Pernyataan diatas yang merupakan pelanggaran ham yang dilakukan di dalam rumah tangga adalah

Jakarta - Komnas HAM membentuk tim investigasi atas penganiyaan yang menyebabkan korban meninggal dan luka dalam penolakan penambangan pasir ilegal di Selok Awar-Awar, Kabupaten Lumajang, Jatim. Dalam peristiwa tersebut, terdapat sejumlah bukti yang cukup untuk menduga adanya pelanggaran HAM."Dalam peristiwa tersebut, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin di dalam berbagai peraturan perundang-undangan HAM," ujar Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (7/10/2015).Berikut bentuk-bentuk perbuatan (type of acts) pelanggaran HAM yang terjadi dalam peristiwa tersebut: 1. Hak untuk hidupSesuai dengan data yang ada, terdapat korban yang meninggal dunia atas nama Salim Kancil akibat mengalami tindak kekerasan yang berujung pada kehilangan hak untuk hidup. Berdasarkan hal tersebut, maka telah terjadi pelanggaran terhadap hak untuk hidup yang merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non derogable rights) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, Pasal 4 dan 9 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Pasal 6 ayat (1) Kovenan Internasional Hak-hak Sipik dan Politik yang telah diratifikasi melalui UU 12 Tahun 2005.2. Hak untuk tidak mendapat perlakuan yang kejamTidak ada manusia yang diizinkan untuk merendahkan martabat. Pada peristiwa tersebut korban baik Salim Kancil maupun Tosan mengalami tindak kekerasan antara lain, dipukul dengan benda tajam, batu dan sebagainya serta distrum di hadapan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin Pasal 33 ayat (1) UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 7 UU 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, Pasal 16 ayat (1) UU 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam Tidak Manusia atau Merendahkan Martabat Manusia.3. Hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenangPada saat peristiwa, korban Salim Kancil dilakukan penangkapan oleh sejumlah orang yang tidak mempunyai kewenangan dan kapasitas untuk melakukan penangkapan. Sehingga terjadi tindakan penangkapan secara sewenang-wenang. Hal tersebut telah mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM, khususnya hak untuk tidak ditangkap secara sewenang-wenang sebagaimana dijamin dalam Pasal 34 dan 9 ayat (1) UU 39 Tahun 1999.4. Hak atas rasa amanPeristiwa ini telah menyebabkan rasa ketakutan dan kekhawatiran yang dialami oleh keluarga korban serta masyarakat sekitar juga, terutama bagi pembela HAM. Berdasar hal tersebut maka telah terjadi pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana dijamin Pasal 28G ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 30 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM.5. Hak anakDalam peristiwa kekerasan tersebut, pelaku melakukan tindakan kekerasan di depan anak Salim yang masih berusia 15 tahun. Selain itu, dalam peristiwa kekerasan bertempat di Kantor Pemerintah Desa Selok Awar-Awar dilakukan di depan sekolah PAUD. Berdasarkan hal tersebut, maka telah terjadi pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dlm Pasal 28 B ayat (2) UUD45 jo Pasal 52 ayat (1) jo Pasal 63 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, jo Pasal 4 jo Pasal 15 huruf c dan d, jo Pasal 16 ayat (1) UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 19 ayat (1) jo Pasal 37 huruf a Keppres 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Kovenan Perlindungan Hak Anak.

Penyelidikan Komnas HAM di Lumajang dilakukan pada Senin (5/10) lalu. Komnas HAM melakukan serangkaian pertemuan dengan keluarga korban, Bupati Lumajang beserta unsur Muspida yaitu DPRD, Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua PN, BPN, Perhutani dan Sekda. Tidak lupa juga meminta keterangan para saksi dan olah TKP. (aws/dhn)

Jakarta -

Setiap manusia memiliki hak asasi (HAM) yang harus dihormati dan ditegakkan oleh segenap komponen, baik oleh masyarakat, pejabat, dan aparat penegak hukum tanpa memandang ras, suku, etnik, dan agama. Namun, sayangnya masih banyak contoh kasus pelanggaran HAM ringan dan berat yang terjadi di dunia, termasuk di Indonesia, lho.

Apa, sih itu pelanggaran HAM? Dikutip dari Modul Pembelajaran SMA PPKn yang disusun oleh Rizanur, M.Pd., dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara yang melawan hukum, mengurangi, menghalangi, membatasi, dan mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang telah dijamin oleh undang-undang.

Para pelanggar HAM dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Bentuk Pelanggaran HAM

Berdasarkan sifatnya, pelanggaran HAM dapat dibedakan menjadi dua, yaitu

1. Pelanggaran HAM berat, yakni pelanggaran HAM yang berbahaya dan mengancam nyawa manusia, seperti pembunuhan, penganiayaan, perampokan, perbudakan, penyanderaan, dan lain sebagainya.

2. Pelanggaran HAM ringan, yakni pelanggaran HAM yang tidak mengancam jiwa manusia, tetapi berbahaya jika tidak segera diatasi/ditanggulangi. Misalnya, kelalaian dalam pemberian layanan kesehatan, pencemaran lingkungan yang disengaja, dan sebagainya.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM Ringan

Berikut ini adalah contoh kasus pelanggaran HAM ringan yang terjadi di Indonesia.

1. Kelalaian Puskesmas memberikan vitamin kedaluwarsa kepada ibu hamil.

Dilansir dari detik.com, pada 23 Agustus lalu, seorang ibu hamil berinisial N diduga diberi
vitamin kedaluwarsa oleh salah satu pihak Puskesmas di Jakarta. N diberi tiga jenis obat yang sama dan salah satu vitaminnya diduga telah melewati tanggal kedaluwarsa, yaitu April 2019. Setelah mengonsumsi vitamin tersebut, N mengalami mual-mual, muntah, hingga perutnya kesakitan.

2. Pemberian vaksin kosong ke warga di Pluit, Jakarta Utara.

Berdasarkan laporan detik.com, perawat berinisial EO ditetapkan sebagai tersangka karena telah menyuntikkan vaksin kosong kepada sejumlah warga di Pluit. Kejadian ini sempat viral di masyarakat pada 10 Agustus lalu. Kelalaiannya ini dinyatakan telah melanggar UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah dan Penyakit Menular.

3. Kasus perundungan atau bullying di sekolah

Bullying di sekolah juga merupakan contoh pelanggaran HAM ringan. Beberapa tahun lalu seorang siswa di SMA negeri di Jakarta mengaku dihardik, dipukul dan dicengkeram oleh tiga seniornya hingga lebam-lebam hanya gara-gara tidak memakai kaos dalam (kaos singlet). Aturan memakai singlet itu diterapkan oleh seniornya, bukan oleh sekolah. Korban telah berusaha memberikan penjelasan soal tidak pakai singlet itu. Namun ketiga seniornya tetap tidak mau mendengar dan terus memarahinya.

Nah, itu dia beberapa contoh kasus pelanggaran HAM ringan yang terjadi di Indonesia. Pelanggaran HAM penting untuk diketahui agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama dan tetap menghormati hak asasi orang lain.

Simak Video "AS Soroti Pelanggaran HAM PeduliLindungi, Mahfud Md Sindir Balik"


[Gambas:Video 20detik]
(pal/pal)

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Contoh Pelanggaran HAM di Keluarga menjadi salah satu kasus pelanggaran HAM yang kian marak terjadi terutama dalam masyarakat kita. Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.

Pernyataan diatas yang merupakan pelanggaran ham yang dilakukan di dalam rumah tangga adalah

HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain.Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri.

Terlebih lagi kepada keluarga yang pastinya memiliki kekerabatan yang dekat. Pelanggaran HAM atau Hak Asasi Manusia adalah satu bentuk pelanggaran yang sangat tidak etis apabila kita melakukannya,karena ini terkait dengan pelanggaran akan hak hidup seseorang,untuk hidup layak, selayak-layaknya.

Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab semua manusia termasuk juga para anggota keluarga.

Namun pada kenyataanya justru kasus pelanggaran HAM terhadap anggota keluarga semakin banyak dan sering terjadi, sebagimana 6 Contoh Pelanggaran HAM di Keluarga yang Marak terjadi di Indonesia  berikut ini.

  1. Pengksplotasian Anak Untuk Bekerja

Eksploitasi Anak adalah tindakan sewenang-wenang dan perlakuan yang bersifat diskriminatif terhadap anak yang dilakukan oleh masyarakat ataupun keluarganya sendiri dengan tujuan memaksa si anak tersebut untuk melakukan sesuatu tanpa memperhatikan hak anak seperti perkembangan fisik dan mentalnya dikemudian hari. Eksploitasi anak dibawah umur berarti mengeksploitasi anak untuk melakukan tindakan yang menguntungkan pada segi ekonomi, sosial ataupun politik tanpa memandang umum anak yang statusnya masih hidup di masa kanak-kanaknya alias kurang dari 17 tahun.

