakan Masyumi dalam perpolitikan Indonesia. 3. Skripsi dengan judul, (2016). Perkembangan Politik Partai Masyumi Pasca Pemilu 1955. Yang ditulis oleh Aris Sumanto, Mahasiswa

15 Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang perkembangan partai Masyumi pada masa demokrasi parlementer pada tahun 1950-1955 serta kondisi partai politik Masyumi pasca pemilihan umum pada tahun 1955. 4. Skripsi dengan judul, (2008). Perseteruan Partai Masyumi Dengan Partai Komunis Indonesia 1945-1960. Yang ditulis oleh Wasul Nuri, Mahasiswa Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam skripsi ini membahas tentang partai Masyumi dengan Partai Komunis Indonesia serta sebab-sebab perseteruan Partai Masyumi dengan PKI dan bentuk-bentuk perjuangan Partai Masyumi melawan PKI. 5. Skripsi dengan judul, (2007). Peranan Muhammadiyah Dalam Kancah Perpolitikan di Indonesia 1945-1971. Yang ditulis oleh Nuraeni, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Bandung. Dalam skripsi ini membahas usaha dan perjuangan yang diperankan Muhammadiyah dalam kancah perpolitikan di Indonesia. 6. Skripsi dengan judul, (2017). Majelis Tarjih Muhammadiyah Pada Masa K.H. Mas Mansyur 1928-1946. Yang ditulis oleh Agung Rois Saiful, Mahasiswa Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Dalam skripsi ini membahas tentang lembaga yang didirikan

16 oleh K.H. Mas Mansyur yaitu Majelis Tarjih Muhammadiyah suatu metode atau lembaga yang dijadikan oleh Muhammadiyah untuk penetapan suatu hukum dalam Islam pada masa K.H. Mas Mansyur 1928-1946. G. Metode Penelitian Metode merupakan suatu pendekatan umum yang digunakan untuk mengkaji topik penelitian. 19 Sedangkan penelitian merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mencari data, kemudian merumuskan sebuah permasalahan yang ada lalu mencoba untuk menganalisis hingga pada akhirnya sampai pada penyusunan laporan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode historis, yaitu proses menguji dan menganalisis secara mendalam setiap rekaman peristiwa masa lampau berdasarkan data yang telah diperoleh. 20 Adapun langkah-langkah dalam metode historis ialah sebagai berikut: 1. Pengumpulan Data (Heuristik) 21 Heuristik atau pengumpulan data adalah sebuah proses yang dilakukan peneliti untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah. 22 Dalam penulisan penelitian ini penulis menggunakan sumber tulisan, yaitu data yang diambil dan diperoleh melalui studi penelusuran 19 Dedy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 145. 20 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1985), 32. 21 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah. (Jakarta: UI Press, 1985), hlm. 32 22 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2011), 12.

17 pustaka, berupa buku dan sumber-sumber tertulis yang berhubungan dengan penelitian ini. Buku atau sumber-sumber tersebut diklasifikasikan ke dalam sumber primer dan sekunder. a. Sumber Primer Sumber primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata dalam peristiwa sejarah. Hal ini dalam bentuk dokumen, misalkan catatan rapat, daftar anggota organisasi, dan arsip-arsip laporan pemerintah atau organisasi massa. 23 Seperti: Arsip SK tentang pengangkatan K.H. Fakih Usman menjadi tokoh dalam Persyarikatan Muhammadiyah, Naskah Kepribadian Muhammadiyah yang ditulis langsung oleh K.H. Fakih Usman, Media Cetak seperti Majalah Suara Muhammadiyah. b. Sumber Sekunder Sumber sekunder adalah sumber yang tidak disampaikan langsung oleh saksi mata. Dalam memperoleh sumber sekunder. Penulis juga mengumpulkan data-data sebagai bahan penulisan dan melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan merujuk kepada sumber-sumber yang berhubungan dengan judul dalam skripsi ini. Misalkan : 23 Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah Islam (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2011), 105.

