Perilaku yang dapat kalian lakukan untuk mengatasi masalah di sekolah yang bersifat preventif adalah

Oleh: Hendro Widodo, M. Pd

Diterbitkan di Suara Merdeka, 2 Nopember 2013

Munculnya fenomena seperti perkelahian antarsiswa, baik yang terjadi di dalam satu sekolahan sendiri maupun melakukan penyerangan ke salah satu sekolahan merupakan indikasi terjadinya agresivitas di kalangan siswa. Selain itu, munculnya genk pelajar seakan menunjukkan agresivitas di kalangan siswa telah diorganisir dengan baik. Berbagai ilustrasi faktual memberikan gambaran senyatanya tentang perilaku agresif yang terjadi di rumah maupun di sekolah. Ketidakmampuan anak mengerjakan tugas guru di sekolah sebagai suatu gambaran agresivitas yang bersifat pasif. Perilaku agresif lainnya yang biasanya ditunjukkan anak-anak misalnya: menganggu teman, berperilaku kasar, merusak barang-barang hingga mengacaukan proses pembelajaran di kelas sehingga membuat guru menjadi frustasi. Selain itu banyak dijumpai siswa yang berperilaku agresif. Perilaku agresif siswa muncul baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Perilaku tersebut berupa perampasan barang milik teman, misalnya alat tulis; berkelahi; mendorong teman sampai jatuh; dan memukul. Hal tersebut memberikan dampak negatif baik bagi siswa sendiri maupun bagi orang lain, misalnya teman siswa. Perilaku tersebut tidak seharusnya didiamkan begitu saja, tetapi perlu mendapatkan perhatian khusus.

Agresivitas merupakan kecenderungan manusia untuk melakukan agresi. Agresi umumnya diartikan sebagai segala bentuk tingkah laku yang disengaja, yang bertujuan untuk mencelakakan individu atau benda-benda lain. Sebagaimana Dayakisni dan Hudaniah (2003:45) mengemukakan bahwa agresivitas adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Perilaku agresif dapat bersifat verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat. Sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung adalah perilaku memukul, mendorong, berkelahi, menendang, dan menampar. Perilaku menyerang, memukul, dan mencubit yang ditunjukkan oleh siswa atau individu bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif.

Timbulnya agresivitas di kalangan siswa ini memerlukan adanya perhatian dari berbagai pihak. Sekolah sebagai tempat pendidikan formal memiliki tanggung jawab dalam menangani agresivitas siswa. Di dalam sistem sekolah, semua pihak memiliki tanggung jawab dan memiliki peran yang urgen dalam mengatasi agresivitas siswa. Salah satu yang sangat urgen yang memiliki peran penting adalah guru pembimbing atau guru BK. Keberadaan dan peran serta guru pembimbing di sekolah sangat diperlukan. Salah satu fungsi bimbingan dan konseling adalah fungsi atau upaya pencegahan (preventif), yakni suatu upaya untuk melakukan intervensi mendahului kesadaran akan kebutuhan pemberian bantuan. Upaya-upaya pembentukan kelompok belajar, bimbingan kelompok, bimbingan individu dan kegiatan ekstrakurikuler, kesemuanya itu merupakan bagian dari rangkaian upaya preventif.

