Risiko bagi Wajib pajak yang melakukan pencabutan Keberatan

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 15 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Page 19 is not shown in this preview.

Risiko bagi Wajib pajak yang melakukan pencabutan Keberatan

Dengan adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP), seringkali Wajib Pajak merasa berat karena harus membayar Kurang Bayar yang tertuang dalam SKP atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga yang mungkin menurut Wajib Pajak nominal tersebut tidak sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, DJP memberikan kewenangan untuk Wajib Pajak mengajukan keberatan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 stdtd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.03/2015, Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Keberatan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung, atau melalui pos/ekspedisi dengan bukti pengiriman surat, dan bisa juga melalui e-filing.

Namun, untuk pengajuan keberatan ini juga memiliki persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan
  3. satu keberatan diajukan hanya untuk 1 surat ketetapan pajak, 1 pemotongan pajak, atau untuk 1 pemungutan pajak
  4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum Surat Keberatan disampaikan
  5. Surat Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirim atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak
  6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
  7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP

Ketika syarat tersebut telah dilaksanakan dengan baik dan Wajib Pajak telah mengirimkan Surat Keberatannya, maka DJP harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima oleh DJP.

Perlu diingat, ketika hendak mengajukan keberatan, Wajib Pajak harus membayar pajak yang tertuang di dalam SKP terlebih dahulu. Sehingga ketika Keberatan diterima, maka nominal yang sebelumnya telah dibayarkan akan dikembalikan ke Wajib Pajak beserta dengan bunga sebesar 2% per bulan terhitung sejak tanggal pembayaran SKP sebelum mengajukan Surat Keberatan. Namun, jika Keberatan yang diajukan ditolak atau hanya dikabulkan sebagian, Wajib Pajak akan dikenai denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan KeputusanKeberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP.

Ketika telah mengajukan Surat Keberatan, Wajib Pajak dimungkinkan juga dapat mencabut pengajuan Keberatan yang telah disampaikan kepada DJP sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh Wajib Pajak. Penyampaian Permohonan Pencabutan dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mencantumkan alasan pencabutan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dilampiri surat kuasa khusus apabila surat permohonan tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak. Wajib Pajak menyampaikan PencabutanPermohonan Keberatan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada DJP dan Kepala Kantor Wilayah DJP yang merupakan atasan Kepala KPP. Jangka waktu penyelesaiannya paling lama 5 hari kerja sejak tanggal diterimanya surat Permohonan Pencabutan Keberatan.

Apabila Wajib Pajak melakukan Pencabutan Permohonan Keberatan, maka Wajib Pajak tidak akan dikenakan sanksi administrasi sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar.

Demikian penjelasan mengenai proses Keberatan dan Pencabutan Permohonan Keberatan. Dengan penjelasan tersebut semoga Wajib Pajak yang hendak mengajukan Keberatan akan lebih mengerti bagaimana prosesnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak.

Pemahaman ketentuan perpajakan yang berbeda antara fiskus dan Wajib Pajak sering menimbulkan ketidakseragaman pelaksanaan teknis perpajakan antara keduanya. Selain karena ketentuan perpajakan yang cepat berubah, ada kalanya ketentuan perpajakan masih mengandung grey area yang membuka peluang terjadinya dispute.

Dalam menjalankan salah satu fungsinya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan pengawasan untuk mengimbangi kepercayaan penuh yang telah diberikan kepada Wajib Pajak atas pelaksanaan sistem self-assessment. Pengawasan dilaksanakan sebagai bentuk penilaian atas kepatuhan dan upaya menghindari aktivitas tindak pidana perpajakan.

Apabila DJP mendapatkan informasi, data, maupun bukti yang menunjukkan bahwa jumlah pajak terutang menurut Wajib Pajak tidak benar, DJP berwenang untuk menetapkan jumlah pajak terutang. Secara teknis, DJP akan melakukan pemeriksaan khusus terhadap Wajib Pajak dengan dasar adanya indikasi ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, baik berdasarkan data konkret maupun hasil analisis risiko.

Besarnya pajak terutang berdasarkan perhitungan DJP yang disimpulkan selama proses pemeriksaan dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak. Namun, Wajib Pajak diharapkan tidak menggantungkan pajak yang harus dibayar pada terbitnya Surat Ketetapan Pajak.

Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa rugi, besarnya jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak yang ditetapkan tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada DJP. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 25 UU KUP yang selanjutnya tata caranya diatur secara rinci dalam PMK Nomor 9/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 202/PMK.03/2015.

TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan terhadap isi atau materi dari surat ketetapan pajak, baik SKPKB, SKPKBT, SKPLB, maupun SKPN, dan keberatan atas pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak kepada DJP melalui KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan.

Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.

1. Administrasi

Keberatan diajukan melalui penyampaian Surat Keberatan dengan format sebagaimana diatur dalam Lampiran 1 PMK Nomor 9/PMK.03/2013 stdd PMK Nomor 202/PMK.03/2015. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pengajuan keberatan diantara sebagai berikut:

  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
    Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis untuk melengkapi atau memperjelas surat keberatan yang telah disampaikan, sepanjang DJP belum menyampaikan SPUH.
  3. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) SKP, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
  4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
  5. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
    a. surat ketetapan pajak dikirim; atau
    b. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga,
    kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (bencana alam, kebakaran, huru-hara, diterbitkannya surat keputusan pembetulan secara jabatan yang mengakibatkan jumlah pajak yang masih dibayar dalam SKP berubah, dan keadaan lain yang ditetapkan Dirjen Pajak);
  6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak dengan dilampiri dengan surat kuasa khusus; dan
  7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP, yaitu: permohonan pengurangan sanksi, pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar, pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar, dan pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau SKP dari hasil pemeriksaan tanpa menyampaikan SPHP atau PAHP.

    Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan poin 1, 2, 3, 4, dan 6 memiliki kesempatan untuk memperbaiki Surat Keberatan dan menyampaikannya kembali sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan terlampaui.

Apabila persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka Surat Keberatan tidak dipertimbangkan dan Surat Keputusan Keberatan tidak akan diterbitkan. Dengan demikian, pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi akan menjadi utang pajak sejak saat SKP tersebut diterbitkan. Besarnya pajak terutang atau lebih bayar pajak (apabila terdapat lebih bayar) sesuai SKP.

2. Tempat Pengajuan 

Surat Keberatan yang telah memenuhi persyaratan kemudian disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat PKP dikukuhkan. Penyampaian dapat dilakukan secara langsung, melalui pos dengan Bukti Pengiriman Surat (BPS), melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan BPS atau e-Filing dengan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE). Wajib Pajak harus memperhatikan tanggal yang tercantum dalam BPE/BPS karena merupakan tanggal Surat Keberatan diterima oleh KPP.

Pencabutan Pengajuan Keberatan

Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada DJP sebelum tanggal diterima SPUH oleh Wajib Pajak. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyertakan alasan pencabutan dan ditandatangani oleh Wajib Pajak (apabila tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak maka harus melampirkan surat kuasa khusus).

Namun, terdapat beberapa konsekuensi yang timbul akibat pencabutan pengajuan keberatan tersebut. Pertama, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan SKP yang tidak benar. Kedua, timbul utang pajak atas pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi.

3. Data dan Informasi yang Harus Disiapkan

Dalam prosesnya, DJP memiliki kewenangan untuk meminjam dokumen hingga meninjau tempat Wajib Pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak yang mengajukan keberatan diharapkan dapat menyiapkan buku, catatan, data, informasi, dan keterangan dalam bentuk hardcopy maupun softcopy terkait materi yang disengketakan. 

Peminjaman dokumen disampaikan melalui surat permintaan peminjaman dokumen, sedangkan permintaan keterangan disampaikan melalui surat permintaan keterangan. Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman tidak lebih dari 15 hari kerja setelah tanggal surat permintaan peminjaman dan/atau surat permintaan keterangan dikirim. Apabila sampai dengan 15 hari kerja berakhir Wajib Pajak tidak meminjamkan sebagian atau seluruh permintaan, DJP akan menyampaikan surat permintaan kedua dengan jangka waktu pemenuhan paling lama 10 hari kerja setelah tanggal surat peminjaman dan/atau permintaan yang kedua dikirim. Lebih lanjut, DJP masih berwenang untuk meminjam dokumen atau meminta keterangan tambahan kepada Wajib Pajak dengan jangka waktu pemenuhan sebagaimana ditetapkan pada surat permintaan.

Tidak terbatas pada permintaan dokumen dan keterangan, DJP juga memiliki kewenangan berikut sehubungan dengan proses penyelesaian keberatan:

  • meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib;
  • meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan;
  • melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan;
  • melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan.

4. Surat Pemberitahuan Untuk Hadir (SPUH)

Tahapan terakhir sebelum penerbitan Surat Keputusan Keberatan adalah undangan kehadiran dari DJP untuk Wajib Pajak melalui penyampaian SPUH. Selain menerima SPUH, Wajib Pajak juga akan menerima pemberitahuan daftar hasil penelitian keberatan dan formulir surat tanggapan hasil penelitian keberatan yang dilampirkan dalam SPUH. Apabila Wajib Pajak tidak hadir, maka dibuat berita acara ketidakhadiran dan proses keberatan tetap diselesaikan tanpa menunggu kehadiran Wajib Pajak.

5. Pemberian Surat Keputusan Keberatan oleh DJP  

Maksimal 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan diterima sampai surat diterbitkan, DJP harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan dengan mengeluarkan Surat Keputusan Keberatan. Keputusan tersebut dapat berupa mengabulkan seluruhnya, mengabulkan sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Jangka waktu 12 bulan tersebut dapat tertangguh apabila Wajib Pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan atas surat dari DJP yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan. Di sisi lain, keberatan akan dianggap dikabulkan apabila jangka waktu telah terlampaui dan DJP belum memberi keputusan atas keberatan (Surat Keputusan Keberatan akan diterbitkan paling lama 1 bulan sejak 12 bulan tersebut berakhir).

6. Imbalan Bunga dan Risiko Sanksi Bunga

Atas keberatan yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak akan menerima imbalan bunga paling banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atas SPT LB yang telah diterbitkan SKPKB/SKPKBT/SKPLB/SKPN. Besarnya tarif bunga yang diperoleh ditetapkan oleh Menkeu dan dihitung berdasarkan tarif suku bunga acuan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan imbalan bunga. Imbalan tersebut diberikan paling lama 24 bulan (bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan).

Namun, apabila Surat Keputusan Keberatan menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, Wajib Pajak akan menerima sanksi Administrasi berupa bunga yang dihitung berdasarkan tarif suku bunga acuan dibagi 12 yang berlaku pada tanggal dimulainya transaksi. Sanksi yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya STP. Sanksi tersebut diberikan paling lama 24 bulan (bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan) dan dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai tanggal pembayaran atau tanggal diterbitkannya STP.

PENGAJUAN KEBERATAN MELALUI E-OBJECTION

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tak ayal mempengaruhi perubahan tata cara dan pelaksanaan administrasi perpajakan yang kini kian mengarah menuju electronic base. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi serta memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak dalam penyampaian surat keberatan, DJP telah menyediakan aplikasi penyampaian Surat Keberatan secara elektronik atau e-objection sebagai alternatif saluran (channel) dalam penyampaian Surat Keberatan. 

Namun, aplikasi e-objection saat ini masih memiliki fitur yang terbatas. E-objection belum dapat dipergunakan dalam pelaksanaan beberapa pengajuan keberatan berikut:

  1. Keberatan atas surat ketetapan pajak PBB
  2. Keberatan atas pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
  3. Keberatan yang diajukan oleh kuasa Wajib Pajak, dan 
  4. Keberatan yang diajukan oleh melewati jangka waktu karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur).

Proses pengajuan keberatan melalui e-objection dilakukan dengan terlebih dahulu login pada situs web pajak (djponline.pajak.go.id). Menu e-objection terdapat pada bagian layanan. Apabila fitur tersebut belum ada, Wajib Pajak terlebih dahulu mengaktivasi fitur layanan dengan cara memilih aplikasi e-objection pada menu yang tersedia di dalam tab profil.

Prosedur Input Surat Keberatan
Prosedur input surat keberatan melalui fitur e-objection adalah sebagai berikut:  

1. Proses input Surat Keberatan diawali dengan mengisi nomor SKP yang akan diajukan keberatan;

2. SKP yang dapat diajukan adalah SKP selain surat ketetapan pajak PBB;

3. Sistem akan melakukan validasi dan akan memberikan notifikasi dalam hal terdapat beberapa indikasi berikut:

  • adanya kesalahan dalam pengisian nomor SKP;
  • SKP tidak terdapat dalam sistem;
  • terlewatinya jangka waktu pengajuan keberatan;
  • jumlah pajak yang masih harus dibayar yang disetujui pada pembahasan akhir hasil pemeriksaan belum dilunasi;
  • SKP yang sama diajukan permohonan Pasal 36 UU KUP; atau
  • SKP yang sama sedang diajukan keberatan;

4. Dalam hal Wajib Pajak tidak mendapatkan notifikasi, sistem akan melanjutkan proses dan menyajikan informasi data SKP yang diajukan keberatan dan identitas Wajib Pajak;

5. Wajib Pajak dapat melakukan perubahan atas SKP yang diajukan keberatan dengan cara mengklik menu “Batal” dan kembali ke menu pengisian nomor SKP;

6. Dalam hal informasi yang disajikan telah sesuai, Wajib Pajak dapat melanjutkan proses dengan mengisi nomor dan tanggal Surat Keberatan sesuai administrasi persuratan Wajib Pajak, dan mengisi jumlah pajak menurut perhitungan Wajib Pajak;

7. Wajib Pajak kemudian mengisi alasan keberatan dengan cara mengisi pada kolom yang tersedia atau dengan mengunggah dokumen alasan keberatan dalam bentuk satu file pdf dengan ukuran maksimal 5 MB, atau menulis pada kolom yang tersedia maksimal 4.000 karakter;

8. Dalam hal Wajib Pajak ingin mengubah cara pengisian alasan keberatan, Wajib Pajak dapat mengklik menu “Kembali” dan diarahkan ke pilihan cara pengisian alasan keberatan;

9. Wajib Pajak kemudian mengisi data pembayaran atas SKP yang diajukan keberatan, dengan cara mengisi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan/atau nomor Pemindahbukuan (Pbk);

10. Dalam hal tidak terdapat jumlah pajak yang masih harus dibayar yang disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau keberatan diajukan atas SKPN/SKPLB, Wajib Pajak dapat mengeklik menu “lanjutkan” untuk beralih ke proses selanjutnya;

11. Setelah proses input Surat Keberatan selesai, Wajib Pajak dapat melanjutkan dengan menandatangani Surat Keberatan secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang masih berlaku yang dilakukan dengan cara Wajib Pajak mengisi passphrase dan mengunggah file sertifikat elektronik dengan ekstensi file .p12 dan kemudian mengklik menu “Submit” untuk mengirimkan Surat Keberatan;

12. Proses selanjutnya, sistem akan menerbitkan Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) dan Surat Keberatan Wajib Pajak sebagai bukti bahwa keberatan telah berhasil disampaikan.

Referensi:
[1] UU Nomor 7 Tahun 2021
[2] PMK Nomor 9 Tahun 2013
[3] PMK Nomor 202 Tahun 2015