18 1) Tulisan-tulisan terkait sejarah mengenai Kepribadian Muhammadiyah yang terdapat di berbagai media cetak maupun elektronik. 2) Buku-buku yang membahas mengenai Kepribadian Muhammadiyah, diantaranya: a) Hamdan Hambali, Strategi dan Ideologi Muhammadiyah, Yogyakarta: PT. Surya Sarana Utama, 2006. b) M. Yunan Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. c) Munawir Sadzali, Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997. d) Margono Puspo Suwarno, Gerakan Islam Muhammadiyah, Jakarta: Persatuan Offset, 1995. e) Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993. f) Darso Josopranoto, K.H. Fakih Usman, Almanak Muhammadiyah, 1974. 2. Verifikasi (kritik sumber) Setelah sumber sejarah dalam berbagai kategori sudah terkumpul, tahap berikutnya ialah verifikasi atau lazim disebut juga denga kritik untuk keabsahan sumber. Dalam hal ini yang perlu diuji adalah keabsahan keaslian sumber yang dilakukan melalui kritik ekstern dan

19 intern. 24 Adapun perbedaan kritik intern dan ekstern adalah sebagai berikut: a. Kritik Ekstern Kritik ekstern digunakan untuk keaslian suatu sumber sejarah dengan melihat sisi luarnya. Adapun dalam skripsi ini penulis melakukan kritik ekstern terhadap beberapa sumber berupa dokumen-dokumen yang mendukung. Dari sumber primer yang didapatkan penulis meyakini bahwa sumber tersebut adalah asli, pasalnya ditulis sendiri oleh pelaku sejarah dan dokumen asli yang didapatkan dari kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta berupa data dan SK, serta laporan hasil sidang rapat setiap diadakannya Muktamar. Dari sumber diatas, penulis telah mengklarifikasi dengan cara membandingkan isi sumber tersebut dengan data yang lain yang berupa data sekunder atau pendukung. Setelah penulis melakukan perbandingan, terdapat sebab kesamaan isi dan kesesuaian data dengan yang ada pada sumber-sumber lain, sehingga sumber-sumber primer yang didapatkan tersebut dapat dijadikan sebagai sumber yang relevan untuk bahan pokok kajian penulisan skripsi ini. Selain itu isi dan sumber diatas setelah dibandingkan dengan sumber sekunder dapat dipertanggungjawabkan isinya dan dapat dipastikan kebenarannya. 24 Aminuddin Kasdi, Pengantar Dalam Studi Suatu Sejarah (Surabaya: IKIP, 1995), 30.

20 b. Kritik Intern Kritik ini digunakan untuk menentukan apabila suatu sumber dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya atau tidak. 25 Adapun kritik intern penulis terapkan dalam skripsi ini setelah sumber-sumber sejarah telah dianalisis dengan kritik ekstern, maka dianalisis lagi dengan kritik intern. Dalam kritik intern, penulis sangat berhati-hati dalam memilih dan menguji literature yang bertujuan agar mendapatkan data yang otentik. Beberapa teks yang telah ditemukan oleh penulis, memberikan bukti bahwa dokumen yang ada merupakan dokumen yang asli. Hal ini dapat dilihat pada kertas dan tinta yang digunakan untuk mencetak adalah model kertas dan tinta yang dipakai sezaman dengan peristiwa yang diteliti. 3. Interpretasi Tahap berikutnya adalah interpretasi, perhatian utama dalam hal ini adalah untuk menetapkan bahwa sumber yang penulis gunakan ini reliabel. Apakah sumber tersebut mencerminkan realitas historis, serta beberapa reliabelkan informasi yang terkandung didalamnya, informasi yang terdapat dalam sumber tersebut dibandingkan dengan buku-buku yang lain. 26 Dalam kaitannya dengan Peran K.H. Fakih Usman dalam melahirkan perumusan Kepribadian Muhammadiyah 25 Nugroho Notosusanto, Norma-norma Dasar dan Penelitian dan Penulisan Sejarah (Jakarta: Pertahanan dan Keamanan Press, 1992), 21. 26 Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 64.

21 sumber yang berhasil penulis dapat yaitu tentang naskah kepribadian muhammadiyah dan sejarah lahirnya perumusan kepribadian muhammadiyah. 4. Historiografi Sebagai fase terakhir dalam metode sejarah, historiografi disini ialah merupakan cara penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian sejarah yang telah dilakukan. Penulis dituntut untuk menyajikan dengan bahasa yang baik, yang dapat dipahami oleh orang lain dan dituntut untuk menguasai teknik penulisan karya ilmiah. 27 Dalam tahap ini, peneliti berusaha menulis hasil penelitian yang dituangkan melalui karya skripsi yang berjudul Peran K.H. Fakih Usman dalam melahirkan perumusan Kepribadian Muhammadiyah. Berdasarkan sumber yang ada. H. Sistematika Penulisan Penyajian penelitian ini memuat lima bab yang saling berkaitan dan membahas secara terperinci. Untuk memudahkan dan pemahaman, pembahasan penelitian ini digunakan sistematika sebagai berikut: Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang di dalamnya mencakup beberapa hal, mengenai latar belakang serta diuraikan ruang lingkup dan rumusan masalah pembahasan. Tujuan dan manfaat penelitian. Kegunaan penelitian. Pendekatan dan kerangka teoritik. Tinjauan penelitian terdahulu sebagai acuan untuk mengerjakan skripsi 27 Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Depag RI, 1986), 219-226.

22 penulis. Metode penelitian untuk mencapai tingkat validitas menggunakan beberapa metode. Sistematika pembahasan guna menjelaskan gambaran alur penulisan dalam penelitian ini. Terakhir daftar pustaka sebagai bahanbahan rujukan dalam penulisan skripsi. Bab kedua, pada bab ini membahas tentang Biografi K.H. Fakih Usman, latar belakang keluarga K.H. Fakih Usman, latar pendidikan K.H. Fakih Usman, Perjalanan dan Karir K.H. Fakih Usman sebagai tokoh penting dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Bab ketiga, menguraikan tentang sejarah lahirnya Kepribadian Muhammadiyah, Faktor-faktor yang melatar belakangi lahirnya Kepribadian Muhammadiyah, Tokoh yang berperan dalam perumusan Kepribadian Muhammadiyah, Matan isi Kepribadian Muhammadiyah. Bab keempat, pada bab ini menjelaskan tentang kontribusi K.H. Fakih Usman dalam melahirkan Kepribadian Muhammadiyah yakni sebagai penggagas awal mula berdirinya Kepribadian Muhammadiyah tersebut, serta menyampaikan dengan bentuk sosialisasi kepada siapa Kepribadian Muhammadiyah tersebut diberikan. Bab kelima penutup, yang memuat kesimpulan dan saran yaitu berupa kesimpulan dan hasil penelitian yang merupakan jawaban yang ada.

23 BAB II BIOGRAFI K.H. FAKIH USMAN A. Latar Belakang Keluarga K.H. Fakih Usman Fakih Usman adalah seorang Putra Gresik, Jawa Timur yang dilahirkan pada tanggal 2 Maret 1904. 1 Dia berasal dari keluarga santri yang sederhana dan taat beribadah. Ayahnya, Usman Iskandar adalah seorang pedagang kayu dan memiliki usaha galangan kapal, sementara Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang merupakan keturunan seorang ulama yang bernama Kyai Siddik. Ayah dan Ibunya adalah pasangan yang hidupnya pas-pasan dan memiliki lima anak salah satunya Fakih Usman. Karena mereka tidak berasal dari kaum priyayi, Fakih dan keempat saudaraanya tidak mendapatkan pendidikan di sekolah Belanda. Fakih kecil tidak mendapatkan pendidikan sekolah umum, tetapi sebagai keturunan keluarga ulama mulai dari kecil Fakih sudah diajarkan dasardasar agama dari kedua orangtuanya. Ayah Fakih Usman sangat dekat dengannya dibandingkan saudara lainnya. Fakih belajar Al-Qur an dari kedua orang tuanya. Ayahnya yang sabar dan tekun mengajarinya, serta Ibunya yang senantiasa menyanyangi dan menemaninya belajar sehingga membuatnya bersemangat untuk menjadi tekun belajar. Dari keempat saudaranya Fakih yang paling menonjol dan memiliki semangat belajar yang tinggi, sehingga tidak heran 1 M. Yunan Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada kerjasama dengan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, 2005), 387.

