Perbedaan filsafat Barat dan Timur dalam bidang hukum

Perbedaan filsafat Barat dan Timur dalam bidang hukum

Mempelajari filsafat hendaknya harus melalui dua pendekatan yakni pertama melalui pengenalan tentang sejarah filsafat Kedua mempelajari system serta cabang-cabang filsafat. Melalui sejarah filsafat kita dapat berkenalan dengan beragam pemikiran para filsuf mengenai berbagai tema dalam filsafat lebih jauh bagaimana para filsuf sepanjang zaman mendefinisikan dan menjelaskan tema-tema tersebut. Contonya, pertanyaan mengenai apa esensi atau intisari realitas itu, akan dijawab oleh sejumlah filsuf sepanjang sejarah secara beragam sehingga kita dapat belajar dan menjadi tahu mengenai argumentasi-argumentasi dan bukti-bukti filsafati yang dikemukakan oleh para filsuf tersebut dan bagaimana mereka berpikir tentang tema-tema tersebut. Sedangkan mempelajari filsafat melalaui sistem filsafat dan cabang-cabang filsafat dapat menghantarkan kita pada kenyataan tentang bagaimana filsafat pada dasarnya merupakan sebuah bidang ilmu yang sangat sistematis, masing-masing cabang filsafat disatukan oleh suatu sistem berpikir yang sangat logis dan sistematis.


Ditinjau dari tempat geografis dimana lahir dan berkembangnya filsafat dibedakan atas filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat lahir di Yunani pada Abad ke-6 dan ke-5 sebelum maehi (SM) berkembang di eropa, khususnya eropa barat (Jerman, Prancis, inggris belanda dan laiannya), Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sedangkan filsafat timur terutama di negara Asia (China, India, Jepang, Korea, Indonesia) dan timur tengah (Persia, Arab).

Filsafat Barat
Manusia lepas atau terpisah dari lingkungan (alam); bersifat rasio, mengembangkan ilmu pengetahuan.

Filsafat Timur
Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan (alam); bersifat intuisi, tercampur agama dan kepercayaan.

Filsafat Barat
Sebagian filsuf menolak, dan sebagai mengakui keberadaan tuhan; tuhan berpisah dan berbeda dari alam

Filsafat Timur 

Mayoritas filsuf mengakui dan membahas keberadaan tuhan (Dewa atau Dewa-dewa); Tuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari alam

Filsafat Barat 

Sebagian besar filsuf menilai realitas sebagai sesuatu yang obyektif dan mereka dapat menarik diri dari realitas yang dipikirkannya; Menjawab tantangan alam; Individu berhadapan dengan masyarakat; Utamakan hak individu secara kolektif; aktif/ konflik

Filsafat Timur 

Karena manusia merupakan bagian dari realitas maka realitas tidak dapat dipikirkan secara objektif; Manusia tidak dapat menarik diri darinya; Menyatu dengan alam; Individu merupakan bagian dari masyarakat; pasif/ tidak suka konflik.

Filsafat Barat
Kecuali pada abad pertengahan, agama terpisah dari filsafat

Filsafat Timur 

Filsafat dan agama tidak dapat terpisahkan

Filsafat Barat
Filsafat sebagai aktivitas intelektual

Filsafat Timur 

Pengalaman dan rasio penting, namun penghayatan hidup dan intuisi (pangalaman langsung tenpa media teori atau konsep-konsep teoritis lebih penting lagi)

Filsafat Barat
Sistematis, ct. ada pembedaan tegas antara metafisika, epistemology, dan aksiologis beserta cabang-cabangnya

Filsafat Timur 

Tidak memiliki sistematika seperti filsafat barat

Filsafat Barat
Berhubungan erat dengan ilmu pengetahuan

Filsafat Timur 

Menjadi landasan atau pegangan kehidupan sehari hari

Filsafat Barat
Terutama dilingkungan akademik (Perguruan Tinggi)

Filsafat Timur 

Lingkungan nonakademik (tempat-tempat ibadat)

Filsafat Barat
Idealism, materialism, empirisme, rasionalisme, pragmatism, eksistensialisme, dan sebagainya

Filsafat Timur 

Taoisme, Confusionisme (China), Shinto (Jepang), Budhisme, Hinduisme (India) dan sebagainya.