Upaya preventif yang dimaksudkan adalah kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan terarah, untuk menjaga agar agresivitas siswa tidak terjadi. Guru pembimbing dapat membuat program-progran preventif antara lain: 1) guru pembimbing dapat melakukan bimbingan individu maupun bimbingan kelompok dengan memberikan pembinaan mental spritual keagamaan, agar siswa memiliki kepribadian yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila, 2) bimbingan individu maupun kelompok perlu ditanamkan kepada siswa kejujuran, kasih sayang terhadap sesama manusia, dan diberi penjelasan jangan cepat berprasangka buruk yang dapat mengakibatkan timbulnya pertengkaran, 3) guru pembimbing dapat memberikan informasi dan penyuluhan kepada siswa tentang bahaya perilaku agresif, memahami tentang bahaya dan dampak negatif perilaku agresif, menganjurkan kepada siswa untuk menyelenggarakan diskusi tentang perilaku agresif dengan segala aspeknya, menganjurkan agar siswa aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di sekolah seperti pramuka, olahraga, privat, mengikuti lomba poster/leaflet, lomba pidato dan lain-lain, memberikan pengertian kepada siswa agar berani menolak ajakan teman andai disuruh melakukan perilakun  agresif, mengadakan pendekatan secara khusus kepada siswa yang berpotensi ingin melakukan perilaku agresif, termasuk kepada siswa yang berpenampilan sederhana maupun yang mapan, 4) guru pembimbing perlu membangun kerjasama dengan orang tua. Orang tua sebagai pendidik anak di rumah perlu mengajarkan pada anak untuk bersikap asertif, yaitu dengan melatih anak untuk mengembangkan kontrol diri dan melatih anak untuk dapat menyampaikan hal-hal yang ingin disampaikan anak kepada orang lain dengan menghindarkan sikap kekerasan, dan 5) guru pembimbing dapat mengadakan forum silaturrahmi siswa antar sekolah yang dikemas dalam kegiatan yang konstruktif dalam membangun kebersamaan dan kerjasama yang positif.

Uraian di atas menunjukkan keberadaan dan peran guru pembimbing di sekolah sangat urgen. Namun, mengatasi agresivitas siswa tidak sama dengan mengobati suatu penyakit. Setiap penyakit sudah ada obat-obat tertentu, akan tetapi agresivitas siswa belum mempunyai obat tertentu untuk penyembuhannya. Hal ini dikarenakan agresivitas itu adalah kompleks dan amat banyak ragamnya serta amat banyak jenis penyebabnya sehingga upaya mengatasi agresivitas siswa tidak hanya dapat dilakukan oleh guru pembimbing sekolah saja namun perlu juga perhatian oleh pihak lain/stakeholders pendidikan. Oleh karena itu menjadi ”PR” semua pihak untuk mengatasinya agar agresivitas siswa dapat teratasi dengan baik. Amiin.

Pengendalian Sosial – Dalam hidup saling berdampingan dengan orang lain di tengah lingkungan masyarakat dimana pentingnya serta dibutuhkannya pengendalian sosial masyarakat didalamnya. Jika tidak ada pengendalian sosial tersebut maka berbagai hal dapat terjadi seperti perampokan, tawuran, atau bahkan pembunuhan yang dapat merugikan lingkungan tersebut serta orang yang berada di dalamnya.

Namun, apa makna sebenarnya dari pengendalian sosial itu sendiri? Simak informasi berikut mengenai pengendalian sosial yang merupakan salah satu usaha guna mencegah terjadinya penyimpangan sosial baik secara individu maupun masyarakat bersama.

Pengertian dari Pengendalian Sosial

Pengertian dari pengendalian sosial berdasarkan situs Kemendikbud atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merupakan sebuah mekanisme yang digunakan untuk mengarahkan anggota masyarakat yang ada di dalam sebuah lingkungan untuk melaksanakan nilai serta norma sosial yang berlaku di dalamnya.

Menurut ahli sosiologi Peter L. Berger, definisi dari pengendalian sosial merupakan segala cara yang dilakukan oleh masyarakat guna menertibkan atau mengatur anggota yang ada di dalam lingkungan masyarakat tersebut ketika membangkang. Selain itu, Joseph S. Roucek juga mendefinisikan pengendalian sosial sebagai istilah kolektif yang memiliki acuan terhadap proses yang sudah direncanakan.

Dimana setiap individunya dibujuk, dianjurkan atau bahkan dipaksa untuk dapat menyesuaikan diri pada kebiasaan serta nilai hidup yang ada pada suatu kelompok masyarakat. Bruce J. Cohen yang merupakan ahli sosiologi dalam pengertiannya mengenai pengendalian sosial sebagai berbagai cara yang digunakan guna mendorong setiap individu yang ada di dalam sebuah lingkungan masyarakat untuk memiliki perilaku selaras dengan kehendak kelompok masyarakat tersebut.

Robert M.Z. Lawang mendefinisikan pengendalian sosial sebagai segala cara yang digunakan oleh suatu lingkungan masyarakat untuk mengembalikan atau membantu pelaku penyimpangan sosia untuk kembali ke jalan yang baik.