24 jika kedua orangtuanya lebih menyanyangi Fakih daripada keempat saudaranya. 2 Ayahnya sering mengajak Fakih melihat pertunjukan wayang hingga akhirnya ia paham sekali lakon-lakon dalam pewayangan. B. Latar Belakang Pendidikan K.H. Fakih Usman Fakih Usman sejak kecil telah menunjukan kecintaannya pada pendidikan, tidak heran jika dia menjadi orang besar dan berpengaruh di masa depannya. Masa kecilnya, Fakih tidak mendapatkan pendidikan sekolah umum tetapi dia mendapatkan pendidikan agama dan belajar Al- Qur an dari Ayah dan Ibunya. Pada tahun 1914 saat ia berusia 10 tahun Fakih melanjutkan belajar ilmu agamanya di salah satu Pondok Pesantren di Gresik. Setelah lulus dari Pondok Pesantren tahun 1918 ia melanjutkan kembali belajar ke beberapa pesantren di luar kota Gresik sampai tahun 1924. Dia dikenal sebagai seorang yang cerdas dan otodidak. Bekal yang diajarkan gurunya semasa di Pondok Pesantren membuatnya menjadi dikenal sebagai ulama. Fakih juga yang gemar membaca kitab-kitab kuning maupun kitab lain. 3 Fakih juga suka bergaul dengan ulama yang pandai dalam agama, selalu mendengarkan ceramah dan uraiannya dan saling bertukar fikiran, dari sinilah pengetahuan ilmu agamanya bertambah. Walaupun ia tidak beruntung untuk dapat duduk di bangku kuliah di perguruan tinggi namun ia adalah seorang santri Pondok yang yang kemudian dengan ilmu yang dimilikinya ia mendapatkan sebutan 2 Suara Partai Masjumi, Memperkenalkan Kijai Hadji Mhd. Fakih Usman (Djakarta: Suara Partai Masjumi No.6 Tahun ke-7, 1952), 6-7. 3 Ahmad Fatichuddin, Siapa & Siapa 50 Tokoh Muhammadiyah Jawa Timur (Surabaya: Hikmah Press, 2005), 91.

25 Kyai. Sebutan yang diberikan oleh masyarakat lingkungannya atas kepercayaannya kepada Fakih Usman tanpa suatu piagam atau penghargaan. Kegemaran Fakih Usman adalah membaca kitab-kitab dan bukubuku berbahasa Arab. Selain pandai berbahasa Arab, Fakih juga fasih dalam berbahasa Inggris dan Belanda. Fakih adalah seseorang yang rajin dan tidak pernah mengeluh dalam menimba ilmu. Ketika di usia muda dia sangat unggul dan aktif dibandingkan teman-temannya. Ketika didirikan perkumpulan pelajar dia yang menjadi ketuanya, bakat kepemimpinan itu telah ia peroleh saat masa mudanya. 4 Hanya delapan tahun ia belajar di pondok pesantren sekitar rumahnya dan dengan modal tersebut ia memberanikan diri untuk mencoba hidup mengarungi samudra kehidupannya. Dari kecil dia ingin mencapai keahlian agama dan sudah tercapai apa yang ia cita-citakan dan orang tuanya begitu bangga sekali kepada Fakih. Dan sesuai keinginan orang tuanya akhirnya cita-citanya untuk menjadi seorang ulama berhasil. Dia disegani dan dihormati oleh tetangga dan masyarakat kampungnya. Fakih Usman sendiri menyadari bahwa ilmu agama tidak cukup baginya untuk menghadapi dunia luar. Dia tidak berani untuk mengambil langkah keluar jika masih sebatas ilmu agama yang dimilikinya. Tulisan dan bacaannya hanya bisa huruf Arab, dia tidak bisa menulis dan membaca huruf latin. Dari situlah Fakih Usman belajar otodidak membaca 4 Suara Partai Masjumi, Memperkenalkan Kijai, 6.