Eksploitasi Terhadap Anak yang dijadikan sebagai sumber berpenghasilan oleh para orang tua yang menginginkan keuntungan dari perbuatan yang sangat keji terhadap anak tersebut kini semakin marak terjadi. Ini merupakan contoh kasus pelanggaran HAM di lingkungan keluarga. Entah apa yang m,elatarbelakangi masalah tersebut, namun masalah sosial yang entah itu menjadi sebuah alasan sang ayah agar terlepas dari tanggungan seorang anak yang tidak berdosa, sampai-sampai ia harus menjadikan anaknya sebagai korban dari masalah sosial yang memang harus dihadapi keluarganya.

  1. Seorang Anak yang Dilarang Untuk Menuntut Ilmu

Menuntut ilmu merupkana kewajiban seorang anak yang sudah jelas diamanatkan oleh negara, sebagaimana program wajib belajar 9 Tahun yang sudah sejak lama digaungkan. Namun, pada kenyataanya banyak orang tua yang mengabaikan hal ini dengan memilih memutuskan anaknya untuk berhenti bersekolah dan lebih baik membantu mereka di ladang atau saawah. Padahal saat ini pendidikan menjadi hal yang amat penting terutama dalam rangka menghadapi era globalisasi dan persaingan kerja yang semakin ketat. Larangan menuntut ilmu ini menjadi salah satu bentuk pelanggarn HAM dilingkungan keluarga yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak.

Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT). Perbuatan yang merupakan lingkup tindakan KDRT adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembatu rumah tangga yang tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Tidak semua tindakan KDRT dapat ditangani secara tuntas karena korban sering menutup-nutupi dengan alasan ikatan struktur budaya, agama, dan belum dipahaminya sistem hukum yang berlaku. Padahal perlindungan oleh negara dan masyarakat bertujuan untuk memberi rasa aman terhadap korban serta menindak pelakunya.

  1. Anggota Keluarga yang Membunuh Anggota Keluarga Lainnya

Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa seseorang dengan cara yang melanggar hukum, maupun yang tidak melawan hukum. Pembunuhan biasanyadilatarbelakangi oleh bermacam-macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri, dan sebagainya.Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau senjata tajam. Pembunuhan dapat juga dapat dilakukan dengan menggunakan bahan peledak, seperti bom.

  1. Pemerkosaan Anak oleh Sang Ayah

Pemerkosaan adalah penetrasi alat kelamin wanita oleh penis dengan paksaan, baik oleh satu maupun oleh beberapa orang pria atau dengan ancaman. Pekosaan yang dilakukan dengan kekerasan dan sepenuhnya tidak dikehendaki secara sadar oleh korban jarang terjadi Perkosaan adalah bentuk hubungan seksual yang dilangsungkan bukan berdasarkan kehendak bersama. Karena bukan berdasarkan kehendak bersama, hubungan seksual didahului oleh ancaman dan kekerasan fisik atau dilakukan terhadap korban yang tidak berdaya, di bawa humur, atau yang mengalami keterbelakangan mental.

  1. Tidak Ada Kebebasan dalam Beragama di Lingkungan Keluarga

Kebebasan beragama adalah prinsip yang mendukung kebebasan individu atau masyarakat, untuk menerapkan agama atau kepercayaan dalam ruang pribadi atau umum. Kebebasan beragama termasuk kebebasan untuk mengubah agama dan tidak menurut setiap agama. Dalam negara yang mengamalkan kebebasan beragama, agama-agama lain bebas dilakukan dan ia tidak menghukum atau menindas pengikut kepercayaan lain yang lain dari agama resmi.

Pasal 18 dalam Kovenan Internasional PBB tentang Hak-Hak Sipil dan Politik menyatakan kebijakan yang menafikan kebebasan seseorang untuk mengamalkan agamanya adalah satu kezaliman spiritual. Kebebasan beragama merupakan satu konsep hukum yang terkait, tetapi tidak serupa dengan, toleransi agama, pemisahan antara agama dan negara, atau negara sekuler (laïcité).

Penulis          : Rexi

Editor            : Tahang

Publisher      : Tahang