Ada beberapa alasan mengapa filsafat barat diketengahkan di tanah air Indonesia pertama filsafat barat erat hubungannya dengan ilmu pengetahuan. Ilmu-ilmu pengatahuan yang kita pelajari diperguruan tinggi berasal dari barat dan dari filsafat barat. Kedua dunia akademis dan sitem pendidikan di negara kita pada dasarnya merupakan warisan tradisi pendidikan dari filsafat barat. Ketiga landasan filsafati ilmu pengetahuan (metafisika, epistemology dan aksiologis) merupakan landasan-landasan filsafat barat dan dipelajari secara detil dalam filsafat barat.

Filsafat barat bermula di Yunani, beberapa hal penting pada masa ini diantaranya. Lahirnya Pre-Sokratisi yaitu filsafat alam mencari penjelasan daripada alam khususnya terjadinya segala-galanya dari prinsip pertama arche. Mashab Miletos; Thales (625 – 545); Anaximandros (610 – 546); Anaximenes (585 – 528)

Ia dianggap sebagai filsuf pertama di Yunani, seorang filsuf yang berusaha menemukan arkhe (asas atau prinsip) alam semesta. Menurutnya prinsip pertama alam semesta adalah air, semua berawal dan berakhir di air, tidak ada kehidupan tanpa air, tidak ada satu mahluk hidup yang tidak mengandung unsur
air, demikian juga kebutuhan tubuh manusia yang berupa air. Sebagaimana para ilmuan kedokteran terkini menyebutkan bahwa unsur terbanyak dalam tubuh manusia di atas 80% adalah air.

Ia adalah murid Thales sebagaimana yang dilakukan oleh gurunya iapun mencari arkhe namun baginya arkhe yang sejati bukan suatu anasir yang dapat diamati oleh pancaindera malinkan sesuatu yang tidak tampak menurutnya prinsip utama yang mendasari segala galanya bukanlah air melainkan to opeiron (yang tak terbatas) alasannya sesuatu fisik pasti berubah sedangkan yang berubah pasti bukan arkhe.

Menurutnya asal usul segala sesuatu adalah udara. Kenapa udara? Karena udara merupakan bahan dasar yang membentuk semua benda yang ada dalam alam semesta.
 

Jika kumpulan udara sangat banyak maka ia berubah bentuk menjadi awan atau sesuatu yang dapat dipandang mata, jika basah maka ia menjadi air hujan, dan
jika awan menjadi semakin padat, maka ia menjadi tanah atau batu atau bahkan badan manusia.

Filsuf ilmu pasti dan metafisika; Pythagoras (570 – 490 SM); Herakleitos (535 – 475); Parmenides (sekitar abad ke-5 SM); Zeno (490 – 430 SM).

Disamping mencari jawaban akan pertanyaan-pertanyaan tentang asal-usul alam semesta, para filsuf di atas justru memfokuskan diri untuk mengembangkan keilmuan pasti dan metafisika seperti

menyusun aktaf-oktaf (music) yang bisa dibaca berdasarkan bilangan (matemati); menurutnya nada-nada (dalam music) dikuasai oleh hokum-hukum matematis sehingga untuk menguasai nada-nada diperlukan kemampuan memahami angka-angka.

Membahas mengenai metafisika. Menurutnya segala sesuatu yang ada di alam semesta ini mengalir, berubah-ubah. Tidak ada sesuatupun yang tinggal mantap tanpa mengalami perubahan (phanta rhei kai uden menei).

tokoh yang membahas tentang ontology, ia menggunakan istilah-istilah yang biasanya ditemukan dalam ontology yakni “ada (being) dan “tidak ada” ( non-being). Kajian mengenai ontology dewasa ini seperti yang dilakukan Heidegger tidak akan bisa melepaskan pembicaraan akan ontology Permides.

Murid paling cerdas dari Permenides menurutnya gerak atau perubahan tidak mungkin. Ia mengajukan beberapa pemikiran penting tentang: argumentasi melawan gerak (perubahan); argumentasi melawan pluralitas; Argumentasi melawan ruang. Pemikirannya sangat penting dan berdasarkan pada pemikiran-pemikiran yang logis dan orisinal. Konon argumentasi yang diajukannya banyak mengilhami dan memengaruhi para filsuf ahli matematika, ahli fisika dan siswa sekolah di Yunani selama berabad abad.

Filsafat dalam mencari penjelasan daripada alam tersebut selanjutnya bergeser pada penyelidikan pada manusia, oleh karena filsafat alam tidak memberikan jawaban yang memuaskan hadirlah sikap dari kaum sofis (pedagang pengetahuan) yang dilanjutkan dengan pencarian sintesa antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia hingga berlanjut pada pergeseran etika dan perkembangan baru Neo-Platonisi, bersikap religious, kebatinan.

Dilain sisi jauh sebelum lahirnya filsafat yunani telah ada beberapa kondisi yang perlu untuk kita ketahui, suatu kondisi yang kelak berperan penting bagi pemunculan pemikiran filsafat yunani itu sendiri. Kondisi-kondisi tersebut sebagaimana yang dikemukakan Bertens (Abidin, Z, 2012: 82) diantaranya.


Mitologi, kesusasteraan, pengaruh ilmu pengetahuan dari bangsa timur (Mesir dan Babilonia), serta kehidupan sosial politik.

Jauh sebelum filsafat yunani itu ada masyarakat telah mengenai mite-mite yang berfungsi sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan mengenai teka-teki atau misteri alam semesta dan kehidupan yang dialami langsung oleh masyarakat yunani pada saat itu. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diantaranya mengenai asal-usul alam semesta, sebab-sebab bencana (seperti gempa bumi); sebab-sebab gerhana dan sebagainya. Contoh mitos yang sangat terkenal yaitu mengenai sebab-sebab terjadinya gempa bumi. Mengapa terjadi gempa bumi.? Pada saat itu masyarakat yunani menyakini bahwa dewa Poseidon yakni seorang dewa penjawa bumi dan laut sedang marah dan ingin memberikan hukuman pada penghuni bumi (manusia) dengan cara menggoyang-goyangkan bumi. Mite-mite seperti itu merupakan upaya masyarakat Yunani untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang misteri alam semesta.

Masyarakat Yunani telah lama mengenal kesenian khususnya kesusasteraan seperti pada tahuan 850SM terbit Puisi Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea sebuah karya seni yang hingga saat ini masih sangat terkenal. Sejumlah ahli dalam psikologi dewasa ini menyakini bahwa kesenian termasuk kesusasteraan yang dapat memperhalus emosi dan meningkatkan kecerdasan. Berangkat dari pandangan tersebut filsafat Yunani hanya bisa lahir dan berkembang dari masyarakat yang memiliki kehalusan perasaan dan ketajaman intelektual, kesusasteraan dapat memperhalus perasaan dan mempertajam kecerdasan manusia Yunani pada saat itu.

Selain di Yunani pada saat yang sama dibeberapa negara lainpun berkembang pemikiran-pemikiran intelektual. di Mesir misalnya, telah berkembang ilmu ukur berawal dari upaya pengukuran ketinggian air sungai Nil. Dengan mengetahui ketinggian air yang aman, mereka dapat melakukan perdagangan dan perjalanan.


Orang Yunani belajar ilmu seperti itu dari bangsa Timur, namun mereka belajar dan menggunakan ilmu itu bukan hanya untuk tujuan praktis melainkan juga teoritis, tidak untuk jangka pendek sebagaimana untuk berdagang atau melakukan perjalanan melainkan untuk ilmu itu sendiri. Mereka belajar dan mengembangkan ilmu untuk menemukan kebenaran.

Pemerintah Yunani Kuno sering disebut sebagai cikal bakal pemerintah demokratis. Ini dapat dipahami karena di negara ini diterapkan kehidupan sosial
politik yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut pertama setiap warga negara memiliki otonomi dalam bidang hokum dan memiliki kemerdekaan politik untuk mengemukakan pendapat. Kedua ada “negara-negara bagian” yang disebut polis. Kondisi polis saat itu sangat kondusif untuk perkembangan intelektual. disetiap polis terdapat agora (pasar), tempat dimana warga negara bukan hanya melakukan transaksi ekonomi (jual beli barang) melainkan juga tempat belajar dan memberi pengajaran (pendidikan). Dengan kondisi dan latar belakang seperti itu mereka berusaha berpikir sendiri untuk menemukan jawaban tentang asal usul alam dan kehidupan.

Ini adalah zaman dimana filsafat berfungsi sebagai alat untuk pembenaran atau justifikasi ajaran agama (the philosophy as a handmaiden of theology). Di dunia Barat Agama Katholik mulai tersebar dengan ajarannya tentang Tuhan, Manusia Dan Dunia serta Etikanya; untuk mempertahankan dan menyebarkannya maka mereka mempergunakan filsafat Yunani dan memperkembangkannya lebih lanjut khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia, kepribadian, kesusilaan dan sifat Tuhan.

Setelah tahun 1200 filsafat berkembang kembali berkat pengaruh Filsafat Arab yang diteruskan ke eropa melalui Spayol. Sejauh filsafat yang dianggap bertentangan dengan ajaran Agama, ditolak. Banyak buku-buku filsafat di zaman Yunani Kuno ditemukan kembali dizaman ini namun banyak yang diberenguskan karena dinilai pemikiran kaum kafir. Kebebasan berpikir dipangkas oleh karenanya zaman ini sering dinamakan Abad Kegelapan Filsafat (dark ages).

Perbedaan filsafat Barat dan Timur dalam bidang hukum

Filsafat modern berawal pada paruh kedua Abad ke-16 Masehi, setelah terlebih dahulu dimulai oleh gerakan Renaissance dan Humanisme di Eropa Barat (Pertengahan tahun 1300-an hingga 1600). Menurut gerakan ini manusia pada prinsipnya merupakan pusat dari alam semesta. Kritisnya penentangan tradisi, analisis psikologi dipentingkan, Bahasa Latin ditinggalkan sebagai Bahasa Ilmiah yang diganti Bahasa-bahasa modern. Watak-watak persoalan dan nasional lebih tampil ke muka, cara-cara kebebasan menjadi anarchi. Ilmu alam dan ilmu pasti berkembang pesat.

Doktin terkenal Phitagoras bahwa “alam semesta tertulis secara matematis”, menjadi asumsi yang berkembang pesat dilingkungan para ilmuwan dan filsuf (pada masa itu sulit membedakan antara ilmuwan dan filsuf) sampai abad ke-18 pun apa yang dinamakan ilmu pengetahuan sering disebut sebagai “filsafat alam.”

Dalam bidang filsafat muncul kecenderungan untuk menggali akar-akar pengetahuan (epistemology). Berkembangnya ilmu-ilmu alam (filsafat alam) mendorong para filsuf untuk mempertanyakan tentang apakah sebetulnya pengetahuan itu? Darimanakah sebenetulnya sumber pengetahuan itu? Apakah pengetahuan berasal dari pengalaman atau dari rasio manusia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut memunculkan aliran-aliran rasionalisme dan empirisme.

Perkembangnya ilmu-ilmu alampun mendorong para filsuf bertanya tentang hakikat manusia. Apakah manusia itu merupakan materi (alam fisik) atau berupa jiwa? Apakah proses kimiawi dan gerak mekanis yang terjadi pada alam juga terjadi dalam diri manusia? Atau manusia adalah pengecualian, sehingga tidak bisa dikenali proses kimiawi dan mekanis seperti itu? Pertanyaan-pertanyaan tersebut menimbulkan bermacam-macam jawaban.

Francis Bacon (1561 – 1626); Thomas Hobbes (1588 – 1679); Rene Descartes (1596 – 1650); Spinoza (1632 – 1677); John Locke (1632 – 1704); Leibniz (1646 –1716); Berkeley (1685 – 1753); Hume (1711 – 1776); Kant (1724 -1804); Fichte (1762 – 1814); Hegel (1770 – 1831); Bentham (1748 – 1832); Schopenhauer (1788 – 1860); Comte (1798 – 1857); John Stuart Mill (1806 – 1873); Kierkegaard (1813 – 1855); Marx (1818 – 1883); Engels (1820 – 1898); Nietzsche (1844 – 1900); James (1842 – 1910).

Filsafat kontemporer berawal pada abad ke-20 ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat kaya dan beragam. Mulai dari analisis Bahasa, kebudayaan (diantaranya postmodernisme); kritik sosial; metodologi (fenomenologi; heremeutika; strukturalisme); filsafat hidup (eksistensialisme); filsafat ilmu hingga pada filsafat tentang perempuan (feminism). (Abidin, Z, 2012: 123)

Tema-tema filsafat yang banyak diketengahkan oleh para filsuf dari periode ini antara lain; tentang manusia dan Bahasa manusia; ilmu pengetahuan; kesetaraan gender; kuasa dan struktur yang mengungkung hidup manusia; serta isu-isu actual yang berkaitan dengan budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu pengetahuan, dan hak asasi manusia. Profesionalisasi disiplin filsafatpun kian tampak dari munculnya jurnal-jurnal terkemuka dalam bidang filsafat.

Wilhelm Dilthey (1833 – 1911); Edmund Husserl (1859 – 1938); Henri Bergson (1859 – 1941); Ernst Cassirer (1874 – 1945); Bertrand Russell (1872 – 1970); Ludwig Wittgenstein (1889 – 1951); Thomas Kuhn (1922 – 1996); Martin Heidegger (1889 – 1976); Jean Paul Sartre (1905 – 1980); Karl Popper (1902 – 1994).Dan lain lain.

Sebagaimana peradaban Timur dan Barat memiliki sejarahnya tersendiri untuk bangkit dan berkembang akan tetapi suatu peradaban tidak mungkin ada dan berkembang tanpa bersentuhan dengan peredaban lain dan saling meminjam. Proses peminjaman tersebut hanya bisa terjadi jika masing-masing peradaban memiliki mekanismenya sendiri sendiri. Mekanisme-mekanisme tersebut sangat erat kaitannya dengan sesuatu yang disebut dengan kebudayaan, dan kebudayaan ini akan meruncing pada keberbedaan manakala mereka berpegang pada ilmu sebagai akar kebudayaan. Artinya sebuah kebudayaan dan peradaban akan lahir dan berkembang seiring dengan perkembangan konsep keilmuan di dalamnya. Hal ini karena factor keilmuan yang melahirkan aktivitas sosial, politik, ekonomi, dan aktivitas kultural lainnya, dengan kata lain kerja-kerja intelektual dan keilmuan anggota masyarakatlah yang melahirkan kebudayaan. Ini berimplikasi bahwa di atas konsep-konsep keilmuan terdapat sistem dan supersistem yang disebut dengan word view (pandangan hidup atau pandangan alam).

Abidin, Z. (2011) “ pengantar filsafat barat”. Jakarta. PT. RajaGrafindo persada.

Bahm Archie, J. (1953) philosophy an Introduction. John wiley and Sons inc., New York.

Beerling, R.F (1961) “filsafat dewasa ini” Jakarta. Balai Pustaka

Hamdi, M (2012) “pengantar filsafat ilmu”. Bandung. UPI SPs Press

Hamdi, M (2016) “ filsafat sebuah pengantar” Naskah buku dalam proses penerbitan.

Salam, B (2012) pengantar filsafat. Jakarta. PT. Bumi Aksara