Pengendalian sosial menurut Karel J. Veeger merupakan sebuah kelanjutan dari sebuah proses sosialisasi yang dilakukan dan memiliki hubungan dengan berbagai cara serta metode yang digunakan untuk mendorong setiap individunya untuk memiliki pemikiran serta perilaku yang selaras dengan kelompok masyarakat maupun lingkungan masyarakat tempatnya berada.

Berdasarkan berbagai definisi yang diutarakan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan pengendalian sosial merupakan sebuah proses yang dimiliki atau digunakan oleh seseorang maupun sebuah kelompok dengan tujuan mempengaruhi, mengajak, atau bahkan memaksa anggota lain yang ada untuk menanamkan dalam dirinya nilai dan norma yang berlaku di lingkungan masyarakat tersebut tempat mereka berada.

Tujuan dari Pengendalian Sosial

Setelah memahami apa itu pengendalian sosial, terdapat beberapa tujuan mengapa adanya hal tersebut di sebuah lingkungan masyarakat.

  • Mengurangi perilaku penyimpangan sosial yang mungkin dilakukan oleh seseorang, dengan adanya penanaman nilai dan norma, seseorang akan mengerti untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri serta orang lain.
  • Menciptakan ketentraman serta keserasian dalam hidup berdampingan di lingkungan masyarakat, dengan adanya kesadaran dalam diri setiap individu masyarakat, resiko-resiko penyimpangan sosial akan diminimalisir dengan begitu akan menciptakan ketentraman di sebuah lingkungan.
  • Membuat pelaku mampu menyadari kesalahan yang diperbuatnya dan mau untuk memperbaiki dirinya sendiri serta tingkah lakunya terhadap orang lain.
  • Membuat pelaku penyimpangan sosial memiliki kesadaran untuk mematuhi nilai dan norma yang ada dan berlaku di lingkungan masyarakat tersebut.
  • Membuat masyarakat memahami serta menanamkan dalam dirinya mengenai nilai dan norma yang ada baik secara kesadaran diri sendiri maupun paksaan atau dorongan dari berbagai faktor.

Ciri Pengendalian Sosial

Pengendalian sosial yang ada di sebuah lingkungan masyarakat sendiri memiliki berbagai ciri yang dapat kita temui, sebagai berikut.

  • Ciri yang pertama dari pengendalian sosial adalah memiliki sebuah cara maupun teknik yang digunakan guna mengendalikan masyarakat yang ada di dalam lingkungan tersebut.
  • Ciri yang kedua dari pengendalian sosial adalah memiliki tujuan untuk mencapai keseimbangan antara stabilitas dengan perubahan yang sedang terjadi di dalam lingkungan masyarakat tersebut.
  • Ciri yang ketiga dari pengendalian sosial adalah biasanya dilakukan oleh sebuah kelompok orang terhadap individu yang bersangkutan maupun kelompok lain di dalam sebuah lingkungan masyarakat.
  • Ciri yang keempat dari pengendalian sosial adalah memiliki sistem yang berlangsung dua arah dan seringkali tidak disadari oleh masing-masing pihak yang bersangkutan.

Jenis Pengendalian Sosial

Berdasarkan waktu pelaksanaannya, jenis pengendalian sosial dapat dibagi menjadi dua yaitu, pengendalian sosial preventif dan pengendalian sosial representatif yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Pengendalian sosial preventif

Jenis pengendalian sosial berdasarkan waktu pelaksanaannya yang pertama adalah pengendalian sosial preventif yang merupakan sebuah pengendalian yang terjadi pada lingkungan masyarakat sebelum adanya atau terjadinya sebuah perilaku yang menyimpang.

Pengendalian sosial preventif ini biasanya dilakukan oleh seseorang melalui sosialisasi mengenai norma-norma yang ada, pendidikan masyarakat sekitar, penyuluhan masyarakat, serta memberikan nasihat serta konsekuensi agar tidak terjadinya penyimpangan sosial.

2. Pengendalian sosial represif

Jenis pengendalian sosial berdasarkan waktu pelaksanaannya yang kedua adalah pengendalian sosial represif yang merupakan sebuah pengendalian yang terjadi pada sebuah lingkungan masyarakat setelah adanya terjadi perilaku menyimpang di masyarakat.

Pengendalian sosial represif ini sendiri biasanya berbentuk sebuah upaya yang dilakukan melalui memberikan konsekuensi bagi yang melanggar, hukuman yang sepadan, nasehat serta penyuluhan agar tidak mengulanginya lagi dan sadar bahwa hal tersebut merupakan kesalahan. Berdasarkan petugas pelaksananya, jenis pengendalian sosial juga dapat dibagi menjadi dua yaitu, pengendalian formal serta pengendalian informal.

3. Pengendalian formal

Jenis pengendalian sosial berdasarkan petugas pelaksananya yang pertama adalah pengendalian formal yang biasanya dilakukan oleh berbagai lembaga resmi yang mencanangkan peraturan serta nilai dan norma secara resmi di dalam sebuah lingkungan yang ada.

Pada umumnya, peraturan maupun nilai dan norma yang ada di lingkungan pengendalian formal dibuat secara tertulis dan sudah ada standar yang berlaku di dalamnya. Pengendalian formal sendiri dapat kita lihat di beberapa lingkungan seperti pada lingkungan perusahaan, perkumpulan serikat pekerja, maupun lembaga peradilan yang ada.

4. Pengendalian informal

Jenis pengendalian sosial berdasarkan petugas pelaksananya yang kedua adalah pengendalian informal yang biasanya dibuat dalam sebuah kelompok masyarakat yang memiliki sifat tidak resmi serta peraturan ataupun nilai dan norma yang ada tidak tertulis.

Pengendalian informal pada umumnya dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti kita berkumpul dengan keluarga ataupun bersama teman. Pengendalian informal ini juga pada umumnya tidak direncanakan dan terjadi secara spontan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul dengan teman dan memainkan sebuah permainan.

Ketika ada yang melakukan kecurangan, maka orang tersebut akan diejek. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk pengendalian informal. Berdasarkan sifatnya, jenis pengendalian sosial juga dapat dibagi menjadi dua yaitu, pengendalian sosial kuratif dan pengendalian sosial partisipatif.

Berlangganan Gramedia Digital

Baca SEMUA koleksi buku, novel terbaru, majalah dan koran yang ada di Gramedia Digital SEPUASNYA. Konten dapat diakses melalui 2 perangkat yang berbeda.

Rp. 89.000 / Bulan

5. Pengendalian sosial kuratif

Jenis pengendalian sosial berdasarkan sifatnya yang pertama adalah pengendalian sosial kuratif yang merupakan bentuk pengendalian sosial yang dilakukan melalui berbagai pembinaan serta penyembuhan kepada pelaku penyimpangan sosial untuk mengubah nilai dan norma yang ada pada dirinya. Pengendalian sosial kuratif dapat kita lihat melalui rehabilitasi yang diberikan kepada para pengguna obat terlarang atau narkoba serta minuman keras beralkohol.

6. Pengendalian sosial partisipatif

Jenis pengendalian sosial berdasarkan sifatnya yang kedua adalah pengendalian sosial partisipatif yang merupakan bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan mengajak atau mengikutsertakan pelaku penyimpangan sosial yang sudah merubah dirinya untuk membantu memperbaiki nilai dan norma pelaku penyimpangan sosial yang lain.

Pengendalian sosial partisipatif dapat kita lihat melalui bagaimana seorang mantan pengguna obat terlarang atau narkoba yang dijadikan sebagai duta anti narkoba untuk mengajak masyarakat lainnya yang masih melakukan hal tersebut untuk memiliki keinginan untuk berubah dan menjadi lebih baik lagi.

Fungsi Pengendalian Sosial

Berikut ini beberapa fungsi dari adanya pengendalian sosial di tengah lingkungan masyarakat. Simak informasi berikut.

Fungsi yang pertama dari pengendalian sosial adalah untuk menguatkan keyakinan masyarakat yang ada mengenai nilai dan norma sosial. Dengan adanya penanaman serta penguatan keyakinan ini dapat secara langsung berpengaruh terhadap keberlangsungan tatanan masyarakat yang ada. Cara yang dapat dilakukan untuk menguatkan keyakinan ini adalah melalui berbagai lembaga seperti sekolah, keluarga, maupun melalui sugesti lingkungan sosial.

Fungsi yang kedua dari pengendalian sosial adalah memberikan imbalan terhadap setiap pihak yang mampu menaati nilai dan norma sosial yang berlaku pada lingkungan masyarakat. Yang dimaksud dengan imbalan disini adalah memberikan pujian, penghormatan, serta memberikan hadiah terhadap anggota masyarakat tersebut. Pemberian imbalan tersebut memiliki tujuan agar setiap orangnya tetap menjalankan nilai dan norma yang ada serta memberikan contoh kepada anggota lain untuk menjadi lebih baik lagi.

Fungsi yang ketiga dari pengendalian sosial adalah mengembangkan rasa malu di dalam diri. Hal yang dimaksud adalah ketika seseorang pelaku penyimpangan sosial sadar akan kesalahannya, dia akan malu untuk mengakui kesalahannya dan harga dirinya menjadi turun. Selain itu, konsekuensi yang didapat oleh pelaku penyimpangan sosial seperti celaan maupun komentar negatif yang datang dari masyarakat akan membuatnya merasa malu dan jera. Dengan begitu, orang tersebut akan memiliki rasa malu sehingga di kemudian hari tidak melakukan penyimpangan sosial lagi.

Fungsi yang keempat dari pengendalian sosial adalah mengembangkan rasa takut di dalam diri. Ketika seseorang memiliki rasa takut untuk melakukan sebuah perbuatan atau hal yang dapat menimbulkan resiko mendapatkan konsekuensi, secara tidak langsung maka akan membuatnya tersadar untuk menghindari hal-hal tersebut. Dengan adanya rasa takut itu, dia akan berusaha melakukan hal baik dan menghindari hal-hal yang beresiko untuk merugikan dirinya sendiri serta orang lain.

Fungsi yang kelima dari pengendalian sosial adalah menciptakan sebuah sistem hukum di sebuah lingkungan masyarakat. Agar suatu tujuan atau kesepakatan bersama tercapai di dalam sebuah lingkungan, maka perlunya nilai serta norma yang berlaku untuk mengatur setiap anggota masyarakat di dalamnya. Dengan adanya sistem hukum ini, yang berisikan aturan serta konsekuensi yang dapat diterima oleh setiap perilaku penyimpangan sosial dengan begitu masyarakat akan sadar untuk tidak melakukan hal tersebut jika tidak ingin mendapatkan ganjaran atas perbuatannya.

Bentuk Pengendalian Sosial

Dalam kehidupan masyarakat, terdapat berbagai macam bentuk dari pengendalian sosial yang dapat dilakukan atau dilihat. Berikut beberapa bentuk dari pengendalian sosial.

1. Gosip

Bentuk pengendalian sosial yang pertama adalah gosip atau yang sering disebut juga dengan desas desus merupakan sebuah perilaku bertukar informasi yang dilakukan oleh seseorang tanpa adanya bukti konkrit yang jelas mengenai sebuah peristiwa ataupun perilaku negatif.

2. Teguran

Bentuk pengendalian sosial yang kedua adalah teguran yang pada umumnya dilakukan oleh seseorang maupun sebuah kelompok terhadap pelaku penyimpangan sosial yang dapat mengganggu keharmonisan lingkungan masyarakat tersebut. Dengan melakukan hal ini, seseorang memberikan kritik secara langsung serta terbuka sehingga pelaku penyimpangan sosial tersebut dapat langsung sadar akan kesalahan yang diperbuatnya.

3. Sanksi

Bentuk pengendalian sosial yang ketiga adalah sanksi atau hukuman yang diberikan kepada orang yang melakukan perilaku penyimpangan sosial. Seperti pada contohnya dalam kehidupan sehari-hari adalah, ketika kita sekolah dan seseorang ditegur karena menyontek saat ujian maka nilai yang diberikan langsung nol. Dengan begitu dia menjadi memiliki kesadaran untuk takut dan tidak melakukan hal tersebut lagi. Bentuk sanksi ini sendiri juga memiliki dua manfaat yaitu, membantu seseorang agar sadar akan perilaku penyimpangan sosial yang telah dirinya lakukan, dan menjadi sebuah peringatan atau pengingat bagi anggota masyarakat lain untuk tidak melakukan kesalahan yang sama.