26 dan menulis huruf latin, sehingga dia mahir dalam berbahasa Inggris dan Belanda. Fakih Usman berfikir ketika memiliki ilmu agama tapi tidak memiliki wawasan umum tidaklah sempurna baginya, dan jika memiliki keduanya barulah sempurna. Fakih Usman menyadari kekurangannya dalam ilmu umum ini. Tapi apa hendak dikata, nasibnya telah menyebabkannya tidak mendapatkan pendidikan sekolah pada masa kecilnya. Dia hanyalah anak desa, masyarakatnya desa yang berfikir cukup belajar mengaji saja apabila telah menempuh sebutan Kyai berarti sudah cukup untuk menempuh kehidupannya. Fakih Usman memiliki fikiran yang luas dan cerdas dalam megerti setiap bacaan yang dipelajarinya. Dia juga seorang yang teguh dan disiplin serta cakap dan seorang pemimpin yang bijaksana. Fakih adalah seorang yang rendah hati, tidak sombong dan gigih memperjuangkan kedudukan dan mempertahankan kedudukan yang telah dicapainya. Dia adalah seorang pemimpin yang lurus niatnya, baik iktikadnya dalam semua perbuatan serta kuat rasa solidaritasnya. Sikapnya sangat terbuka sehingga mudah bergaul dan bekerja sama dengan siapapun dalam suatu pimpinan. 5 Dengan sifat-sifat dan pembawaanya tersebut dapat membekali kepemimpinannya. Dia adalah seorang pemimpin yang berwibawa dan disegani banyak orang. Pemimpin Gerakan Umat Islam yang memiliki kemantapan dan bobot yang baik yang benar-benar dapat menjadi contoh 5 PP Muhammadiyah, Almanak Muhammadiyah (Yogyakarta: Majelis Pustaka, 1974), 94-95.

27 tauladan yang baik bagi umat. Semua perilaku baik dan ketaqwaannya kepada Allah menjadi anutan yang selalu dicontoh dan ditiru bagi orang lain. 6 Walaupun latar belakang pendidikan Fakih Usman tidak tinggi dan hanya sebagai santri pondok saja tetapi ia memiliki tekad yang kuat untuk menempuh dan menjadi masyarakat yang besar dan inilah yang menyebabkannya untuk mencari ilmu-ilmu diluar pesantren. Dengan pengetahuan yang dipelajarinya sendiri, seperti belajar bahasa Inggris dan Belanda dilakukannya secara otodidak. Karena dirinya penuh dengan keyakinan yang kuat dia pun menjadi orang yang istimewa. Dengan pengetahuan yang dipelajarinya sendiri, akhirnya ia dapat bekerja dalam beberapa jabatan yang biasanya mungkin dicapai hanya oleh orang-orang lulusan dari sekolah-sekolah Barat. Hal yang mungkin menjadi mustahil baginya karena seorang lulusan pondok pesantren bisa bekerja sebagai anggota dewan Kabupaten Surabaya, anggota College van Gecommitteerden, anggota Europeesche Commissie, anggota Komisi van bestaan Algemeene Volksbank pada masa Belanda. 7 C. Perjalanan Karir K.H. Fakih Usman Fakih Usman adalah seorang yang berasal dari keluarga santri yang taat beragama. Dia dibesarkan dengan kasih sayang oleh ayah dan ibunya. Fakih diajarkan ilmu-ilmu agama mulai dari kecil sehingga ketika ia 6 Ibid., 93-94. 7 Suara Partai Masjumi, Memperkenalkan Kijai, 6.

28 tumbuh menjadi dewasa begitu banyak kemampuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang luas membuatnya terjun ke dalam organisasi agama dan politik pada masa itu. Walaupun dia tak pernah merasakan bangku kuliah tetapi berkat kepandaian dan keuletannya dia bisa menjadi orang yang berpengaruh pada saat itu. Setelah menyelesaikan pendidikannya kemudian dia memilih Muhammadiyah sebagai tempat aktivitasnya, karena organisasi ini sesuai dengan idealisme dan tempat semangatnya. Fakih Usman bukanlah orang baru dalam Muhammadiyah, tahun 1925 dia telah masuk dan mendaftarkan diri sebagai anggota Muhammadiyah. Fakih terjun dalam Muhammadiyah pada tahun-tahun pertama Muhammadiyah berkembang, masih lemah, sedikit anggota dan amal usahanya belum meluas merata seperti saat sekarang. Ketika itu memang hanya orang-orang yang yakin akan kebenaran Muhammadiyah dan faham akan hakekatnya yang bersedia terjun ke dalam Muhammadiyah. 8 Fakih Usman menjadi anggota Muhammadiyah dengan kesadaran dan keyakinan, menyetujui asas maksud dan tujuannya, bersedia mendukung maksud dan tujuannya serta mendukung dan menyelenggarakan amal usahanya. Dia terjun dan aktif bergerak dan menggerakkan Muhammadiyah bukan karena ikut-ikutan dan bukan untuk bergerak asal bergerak, melainkan dengan kesadaran dan keyakinan yang 8 PP Muhammadiyah, Almanak, 90

29 mantap, mengetahui kedudukan dan kewajibannya sebagai anggota suatu gerakan Islam. 9 Sejak tahun 1925 awal mula pertama dia masuk Muhammadiyah, pertama kali dia terpilih dan ditetapkan sebagai pemimpin Muhammadiyah Ranting (dulu istilahnya Groep) Muhammadiyah di Gresik tempat kediaman dan kelahirannya, dia memimpin ranting yang dia dirikan tersebut dengan sabar dan telaten bersama-sama anggota Muhammadiyah di Gresik dan temasuk lingkungan Cabang Surabaya. Dia memimpin kesatuan organisasi yang terbawah dan terkecil, sebagai pemimpin Muhammadiyah yang terbawah dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Kemudian Fakih Usman terpilih sebagai pimpinan Cabang (dulu istilahnya Afdeling) Muhammadiyah Gresik. Berkat kegigihannnya, Ranting yang dia pimpin maju dan berkembang, selain itu semakin bertambah anggota dan amal usahanya serta meluas daerah kerjanya sehingga dapat mendirikan beberapa Ranting lain disekitarnya dan oleh Hoofd Bestuur (HB) Muhammadiyah ditingkatkan menjadi Cabang yang meliputi beberapa Ranting yang dipisahkan dari pimpinan Cabang Surabaya. Fakih Usman dikenal sebagai ulama cendekiawan dan kiai intelektual yang berhasil mengembangkan Muhammadiyah di wilayah Jawa Timur. Oleh karena itu, pada periode 1932-1936 diangkat sebagai anggota konsul Hoofd Bestuur sekaligus Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Jawa Timur yang berkedudukan di Surabaya. Kemudian, 9 Ibid., 93.

30 pada tahun 1936 dia diangkat sebagai konsul Muhammadiyah Jawa Timur menggantikan KH. Mas Mansur. 10 Pada saat itu Mas Mansur dalam Muktamar atau Kongres Muhammadiyah terpilih menjadi ketua PP Muhammadiyah dan harus pindah ke Yogyakarta. Akhirnya dia mempercayakan tugas dan memberikan wewenang kepada Fakih Usman untuk menggantikannya. Sejak diangkat menjadi konsul Muhammadiyah Jawa Timur, Fakih sering bolak balik Surabaya-Gresik menggunakan mobil. Dalam hal ini Fakih oleh tetangga dan lingkungan sekitarnya telah dianggap menjadi orang yang sukses dan mapan karena memiliki pekerjaan yang baik dan berhasil membangun bisnisnya. Jauh sebelum menjadi anggota Muhammadiyah, untuk menopang hidupnya dia mendirikan beberapa usaha yang bergerak dalam bidang penyediaan alat-alat bangunan, galangan kapal, dan pabrik tenun di Gresik. Dalam keuletan dan kepandaiannya berbisnis ini, dia diangkat sebagai Ketua Persekutuan Dagang Sekawan Se-Gresik. Bakatnya dalam berbisnis diturunkan oleh ayahnya yang dulunya seorang pedagang juga. Karena keuletan yang dimilikinya akhirnya bisnis yang dia dirikan berhasil dan dapat mencukupi kebutuhan kehidupannya dan keluarga. Pada tahun 1953, untuk pertama kalinya dia diangkat dan namanya berada dalam susunan kepengurusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan seterusnya terpilih sebagai Pimpinan PP Muhammadiyah sampai akhir hayatnya 1968. Sebelum namanya berada dalam Pengurus Pimpinan Pusat 10. Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, 387.

31 Muhammadiyah pada tahun 1937 Fakih pernah bergabung dan aktif dalam berbagai kegiatan lain salah satunya Majelis Islam A la Indonesia (MIAI). MIAI ini didirikan oleh beberapa tokoh Islam seperti Mas Mansur dari Muhammadiyah, Mohammad Dachlan dan Wahab Chasbullah dari NU, dan W. Wondoamiseno dari SI, yang semuanya berbasis di Surabaya. Bertujuan untuk menyingkirkan perbedaan dan perlunya membina persatuan antar sesama umat Islam. 11 Fakih menjabat sebagai Bendahara Majelis Islam A la Indonesia. Awalnya MIAI dipimpin oleh Sekretariat yang diketuai W.Wondoamisen, Mas Mansur sebagai bendahara, Mohammad Dahlan dan Wahab Chasbullah selaku anggota. Namun Mas Mansur kemudian mengundurkan diri, karena terpilih Sebagai Ketua PP Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 pada tahun 1937 dan harus pindah ke Yogyakarta. Akhirnya kedudukannya sebagai bendahara dalam MIAI digantikan oleh Fakih Usman. 12 Fakih yang pada saat itu sudah masuk dalam kepengurusan MIAI, namun ia belum termasuk dalam barisan pimpinan utama. Pada waktu itu kepemimpinan masih dikendalikan oleh para tokoh senior yang menjadi pimpinan utama. Salah satu tokoh muda yang saat itu menjadi pimpinan utama adalah Wahid Hasyim dari NU. Sejak tahun 1940, Fakih aktif dalam organisasi ini. Dia berfikir organisasi MIAI ini sama dengan Muhammadiyah yakni bukan organisasi politik. Selain itu organisasi MIAI bermarkas di 11 Delia Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3S, 1990), 263. 12 Djarnawi Hadikusumo, Matahari-Matahari Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 1980), 54.

32 Surabaya yang dekat dengan rumahnya, sehingga aktifitasnya bisa dilakukan dengan pulang pergi Surabaya-Gresik. Fakih Usman yang dikenal sebagai seseorang yang cerdas dan aktif ini dikarenakan dia memiliki wawasan dan jangkauan gerak yang luas sehingga dia aktif dalam beberapa organisasi. Selain aktif dalam MIAI, Fakih juga pernah menjadi anggota Sju Sangi Kai (Pembentukan Dewan Pertimbangan Karesidenan) di Surabaya pada tahun 1943. Dan pernah menjadi Anggota Komite Nasional Pusat dan Ketua Komite Nasional Surabaya pada tahun 1945. 13 Selain itu Fakih Usman pernah dipercaya Pemerintahan RI untuk memimpin Departemen Agama pada masa Kabinet Halim yang saat itu berlangsung sejak tanggal 21 Januari 1950 sampai dengan tanggal 6 September 1950, dan pada tahun 1951 dia ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Agama Pusat. 14 Kegiatannya pada partai Masyumi dimulai semenjak partai tersebut didirikan di Yogyakarta pada tanggal 7 November 1945 sebagai respon umat Islam terhadap imbauan pemerintah melalui pengumuman 3 Oktober 1945, yang mengajak rakyat untuk mendirikan partai. Imbauan yang ditandatangani Wakil Presiden Mohammad Hatta tersebut diulangi lagi pada 3 November 1945. 15 Berdirinya Partai Masyumi itu diputuskan dalam Kongres Muslimin Indonesia di Madrasah Mu allimin 13 Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam di Indonesia 1 (Jakarta: CV. Anda Utama, 1993), 275. 14 Yusuf, Ensiklopedi Muhammadiyah, 388. 15 S.U. Bajasut, Alam Fikiran dan Djejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito (Surabaya: Documenta, 1972), 135-136.