Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura disebabkan oleh berbagai hal berikut adalah



KONTAN.CO.ID -  Ada banyak nama pahlawan nasional yang berjasa kepada bangsa Indonesia, salah satunya adalah Pattimura. Beliau adalah pahlawan yang berjuang melawan penjajahan Belanda di tanah Maluku.  Maluku merupakan salah satu daerah yang pernah dijajah oleh Belanda karena hasil rempah-rempahnya yang berkualitas dan melimpah. Selama diduduki oleh Belanda, rakyat Maluku mengalami banyak penindasan.  Melansir laman Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, Kapitan Pattimura atau Pattimura lahir pada 8 Juni 1783 di Haria, Saparua, Maluku Tengah.  Beliau lahir di keluarga Matulessy, dengan nama asli Thomas Matulessy. Ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Silahoi. Sebelum maju dalam peperangan melawan Vereenigde Oost Indische Compagnie atau VOC, Pattimura pernah berkarir di militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.  Nama beliau semakin dikenal karena memimpin perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda di perang Pattimura. Baca Juga: Kisah Perang Jawa yang dipimpin Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda Belanda melalui VOC menjajah bumi Nusantara selama bertahun-tahun dengan mengambil keuntungan dan menindas rakyat.  Praktik penindasan kolonialisme Belanda beragam mulai dari kerja paksa, monopoli perdagangan, pelayaran hongi, dan praktik lainnya. Penindasan yang dilakukan Belanda mengakibatkan kerugian di semua sisi kehidupan rakyat, tidak hanya dari segi sosial ekonomi, tetapi juga politis, sosial, hingga psikologis. Akibatnya rakyat melakukan perlawanan terhadap sikap Belanda yang semena-mena tersebut. Sejak abad ke 17 hingga 18, banyak perlawanan bersenjata dari rakyat karena praktik penindasan Belanda.  Di Maluku, praktik penindasan Belanda berlangsung selama 200 tahun. Selama waktu tersebut rakyat memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia.  Meskipun bisa dikategorikan sebagai produsen rempah yang utama, namun nyatanya rakyat Maluku tidak mendapatkan keuntungan apapun dari sisi ekonomi.  Sebaliknya, rakyat justru semakin menderita akibat kebijakan Belanda seperti pajak yang berat yaitu penyerahan wajib (Verplichte leverantien) dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-pedagang Indonesia lain.

Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura disebabkan oleh berbagai hal berikut adalah

Jakarta -

Perlawanan rakyat Maluku pada penjajahan tercatat sebagai salah satu perlawanan terhebat di negeri ini. Kawasan ini selalu menjadi incaran negara asing karena kekayaan rempah-rempah. Dua negara pernah mencoba menguasai kawasan ini, Portugis lalu kemudian Belanda.

Selain Maluku, perlawanan juga terjadi di beberapa daerah, seperti Jawa, Sumatera Barat, dan Aceh. Bentuk perlawanan tersebut dilakukan untuk mengusir penjajah dari Nusantara. Berikut ringkasan perjuangan perlawanan rakyat Maluku pada VOC Belanda yang dikutip dari berbagai sumber:

1. Latar Belakang

Latar belakang perlawanan rakyat Maluku mengusir bangsa Belanda karena adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat rakyat sengsara. Belanda melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi terutama rempah- rempah kepada VOC.

Kompeni juga melangsungkan sistem pelayaran Hongi (hongitochten). Dengan cara itu, para birokrat Kompeni dapat menginspeksi satu per satu pulau-pulau di Maluku yang bertujuan menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah. Kompeni juga punya hak ekstirpasi, yaitu hak memusnahkan pohon pala dan cengkeh jika harganya turun.

2. Perlawanan

Perlawanan rakyat Maluku muncul pada tahun 1635 di bawah pimpinan Kakiali, Kapitan Hitu. Saat Kakiali tewas terbunuh, perjuangannya dilanjutkan Kapitan Tulukabessy. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Sampai akhir abad ke-18 tak terdengar lagi perlawanan pada VOC.

Baru kemudian muncul nama Sultan Jamaluddin, dan Sultan Nuku dari Tidore. Namun VOC dengan cepat bisa memadamkan perlawanan itu. Lalu pada 1817 muncul tokoh dari di Pulau Saparua bernama Pattimura. Dalam aksi Pattimura itu, Benteng Duurstede berhasil dihancurkan oleh rakyat Maluku. Bahkan, Residen Belanda Van den Bergh terbunuh dalam peristiwa tersebut.

Tak sampai di situ, Belanda terus membawa pasukan dari Ambon hingga Jawa demi mengalahkan rakyat Maluku. Peristiwa ini menjalar ke kota lainnya di Maluku, seperti Ambon, Seram, dan pulau lainnya agar rakyat Maluku mundur.

Rakyat Maluku pun mundur karena kekurangan pasokan makanan. Demi menyelamatkan rakyat dari kelaparan, Thomas Mattulessia atau Patimurra menyerahkan diri dan dihukum mati.

3. Tokoh Perlawanan Rakyat Maluku

Ada dua tokoh yang terlibat dalam perlawanan tersebut, yakni Patimurra sebagai pemimpin perlawanan pertama dan pejuang perempuan Khristina Martha Tiahahu.

Khristina Martha Tiahahu diketahui menggantikan kepemimpinan Pattimura yang menyerahkan diri demi rakyat. Sayang, perjuangannya harus berhenti ketika ia dibawa ke pengasingan di Jawa dan meninggal dunia.

Kolonial pun semakin menerapkan kebijakan yang berat terhadap rakyat Maluku, terutama rakyat Saparua setelah perlawanan rakyat Maluku. Monopoli rempah-rempah kembali diberlakukan.

(pay/pal)

Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura disebabkan oleh berbagai hal berikut adalah

Perlawanan rakyat Maluku yang dipimpin oleh Pattimura disebabkan oleh berbagai hal berikut adalah
Lihat Foto

tribunnewswiki.com

Kapitan Pattimura

KOMPAS.com - Setelah Belanda menerima penyerahan dari Inggris pada 1816, kesejahteraan rakyat Maluku langsung menurun.

Rakyat pun mulai melakukan perlawanan, yang meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti di Ambon, Seram, dan Hitu, dengan pusat perlawanan berada di Saparua.

Oleh karena itu, disebut sebagai Perang Saparua, yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura.

Perang Saparua termasuk salah satu pergolakan terbesar yang pernah dihadapi Belanda selama menjajah Indonesia.

Lantas, mengapa terjadi Perang Saparua di Ambon?

Penyebab Perang Saparua

Perang Saparua dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai berikut.

  • Semakin diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan, Pelayaran Hongi, dan kerja paksa, sehingga rakyat semakin menderita.
  • Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan guru untuk menghemat anggaran.
  • Rakyat dipaksa menyediakan garam, ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal perang Belanda yang berlabuh di Ambon.
  • Adanya paksaan bagi para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku.
  • Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas yang semakin mempersulit kehidupan rakyat.
  • Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van den Berg.

Baca juga: Biografi Kapitan Pattimura, Pahlawan dari Maluku

Tokoh Perang Saparua

Akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda, rakyat Maluku semakin terdorong untuk melancarkan perlawanan.

Para tokoh dan pemuda Maluku kemudian mengadakan serangkaian pertemuan rahasia. Misalnya pertemuan di Pulau Haruku dan di Pulau Saparua pada 14 Mei 1817.

Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk melawan dan Pattimura dipercaya sebagai pemimpin perlawanan.

Selain itu, terdapat tokoh-tokoh lain yang berjasa besar dalam Perang Saparua, yaitu Anthonie Rhebok, Thomas Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaha, dan Christina Martha Tiahahu.

Perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Setekah itu, para pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede di Pulau Saparua.

Dalam pertempuran yang terjadi pada 15 Mei 1817 itu, Residen Van den Berg, yang memimpin pasukan Belanda, tewas dan Benteng Duurstede berhasil direbut pejuang Maluku.

Belanda kemudian mendatangkan 300 pasukan dari Ambon yang dipimpin oleh Mayor Beetjes.

Akan tetapi, bantuan itu kembali dilumpuhkan oleh para pejuang yang dipimpin oleh Pattimura. Bahkan Mayor Beetjes tewas dalam pertempuran.

Kemenangan ini semakin meningkatkan semangat para pejuang dan perlawanan semakin meluas di Maluku.

Di Saparua, perang terus berlanjut hingga Agustus 1817 dan Belanda terus mendatangkan bantuan. Salah satunya bantuan sekitar 1.500 pasukan dari Ternate dan Tidore.

Dengan adanya bantuan itu, Pattimura mulai terkepung sehingga harus mengganti strategi. Benteng Duurstede kembali ke tangan Belanda.

Strategi perang yang digunakan oleh Pattimura dan Christina Martha Tiahahu di Maluku adalah strategi perang gerilya.

Akhir Perang Saparua

Setelah berbulan-bulan terlibat pertempuran, Belanda berusaha menyelesaikan menyelesaikan perang dalam waktu dekat.

Bahkan Belanda akan memberikan hadiah sebesar 1.000 gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.

Akibat pengkhianatan yang dilakukan seorang warga, Belanda mengetahui persembunyian Pattimura dan berhasil menangkapnya beserta para pejuang lainnya pada November 1817.

Pattimura akhirnya dijatuhi hukuman mati pada Desember 1817 di Benteng Victoria, Ambon. Peristiwa ini menandai berakhirnya Perang Saparua.

Referensi:

  • Darmawan, Joko. (2017). Sejarah Nasional: Ketika Nusantara Berbicara. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.