4. Pendidikan

Bentuk pengendalian sosial yang keempat adalah pendidikan, dimana semakin tinggi pendidikan yang seseorang miliki, maka pemahaman mengenai nilai dan norma yang ada akan lebih baik, serta dapat mempraktekkannya dalam situasi nyata dan membantu membawa perubahan terhadap lingkungan masyarakat.

5. Agama

Bentuk pengendalian sosial yang kelima adalah agama, dimana di dalam agama diajarkan untuk setiap orangnya menjaga hubungan baik antara satu sama lain, hubungan dengan makhluk lain, dan juga hubungan dirinya dengan yang berkuasa. Di dalam ajaran agama, juga terdapat berbagai larangan serta perintah untuk menjauhi hal-hal negatif yang dapat menjadi penyimpangan sosial, karena kelak akan mendapatkan sanksi.

Cara Pengendalian Sosial

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian sosial di sebuah lingkungan masyarakat.

Cara pertama yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah menggunakan cara persuasif. Dimana dengan menggunakan cara ini, tidak adanya kekerasan terhadap pelaku penyimpangan sosial namun cara yang digunakan adalah menasehati, memberikan himbauan serat membimbing agar tidak melakukan perilaku penyimpangan di kemudian hari. Cara persuasif biasanya dilakukan di dalam lingkungan masyarakat melalui bentuk lisan atau simbolik yang berbentuk spanduk, poster, maupun iklan layanan masyarakat yang disebarkan ke anggota masyarakat.

2. Pengendalian Sosial Koersif

Cara kedua yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah menggunakan cara koersif. Dimana dengan menggunakan cara ini, terjadinya sebuah paksaan maupun kekerasan kepada pelaku penyimpangan sosial baik dalam bentuk fisik maupun psikis. Hal ini seringkali dilakukan oleh pihak yang berwenang ketika sudah tidak memiliki cara lain untuk menyadarkan pelaku tersebut.

Namun, dengan menggunakan cara ini seringkali menimbulkan konsekuensi seperti reaksi negatif dari pihak lain. Salah satu contohnya yang dapat kita lihat adalah, pengusiran dan penertiban pedagang kaki lima atau PKL yang berjualan di jalan raya dimana seringkali membuat jalanan menjadi sempit dan menimbulkan kemacetan. Oleh sebab itu, seringkali polisi yang berpatroli memperingati mereka untuk berpindah, namun tetap tidak dipedulikan hingga akhirnya menggunakan cara koersif ini.

3. Sosialisi

Cara ketiga yang digunakan untuk melakukan pengendalian sosial adalah menggunakan cara sosialisasi. Dimana dengan menggunakan cara ini, anggota masyarakat diajarkan untuk menciptakan sebuah kebiasaan serta menanamkan dalam diri mengenai nilai dan norma yang berlaku pada sebuah lingkungan masyarakat. Cara ini dilakukan melalui sosialisasi terhadap masyarakat sekitar, dengan melakukan pengenalan mengenai norma dan nilai yang ada serta pengaplikasiannya kepada sikap dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.

4. Penekanan Sosial

Cara keempat yang digunakan melakukan pengendalian sosial adalah melalui penekanan sosial. Dimana dengan menggunakan cara ini, diharapkan mampu mengendalikan tingkah laku setiap anggota lingkungan yang ada di dalamnya. Dengan melakukan ini diharapkan sebuah lingkungan masyarakat, dapat menanamkan dalam diri nilai serta norma yang ada pada setiap individunya agar dapat hidup berdampingan dengan baik.

5. Pengendalian sosial Preventif

yaitu pencegahan sebelum terjadi penyimpangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai masyarakat. Contoh, orang tua yang melarang anaknya bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi. Hal ini bertujuan supaya anaknya tidak menjadi tukang judi nantinya.

6. Pengendalian sosial Represif

yaitu upaya pemulihan keadaan sesudah terjadi penyimpangan nilai dan norma masyarakat. Contoh, seseorang yang ingkar janji diadukan ke pengadilan, sehingga hakim menjatuhkan hukuman dengan membayar hutang dan denda.

Layanan Perpustakaan Digital B2B Dari Gramedia

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah.

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA