Perkembangan Islam di Papua juga ditemukan dengan adanya bukti penemuan

Full PDF PackageDownload Full PDF Package

This Paper

A short summary of this paper

27 Full PDFs related to this paper

Download

PDF Pack

Fakfak -

Islam merupakan agama yang berkembang pesat di Papua Barat. Begini sejarah perkembangan Islam di Papua Barat yang dimulai sejak abad ke-16.

Pada abad 15, Kesultanan Tidore di Maluku Utara mulai mengenal Islam. Sultan Ciliaci adalah raja pertama yang memeluk Islam. Sejak itulah, sedikit demi sedikit Islam mulai berkembang di daerah kekuasaan Kesultanan Tidore termasuk Fakfak, Papua Barat.

Menurut Onim (2006) dalam buku Islam dan Kristen di Tanah Papua, proses Islamisasi di wilayah Fakfak dilakukan melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan dan politik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jalur perdagangan dilakukan ketika para pedagang datang kemudian mereka menetap di pemukiman masyarakat di sekitar daerah pesisir pantai, selain berdagang mereka juga memperkenalkan agama Islam dengan mengajarkan penduduk untuk melakukan shalat.

Para pedagang umumnya menempuh cara perkawinan agar lebih gampang atau mudah memperoleh kemungkinan dan jalan masuk untuk mendapatkan hasil pala dari masyarakat Fakfak. Para pedagang datang ke wilayah ini kemudian mereka kawin dengan kaum wanita di tempat tersebut dengan demikian ia dijadikan pemimpin dalam agama Islam.

Pendidikan nonformal dilakukan melalui pusat-pusat pengajian yang berlokasi di masjid-masjid maupun di rumah-rumah para mubaliqh.

Yang dimaksud dengan penyebaran dakwah melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan.

Pada abad ke-16 pemimpin-pemimpin Semenanjung Onin mengunjungi Kerajaan Bacan, yang dari kunjungan itu terbentuklah kerajaan-kerajaan. Di antara kerajaan-kerajaan itu adalah Atiati, Rumbati dan Patipi.

Catatan pelaut Spanyol Luis Vaez de Torres menyebutkan pada 1606 sudah banyak orang Islam di Fakfak. Kapal-kapal Makassar dan Bugis, Seram, dan Gorom membeli biji pala, kulit kayu massoi, teripang dan burung cenderawasih di Semenanjung Onin terutama di Rumbati, Patipi, dan Ati Ati.

Para pedagang Bugis, Makassar, Seram, dan Gorom ini berperan sebagai agen-agen perdagangan, menukar tekstil, manik-manik, dan barang-barang logam dengan produk-produk lokal.

Sir Thomas Walker Arnold (1896) dalam buku The Preaching of Islam menyebutkan agama Islam pertama kali dibawa masuk ke Semenanjung Onin pada 1606 oleh para pedagang muslim yang berdagang sambil berdakwah di kalangan penduduk setempat.

Sementara itu, dalam naskah Sejarah Masuknya Islam di Fakfak yang disusun Tim Ahli Pemerintah Daerah Fakfak pada 2006, mencatat Islam masuk di Fakfak pada 8 Agustus 1360.

Tanggal itu bertepatan dengan kehadiran Abdul Ghaffar seorang ulama Aceh di Fatagar Lama. Abdul Ghaffar berdakwah selama 14 tahun, antara 1360 hingga 1374 di Rumbati dan sekitarnya. Dia meninggal dan disemayamkan di Kompleks Masjid Rumbati.

---
Artikel ini dibuat oleh Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua dan diubah seperlunya oleh redaksi.

Simak Video "Ikan Dugong, Sapi Laut yang Bisa Mencapai Usia Puluhan Tahun, Fakfak"


[Gambas:Video 20detik]
(wsw/wsw)

Banyak petunjuk baik dokumentasi maupun lisan yang membuktikan bahwa Islam bukan agama baru di Papua. Menurut catatan Rosmaida Sinaga dalam buku Masa Kuasa Belanda di Papua 1898-1962, pada abad ke-16, sultan-sultan Maluku telah menanamkan pengaruh di wilayah barat Pulau Nieuw Gueina, yaitu di Kepulauan Raja Ampat yang meliputi Pulau Waigeo, Salawati, Misool, dan Waigama.

Raja Waigama dan Raja Misool di bawah kekuasaan Sultan Bacan, sedangkan Pulau Waiego dan Pulau Salawati menjadi rebutan Sultan Ternate dan Tidore. Persaingan antara kedua kesultanan itu berdampak pada perluasan kedua kesultanan tersebut.

"Sultan Ternate melebarkan kekuasaannya ke Sulawesi dan pulau-pulau di sebelah barat Halmahera, sedangkan Tidore melebarkan kekuasaannya hingga ke Seran Timur, Nieuw Guiena bagian barat dan semua pulau di antara Nieuw Guiena dan Halmahera," jelas Rosmaida.

Menurut catatan, ada sembilan kerajaan Islam di Papua, Kerajaan Waigeo, Kerajaan Misool, Kerajaan Salawati, Kerajaan Sailolof, Kerjaan Fatagar, Kerajaan Rumbati, Kerajaan Kowiai, Kerajaan Aiduma, Kerajaan Kaimana. Menurut sejarawan, kesembilan kerajaan ini tidak lepas dari tiga kerajaan, Islam di Maluku, yaitu Ternate, Tidore, dan Bacan yang kesemuanya merupakan kerajaan yang berpengaruh di nusantara.

Namun, hingga kini belum ada satu kesepakatan di antara para sejarawan tentang kapan dan bagaimana pastinya Islam masuk ke tanah Papua. Secara umum, sejarawan sepakat bahwa Islam lebih dahulu datang ke tanah Papua daripada agama Kristen.

Kepulauan Raja Ampat merupakan mata rantai penting dalam pelayaran-niaga antara Kesultanan Tidore dan Papua. Sumber daya utama daerah ini adalah sagu yang didatangkan ke Tidore bila penduduk kurang sagu. Produk-produk penting secara ekonomi dari daerah ini adalah teripang dan penyu.

Banyaknya permintaan atas teripang dan penyu menyebabkan kepulauan ini sering dikunjungi oleh pedagang dari Seram Timur, Tidore dan Ternate. Para pedagang tersebut melakukan barter dengan penduduk lokal kepulauan Raja Ampat. Barang dagangan yang dipertukarkan adalah gelang besi putih, aneka piring dan guci dari porselen dan kain Timor yang ditukar dengan teripang, penyu dan sagu.

"Karena pedagang tersebut menetap lama, selama tinggal di daerah tersebut kadang kala ada juga di antara mereka yang menikah dengan penduduk lokal. Percampuran tersebut juga menyebabkan banyak dari penduduk lokal yang menganut agama Islam," ungkap Rosmaida.

Peninggalan Jejak Islam di Tanah Papua

Letak Papua yang strategis menjadikan wilayah ini pada masa lampau menjadi perhatian dunia Barat maupun para pedagang lokal Nusantara sendiri. Daerah ini kaya akan barang galian atau tambang yang tak ternilai harganya dan kekayaan rempah-rempah, sehingga daerah ini menjadi incaran para pedagang.

Menurut catatan Ambary Hasan, sejarah masuknya Islam di Sorong, dan Fakfak terjadi melalui dua jalur. Salah satu bukti autentik keberadaan Islam di tanah Papua yang masih terpelihara rapi adalah Masjid Patimburak. Masyarakat setempat mengenal masjid ini sebagai Masjid Tua Patimburak.

Perkembangan Islam di Papua juga ditemukan dengan adanya bukti penemuan

Perkembangan Islam di Papua juga ditemukan dengan adanya bukti penemuan

Masjid Patimburak di Fakfak Papua | Foto: Indonesia-Tourism.com

Selain bukti-bukti masjid seperti, Masjid Patimburak, Masjid Tunasgain di Pulau Tunasgain, Masjid Tubirseram di Pulau Tubirseram. Selain bukti masjid-masjid tersebut, di Desa Darembang kampung lama juga terdapat peninggalan arkeologis berupa tiang-tiang kayu yang dicat.

Melihat ukiran dan bentuknya, tiang ini diyakini sebagai sokoguru sebuah masjid yang sudah keropos. Terdapat juga bukti lain berupa naskah kuno. Di kota Fakfak, masih tersimpan lima buah manuskrip berumur 800 tahun berbentuk kitab dengan berbagai ukuran yang diamanahkan kepada Raja Patipi XVI. Manuskrip ini berupa mushaf Al-Qur'an yang berukuran 50 cm x 40 cm.

Di daerah monokrawi terdapat bukti-bukti peninggalan penyebaran Islam, di antaranya selain manuskrip yang berbahasa Tidore dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Selain itu masu ada teks khotbah berhuruf Arab berbahasa Melayu, bertarikh 28 Rajab tahun 1319 M

Selain bukti fisik, dapat pula diketahui pola corak Islami atau kehidupan sosio-kultural di beberapa wilayah tanah Papua. Seperti pesta perkawinan, kelahiran, sunatan, pembangunan rumah baru dan memasuki rumah baru. Semuanya diawali dengan membaca kitab berzanzi. Hal ini berarti bahwa agama Islam telah amat lama berkembang dan hidup di tengah-tengah masyarakat setempat.*

Islam di Papua adalah agama minoritas yang dipeluk oleh 14.57% penduduk dari total 4.310.000 penduduk Papua menurut Kemendagri (2021)[1] Mayoritas umat Islam tersebut adalah dari non suku asli Papua (439.337 jiwa, atau 15.51%), sedangkan sisanya adalah dari suku asli Papua (10.759 jiwa, atau 0.38%).[2]

Dari sumber-sumber Barat diperoleh catatan bahwa pada abad ke XVI sejumlah daerah di Papua bagian barat, yakni wilayah-wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku. Berdasarkan cerita populer dari masyarakat Islam Sorong dan Fakfak, agama Islam masuk di Papua sekitar abad ke 15 yang dilalui oleh pedagang–pedagang muslim. Perdagangan antara lain dilakukan oleh para pedagang–pedagang suku Bugis melalui Banda (Maluku Tengah) dan oleh para pedagang Arab dari Ambon yang melalui Seram Timur.

Selain melalui jalur perdagangan, di daerah Merauke Islam dikenal melalui perantara orang-orang buangan yang beragama Islam, yang berasal dari Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Jawa. Terdapat istilah yang populer di Merauke, yaitu "Jamer" (dari kata Jawa-Merauke), untuk menyebut orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-orang yang dipindahkan pada zaman penjajahan Belanda ataupun keturunan penduduk program transmigrasi pada masa setelah kemerdekaan Indonesia.

Mengenai kedatangan Islam di Nusantara, terdapat diskusi dan perdebatan yang panjang di antara para ahli mengenai tiga masalah pokok yaitu mengenai tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.

Tanah Papua secara geografis terletak pada daerah pinggiran Islam di Nusantara, sehingga Islam di Papua luput dari kajian para sejarahwan lokal maupun asing, kedatangan Islam di tanah Papua juga masih terjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun para keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fak-Fak, Kaimana dan teluk Bintuni-Manokwari, di antara mereka saling mengklaim bahwa Islam lebih awal datang kedaerahnya yang hanya di buktikan dengan tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.

Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya memperoleh warna baru. Islam mengisi suatu aspek budaya mereka, karena sasaran pertama Islam hanya tertuju kepada soal keimanan dan kebenaran tauhid saja. Oleh karena itu, pada masa dahulu, perkembangan Islam sangatlah lamban selain disebabkan pada saat itu tidak ada generasi penerus untuk terus mengeksiskan Islam di pulau Papua, dan mereka pun tidak memiliki wadah yang bisa menampungnya. Selain itu para raja di Maluku, Fak-fak, dan Kaimana masih membatasi peredaran agama Islam karena jangkauan saat itu masih susah dicapai.[3]

Namun perkembangan Islam di Papua mulai berjalan marak dan dinamis sejak berintegrasi dengan Indonesia. Pada saat ini, mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau individu-individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari luar Papua yang telah mendorong proses penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula organisasi keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.

Berikut merupakan sebaran umat Islam per kota/kabupaten di Provinsi Papua.

Kota/kabupaten Muslim[4] %
Merauke 91.209 46.60%
Jayawijaya 10.590 5.40%
Jayapura 29.188 26.07%
Nabire 50.700 39.03%
Kepulauan Yapen 12.160 14.66%
Biak Numfor 20.377 16.07%
Paniai 2.553 1.66%
Puncak Jaya 1.052 1.04%
Mimika 59.368 32.62%
Boven Digoel 11.073 19.85%
Mappi 6.220 7.62%
Asmat 4.051 5.29%
Yahukimo 1.599 0.97%
Pegunungan Bintang 761 1.16%
Tolikara 475 0.42%
Sarmi 7.507 22.77%
Keerom 22.326 46.00%
Waropen 3.363 13.65%
Supiori 201 1.27%
Mamberamo Raya 480 2.61%
Lanny Jaya 127 0.09%
Mamberamo Tengah 68 0.17%
Yalimo 64 0.13%
Nduga
Puncak 293 0.31%
Dogiyai 642 0.76%
Intan Jaya 61 0.15%
Deiyai 455 0.73%
Kota Jayapura 113.133 44.07%
Total 450.096 15.89%

  1. ^ "Mayoritas Penduduk Papua Beragama Kristen | Databoks". databoks.katadata.co.id. Diakses tanggal 2021-12-30. 
  2. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama BpsPapuaIslam
  3. ^ Kaimana dan Fakfak, Pusat Penyebaran Islam di Papua, Papua Untuk Semua | www.papua.us Diakses 15 Juni 2015.
  4. ^ [1]

  • Monografi daerah Irian Jaya. Proyek Media Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
  • Santoso, S Budhi, dkk. Masyarakat terasing Amungme di Irian Jaya. CV Eka Putra. 1995.
  • Wanggai, Toni Victor M. Rekonstruksi Sejarah Umat Islam di Tanah Papua. Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI. 2009.
  • http://www.academia.edu/1919376/ISLAM_DAN_PLURALITAS_MASYARAKAT_DUNIA_Glokalisasi_dan_Potret_Dusun_Melayu_Modern_Nanga_Jajang_di_Hulu_Sungai_Kapuas1
  • (Indonesia) All About Islam Di Indonesia
  • (Indonesia) Berita Resmi Papua Barat
  • (Indonesia) Masjid Saksi Bisu Islam Di Papua

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Islam_di_Papua&oldid=19625244"