Salah satu seni patung tradisional yang berasal dari pulau papua adalah

Salah satu seni patung tradisional yang berasal dari pulau papua adalah
Patung Mbis, Salah Satu Karya Ukiran Dalam Kehidupan Orang Asmat

Kesenian sebagai tradisi orang Asmat khususnya seni ukir sangat unik dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Seni ukir mempunyai hubungan erat dengan kehidupan religi orang Asmat (agama tradisi) yang mereka percaya terutama yang berkaitan dengan tradisi lisan dalam mite, legenda dan dongeng yang dianggap oleh mereka sakral dan berhubungan dengan sejarah  kehidupan leluhur atau nenek moyang mereka yang sangat mempengaruhi kehidupan religi mereka seperti mite Fumiripts dan mite Mbisman serta rumah adat atau Jew dan Mbis (patung roh orang mati/patung yang member simbol kehadiran roh leluhur).

Orang Asmat percaya, benda berupa kerajinan ukiran adalah media penghubung antara kehidupan di dunia ini dengan kehidupan di dunia arwah terutama dengan nenek moyang mereka. Kematian seperti akibat black magic atau karena senjata lawan maka harus dibalas dengan kematian. Segala jenis ukiran yang dibuat seperti di dayung, perisai, tifa, busur dan sebagainya setelah di kerjakan akan diberi nama sesuai dengan orang yang telah meninggal. Pemberian nama ini untuk mengingatkan mereka pada orang yang meninggal tersebut dan mereka akan melakukan  pembalasan karena mereka beranggapan sebelum membalas kematian maka arwah orang yang meninggal tidak merasa tenang diakhirat.

Ukiran Asmat sebagian besar dikerjakan oleh kaum pria. Peruntukan ukiran umumnya mereka gunakan untuk keperluan ritual dan saat ini untuk dijual guna menambah ekonomi keluarga. Setiap ukiran orang Asmat mempunyai ciri-ciri khas sendiri terutama yang diperuntukan untuk ritual adat dan perbedaannya sangat terlihat jelas.

Ukiran Asmat yang kelihatan pada ukiran,  sebenarnya bayangan konsep dari apa yang terkandung dan merupakan suatu usaha membedakan khayalan tingkat nyata yang dapat dipahami. Ukiran Asmat adalah ukiran kepercayaan yang bertujuan memuja arwah para leluhur. Mengukir merupakan kegiatan mereka sebagai prosesi pengungkapan keadaan pribadi ke dalam wujud keadaan secara idiologis,psikologis, dan religi.

Secara umum ukiran orang asmat terbagi dalam tiga jenis yaitu ; 1) patung besar, 2) patung kecil dan 3) Ukiran pada alat-alat keperluan  (dayung,tombak,perahu, tifa, dll).

Hasil karya budaya materinya berupa seni ukir patung memiliki nilai seni  cukup tinggi  dengan simbol-simbol yang dimunculkan dalam ukiran yang diangkat dari religius kehidupan mereka. Dalam kehidupan orang Asmat, seni adalah hidup artinya seni tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka baik seni tari, seni ukir, seni musik dan lainnya.

PAPUA — Papua menyimpan sejuta pesona. Selain kekayaan dan keindahan alam serta keanekaragaman hayati yang melimpah, pulau Cendrawasih ini juga memiliki kebudayaan yang eksotis. Laman resmi provinsi Papua menyebut terdapat 255 suku asli yang tinggal di provinsi beribu kota Jayapura tersebut.

Dari sekian banyak suku tersebut, Asmat adalah suku dengan jumlah anggota terbesar. Selain nama suku, Asmat sendiri merupakan nama salah satu kabupaten di provinsi Papua. Dulunya, kabupaten dengan luas wilayah 23.746 km2 ini merupakan bagian dari kabupaten Marauke.

Suku Asmat dikenal dengan karya seni kriyanya yang mendunia. Salah satu yang masyhur adalah Mbis. Infobudaya.net menyebut Mbis adalah patung berbahan kayu bakau. Sebelum dan saat menebang pohon, para pria suku Asmat biasanya melakukan tarian tertentu sebagai bagian dari ritual pembuatan patung.

Setelah pohon ditebang, kayu dibersihkan dari ranting-ranting dan dikupas kulitnya. Batang pohon tersebut lantas dilumuri suatu cairan khusus berwarna merah. Setelah semua ritual di hutan tempat menebang kayu beres, barulah kayu tersebut dibawa ke desa. Di sana, rombongan penebang kayu akan disambut sedemikian rupa bak pahlawan yang pulang dari medang perang.

Kemudian, kayu akan diserahkan kepada wow ipits untuk dipahat oleh. wow ipits adalah sebutan bagi orang yang memiliki keahlian memahat patung di Asmat. Bentuk patung ini tidak dipahat berdasarkan sketsa melainkan berdasar pada semacam ilham atau wangsit. Setelah jadi, patung ini akhirnya akan disimpan di lumpur di dalam hutan agar roh yang orang yang meninggal “mendiami” patung tersebut dan menjaga hutan adat Asmat.

Sebelum diperjualbelikan seperti sekarang, Mbis dibuat khusus untuk orang yang sudah meninggal. Tidak semua yang meninggal dibuatkan patung eksotis ini. Hanya orang-orang khusus yang datang dalam mimpi yang dibuatkan Mbis.

Data dari Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudaaan (Kemendikbud) RI, menyebut bahwa patung setinggi 3 – 5 meter ini kini banyak diduplikasi oleh orang luar Asmat dan diperjualbelikan di Yogya, Bali, dan Jepara. Di marketplace Bukalapak, misalnya, patung sejenis ini dijual dengan harga Rp1.500.000 oleh pelalapak Mardani Store asal Garut.

Dalam kebudayaan tradisional, benda-benda seni tak hanya dibuat untuk kebutuhan praktis atau estetis belaka. Selalu ada kisah dan nilai filosofis dibalik sebuah karya seni. Demikian pula Mbis.

Koentjaraningrat (dalam Jacob Sumardjo, 2014: 122) menyebutkan bahwa patung Mbis berkaitan erat dengan mitologi suku Asmat tentang asal usul mereka. Disebutkan bahwa zaman dahulu kala ada entitas bernama Fermuripits yang berasal dari langit. Dalam sumber lain, ia dikatakan seorang dewa.

Fermuripits turun ke bumi ke sebuah puncak pegunungan. Dari tempat itu ia mengarungi sungai menuju hilir menggunakan perahu sampan. Di tengah jalan, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Mereka berdua berkelahi hebat. Sang buaya kalah dan mati. Sedang Fermuripits terluka parah dan tak sadarkan diri. Sumber lain menyebut ia mati.

Karena tak sadarkan diri, ia terbawa arus hingga ke hilir dan terdampar di tepi sungai Asewets di desa Syuru. Tiba-tiba datanglah seekor burung Flamingo (sumber lainnya tak spesifik menyebut jumlah dan jenis burung). Dengan kekuataan gaib, burung itu menyembuhkan Fermuripits.

Sang burung kembali ke langit sedang Fermuripits membangun jew, rumah bujang khas suku Asmat. Karena merasa kesepian, ia lantas mengukir dua batang kayu menyerupai manusia, laki-laki dan perempuan. Setelah menciptakan tifa (alat musik tabuh khas Papua), ia menari-nari sambil berteriak-teriak. Secara ajaib, dua patung tersebut berubah menjadi manusia sungguhan.

Dua manusia ini lantas beranak pinak. Keturunan mereka inilah yang kemudian menjadi suku Asmat. Sumber lain mengatakan setelah membuat dua manusia pertama, Fermuripits berjalan menyusuri pesisir selatan Papua. Tiap tiba di tempat baru, ia melakukan hal yang sama: membuat jew, patung, dan menari, kemudian jadilah manusia.

Dari mitologi ini, Jacob Sumardjo (2014: 122) menyimpulkan bahwa kebudayaan Asmat tergolong kebudayaan berpola dua. Dalam kisah Fermuripits terdapat (serba) dua hal yang paradoks. Misalnya, Fermuripits adalah dewa (langit) namun kalah oleh buaya (bumi). Namun, ia “dihidupkan” kembali oleh burung (langit). Dari “mati” hidup kembali.

Meski dari langit, namun ia menciptakan manusia dari kayu (bumi). Sebelum menghidupkan manusia, ada tragedi kematian buaya dan “kematian” (kekalahan/terluka parah) yang dialami Fermuripits sendiri. Agar ada kehidupan, harus ada kematian. Ini yang mendasari praktik-praktik pengorbanan mahluk hidup dalam suatu ritual.

Pola dua ini pun terdapat dalam semua produk budaya suku Asmat. Hal ini lebih mudah dikenali dalam tinggal budaya yang tergolong Warisan Budaya Benda (WBB) atau tangible heritage seperti pada patung Mbis atau motif gambar khas Asmat seperti pada perisai atau benda lain.  

Asmat -

Bicara soal Suku Asmat, kita dibawa ke daerah eksotis di bumi Papua. Kebudayaannya juga sudah begitu terkenal. Jika kita bicara soal Suku Asmat di Papua, ada beberapa hal yang terbersit di dalam benak banyak orang. Antara lain terkait tradisi mereka di bidang ukir, anyaman, tarian dan budaya.

Menurut Hari Suroto dari Balai Arkeologi Papua, bagi Suku Asmat tradisi mengukir, menganyam, menyanyi dan menari merupakan kehidupan mereka. Bagi yang tidak memiliki ketrampilan tersebut berarti mati.

Suku Asmat percaya bahwa pengetahuan dan keahlian mengukir mereka berasal dari nenek moyang yang bernama Fumiripitsy, seorang ahli ukir. Fumiripitsy telah menciptakan sebuah tifa yang indah sekali, ia beri nama Eme serta patung-patung yang diberi nama Mbis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Salah satu seni patung tradisional yang berasal dari pulau papua adalah
Alat musik tradisional papua tifa Foto: istimewa

Apabila tifa ini ditabuh, maka patung Mbis akan menjelma menjadi manusia yang menari mengikuti bunyi tifa. Fumiripitsy berkata kepada Mbis, mulai saat itu Mbis menjadi anak-anaknya.

Dalam budaya tradisionalnya, Suku Asmat tidak mengenal pahat dari logam untuk mengukir. Mereka menggunakan pahat yang terbuat dari tulang kasuari.

Suku Asmat mulai mengenal besi ketika ekspedisi Lorentz tahun 1907 melewati sungai-sungai di sekitar Asmat dalam upaya mencapai puncak bersalju Jayawijaya. Mereka melakukan kontak dengan Suku Asmat dan melakukan barter pisau besi, kapak besi, kaleng makanan dengan produk-produk seni pahat Asmat yang istimewa.

Rupanya benda besi, barang baru bagi Suku Asmat, menjadi benda yang tidak puas-puasnya digemari oleh mereka. Apalagi mereka merasa bahwa dengan benda-benda besi tersebut, dalam proses mengukir kayu menjadi mudah, jika dibandingkan dengan menggunakan pahat tulang kasuari.

Salah satu seni patung tradisional yang berasal dari pulau papua adalah
Suku Asmat (dok Pemda)

Kegemaran pada benda besi ini, pernah diberitakan dalam surat kabar Belanda pada tahun 1930. Koran itu menyebutkan, bahwa suatu armada orang-orang Asmat yang bersenjata busur, panah dan tombak menyerang sebuah kampung di perbatasan Mimika.

Mereka mengobrak-abrik bangku-bangku sekolah milik gereja, hanya untuk mencopot paku-pakunya. Dengan paku-paku tersebut orang-orang Asmat hanya mengenal satu kegunaan yaitu untuk dijadikan pahat.

Seni Suku Asmat terkenal memiliki tradisi seni ukir yang khas dan terkenal sampai ke mancanegara. Bahkan seniman terkenal Eropa, Pablo Picasso, pada masa hidupnya mengagumi seni ukir ini.

Informasi menarik lainnya, Suku Asmat merupakan salah satu suku terbesar di Papua. Suku ini tinggal di rumah adat yang disebut rumah Jew. Di dalam rumah adat yang juga disebut dengan rumah bujang ini tersimpan senjata Suku Asmat yakni tombak, panah untuk berburu, dan noken.

Rumah Jew terbuat dari kayu dan didirikan menghadap arah sungai. Panjang rumah adat ini bisa sampai berpuluh-puluh meter. Atap rumah adat Suku Asmat terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam. Warga menganyam beramai-ramai sampai selesai.

Simak Video "DPR dan Pemerintah Sepakati 3 RUU Provinsi Baru Papua"


[Gambas:Video 20detik]
(rdy/ddn)