Salat jamak dan qashar merupakan rukhsah dalam ajaran agama islam artinya

Islam adalah agama yang memudahkan urusan. Jika suatu perkara tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya karena suatu hal terdapat kemudahan untuk mengganti atau memperingan pekerjaanya, hal ini disebut rukhsah atau keringanan. Dalam urusan shalat misalnya, dalam keadaan normal ia dilakukan secara berdiri dan jika dalam keadaan tertentu yang memaksa ia boleh dilakukan dengan duduk. Dalam kondisi berpergian jauh (musafir) terdapat rukhsah shalat untuk menggabung waktu shalat atau jamak dan meringkas jumlah rakaat atau qasar. Akan tetapi banyak yang melakukanya dengan serampangan. Lalu bagaimanakah penggunaan jamak qasar sebenarnya?

Shalat musafir adalah shalat yang dilakukan oleh seseorang ketika sedang melakukan safar. Pengertian safar adalah suatu kondisi yang biasa dianggap orang itu safar, tidak bisa dibatasi oleh jarak tertentu atau waktu tertentu. Orang yang melakukan perjalanan disebut musafir. Bagi mereka, Allah dan Rasul-Nya tidak ingin memberatkan umat-Nya. Oleh karenanya, Islam mensyariatkan adanya rukhsah shalat jamak dan shalat qasar. Shalat jamak adalah mengumpulkan dua macam shalat dalam satu waktu tertentu. Dua macam shalat itu adalah shalat Dzuhur dengan shalat Ashar dan shalat Maghrib dengan shalat Isyak. Sedangkan shalat qasar adalah memendekkan/meringkas jumlah rakaat pada shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat yaitu shalat Dzuhur, Ashar dan Isyak.

Adapun dalil-dalil yang menerangkan tentang shalat jamak adalah sebagai berikut:

1. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

جَمَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ سَفَرٍ وَلا خَوْفٍ، قَالَ: قُلْتُ يَا أَبَا الْعَبَّاسِ: وَلِمَ فَعَلَ ذَلِكَ؟ قَالَ: أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ. [رواه أحمد]

Artinya: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjamak antara shalat Dzuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan karena takut. Saya bertanya: Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia (Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya.” [HR. Ahmad]

2. Hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ارْتَحَلَ قَبْلَ أَنْ تَزِيغَ الشَّمْسُ أَخَّرَ الظُّهْرَ إِلَى وَقْتِ الْعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ فَجَمَعَ بَيْنَهُمَا فَإِنْ زَاغَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَرْتَحِلَ صَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ. [متّفق عليه]

Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat Dzuhur ke waktu shalat Ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjamak dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dzuhur terlebih  dahulu kemudian naik kendaraan.” [Muttafaq ‘Alaih]

Adapun dalil yang menerangkan tentang shalat qasar adalah sebagai berikut:

1. Surat an-Nisaa’: 101

وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُوا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِينًا.

Artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qasar shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

2. Hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha:

أَنَّ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَقْصُرُ فِى السَّفَرِ وَيُتِمُّ وَيُفْطِرُ وَيَصُومُ. [رواه الدّارقطني]

Artinya: “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa.” [HR. ad-Daruquthni]

3. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la bin Umayyah, ia berkata:

قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. [رواه مسلم]

Artinya: “Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul–Khaththab tentang (firman Allah): “Laisa ‘alaikum junahun an taqshuru minashshalati in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru”. Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.” [HR. Muslim]

Pelaksanaan shalat jamak dan qashar itu tidak selalu menjadi satu paket (shalat jamak sekaligus qashar). Seorang yang mengqashar shalatnya karena musafir tidak mesti harus menjamak shalatnya, demikian pula sebaliknya. Seperti melakukan shalat Dzuhur 2 rakaat pada waktunya dan shalat Ashar 2 rakaat pada waktunya atau menjamak shalat Dzuhur dan shalat Ashar masing-masing 4 rakaat baik jamak taqdim maupun ta’khir. Diperbolehkan pula menjamak dan menqashar sekaligus.

Ada pendapat ulama mengenai seorang musafir tetapi dalam keadaan menetap tidak dalam perjalanan, seperti seorang yang berasal dari Indonesia bepergian ke Arab Saudi untuk berhaji, selama ia di sana ia boleh menqashar shalatnya dengan tidak menjamaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di Mina. Walaupun demikian boleh-boleh saja dia menjamak dan menqashar shalatnya ketika ia musafir seperti yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di Tabuk. Pada kasus ini, ketika dia dalam perjalanan lebih baik menjamak dan menqashar shalat, karena yang demikian lebih ringan, tidak memberatkan di perjalanan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika telah menetap di Arab Saudi lebih utama menqashar saja tanpa menjamaknya.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Majalah Suara Muhammadiyah, No. 02, 2014 dengan penyesuaian

Shalat Jamak Qashar Bagi Musafir

tirto.id - Catatan: Masih ada yang perlu diedit

Di antara kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-hambanya adalah rukhsah shalat jamak dan qashar bagi musafir atau orang-orang yang berkesusahan. Kemudahan ini adalah bentuk kasih sayang Allah SWT. Seorang muslim yang menjamak shalatnya diizinkan menggabungkan 2 shalat dalam 1 waktu, sedangkan qashar shalat boleh memendekkan shalat 4 rakaat menjadi 2 rakaat.

Ibadah salat 5 waktu merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dikerjakan seorang muslim. Ibadah ini tak boleh ditinggalkan. Untuk memudahkan umatnya, ajaran Islam memberikan rukhsah atau keringanan apabila salat wajib dirasa memberatkan.

Sebagai misal, apabila salat tidak bisa dikerjakan dalam keadaan berdiri, salat bisa dikerjakan dalam kondisi duduk. Jikapun tak bisa duduk, salat bisa dilakukan dengan berbaring, hingga sekadar isyarat.

Demikian juga dalam kondisi tertentu, misalnya dalam perjalanan atau safar, seorang muslim diizinkan mengqasar atau menjamak salatnya atau juga menggabungkan jamak-qasar sekaligus dalam satu waktu.

Lantas, apa pengertian salat jamak-qasar dan bagaimana ketentuan keduanya?

Pengertian dan Ketentuan Shalat Jamak dalam Islam

Secara definitif, salat jamak adalah menggabungkan 2 salat fardu yang dikerjakan dalam satu waktu.

Hukum pelaksanaan salat jamak adalah mubah, diperbolehkan untuk dilaksanakan bagi mereka yang memenuhi syarat-syaratnya.

Dikutip dari buku Fikih yang ditulis Sutrisno (2020:22), berikut ini syarat-syarat diperbolehkannya melaksanakan salat Jamak:

  • Dalam kondisi safar atau perjalanan jauh minimal 81 kilometer (menurut kesepakatan sebagian besar imam mazhab) dan perjalanan tersebut tidak bertujuan untuk maksiat.
  • Dalam keadaan sangat ketakutan atau khawatir, misalnya dalam kondisi perang, sakit, hujan lebat, angin topan, atau bencana alam.
  • Salat fardu yang boleh dijamak adalah salat Zuhur digabung dengan salat Asar dan salat Maghrib digabung salat Isya. Sementara itu, salat Subuh tidak dapat dijamak dan harus ditunaikan sesuai dengan waktu pelaksanaannya.

Dasar hukum diperbolehkannya pelaksanaan salat jamak dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Abdullah bin Abbas RA:

“Nabi Muhammad SAW pernah menjamak salat Zuhur dan Asar di Madinah bukan karena bepergian, juga bukan karena takut.

Saya bertanya: 'Wahai Abu Abbas, mengapa bisa demikian?' Dia menjawab: 'Dia [Nabi Muhammad SAW] tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya," (H.R. Ahmad).

Selain itu, terdapat juga dalil lain mengenai pelaksanaan salat jamak sebagai berikut:

“Bahwasanya Rasulullah SAW jika berangkat dalam bepergiannya sebelum tergelincir matahari, beliau mengakhirkan salat Zuhur ke waktu salat Asar, kemudian beliau turun dari kendaraan, beliau menjamak 2 salat tersebut.

Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau salat Zuhur terlebih dahulu kemudian naik kendaraan," (H.R. Bukhari dan Muslim).

Secara umum, pelaksanaan salat jamak dibagi menjadi 2 yaitu jamak taqdim dan jamak takhir. Perbedaan dari keduanya berkaitan dengan waktu pelaksanaanya.

Pertama, jamak taqdim adalah mengumpulkan 2 salat (baik itu Zuhur-Ashar atau Magrib-Isya) dan pelaksanaanya dilakukan di waktu salat yang pertama. Sebagai contoh, salat jamak Zuhur dan Asar dilakukan di waktu Zuhur.

Kedua, jamak takhir adalah menempatkan pelaksanaan 2 salat yang digabung di waktu salat terakhir. Sebagai contoh, salat jamak Maghrib dan Isya dilakukan di waktu Isya.

Sederhananya, pelaksanaan salat jamak adalah mengumpulkan 2 salat yang dikerjakan dalam satu waktu secara berurutan, serta tak terpisah dengan kegiatan lain.

Sebagai contoh, melakukan salat jamak Zuhur-Asar, berarti seorang muslim menunaikan salat Zuhur 4 rakaat hingga selesai, kemudian langsung dilanjutkan mendirikan salat Asar 4 rakaat.

Baca juga:

  • Bacaan Niat & Tata Cara Jamak Sholat Dhuhur-Ashar dan Maghrib-Isya
  • Tata Cara Sholat Jamak Qoshor di Mudik Lebaran 2022, Berapa Rakaat?

Pengertian dan Ketentuan Shalat Qashar

Salat qashar adalah salat yang diringkas atau diperpendek jumlah rakaatnya. Salat yang dapat diqasar adalah salat yang memiliki bilangan 4 rakaat, yaitu salat Zuhur, Asar, dan Isya.

Salat qasar menjadikan pelaksanaan salat dengan bilangan 4 rakaat menjadi 2 rakaat. Hukum dari pelaksanaan salat qasar ialah mubah, boleh dilakukan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  • Salat yang diqashar adalah salat 4 rakaat, yaitu salat Zuhur, Asar dan Isya.
  • Jika ingin mengqasar salat karena dalam perjalanan, maka tujuan perjalanannya harus jelas. Dalam hal ini, tidak boleh mengqasar salat bagi orang yang tak punya tujuan safar yang jelas.
  • Perjalanannya dalam rangka hal mubah (misalnya, untuk niaga atau silaturahmi), bukan perjalanan maksiat (misalnya, bepergian untuk tujuan zina).
  • Perjalanannya mencapai 2 marhalah, yaitu kurang lebih 82 km.
  • Telah melewati batas desa.
  • Mengetahui hukum diperbolehkannya qasar salat, sehingga tidak sah qasarnya orang yang tidak mengetahui hukum qasar.
  • Masih ada dalam status perjalanan hingga salat selesai.
  • Niat melakukan salat qasar ketika takbiratul ihram.
  • Menjaga hal-hal yang berlawanan dengan niat qasar saat salat, seperti niat untuk mukim, ragu-ragu dalam kebolehan qasar atau niat mukim di tengah-tengah salat
  • Tidak bermakmum kepada orang yang menyempurnakan salat (4 rakaat)

Dalil pelaksanaan salat qasar dijelaskan Allah SWT melalui firman-Nya di dalam surah An-Nisa ayat 101 sebagai berikut:

“Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu mengqasar salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu," (QS. An Nisa [4]: 101).

Dilansir laman Muhammadiyah, Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadis riwayat Aisyah juga pernah mengqasar salatnya sebagai berikut:

“Bahwasanya Nabi Muhammad SAW pernah mengqashar dalam perjalanan dan menyempurnakannya, pernah tidak puasa dan puasa," (H.R. Daruquthni).

Baca juga:

  • Tata Cara dan Ketentuan Shalat Jamak Qashar
  • Apa Saja Syarat Sah Sholat Qashar dan Bacaan Niatnya dalam Islam?

Baca juga artikel terkait SHALAT atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/hdi)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates