Sebut dan jelaskan empat asas pengembangan kurikulum

Sebuah rumah, jika dibangun dengan pondasi yang rapuh, maka rumah tersebut tidak akan bisa bertahan lama atau bisa saja rumah tersebut akan roboh bila diterpa angin kencang. Namun, jika suatu rumah dibangun dengn pondasi yang kuat, maka rumah tersebut akan tahan lebih lama dan bisa bertahan dari terpaan angin kencang. Demikian juga dengan kurikulum. Kurikulum harus dibangun di atas landasan yang kuat agar tujuan kurikulum tercapai sesuai dengan kebutuhan. Pada postingan kali ini, kita akan membahas tentang landasan-landasan pengembangan kurikulum.

Landasan yang pertama adalah landasan filosofis. Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik pendidikan. Kemudian, praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan kurikulum. Menurut Permendikbud Nomor 68 Tahun 2013, Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik, penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di sekitarnya.

Filsafat merupakan induk dari segala ilmu. Masing masing negara memiliki pandangan filosofis yang berbeda-beda. Di Indonesia, filsafat bangsa berlandaskan kepada Pancasila. Semua tujuan negara harus bardasarkan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Menurut Hidayat (2015, hlm. 35), dalam pengembangan kurikulum, filsafat menjawab hal-hal mendasar bagi pengembangan kurikulum, antara lain kemana peserta didik akan dibawa? Masyarakat yang bagaimana yang akan dikembangkan melalui pendidikan tersebut? Apa hakikat pengetahuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik? Dan bagaimana proses pendidikan harus dijalankan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut begitu mendasar dan harus dijawab oleh filsafat. Selanjutnya (Hidayat, 2015, p. 35) juga menambahkan fungsi filsafat yaitu untuk menentukan arah tujuan pendidikan, untuk menentukan isi atau materi pelajaran yang harus dipelajari, untuk menentukan strategi atau cara pencapaian tujuan dan untuk menentukan tolok ukur keberhasilan proses pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum senantiasa bertalian erat dengan filsafat pendidikan karna filsafat pendidikan mengandung nilai-nlai atau cita-cita masyarakat. Berdasarkan cita-cita tersebut, terdapat landasan, mau dibawa kemana pendidikan peserta didik. Filsafat pendidikan menjadi landasan dan sumber untuk menentukan arah dan tujuan yang hendak dicapai dengan alat yang disebut dengan kurikulum. Jadi, landasan filosofis tidak terpisahkan dari kegiatan pengembangan kurikulum karna berdasarkan landasan inilah ditentukan arah dan tujuan pelaksanaan pendidikan.

Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter psikofisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Menurut Hidayat (2015, hlm. 36), psikologi merupakan salah satu azas dalam pengembangan kurikulum yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang kurikulum. Hal ini dikarenakan posisi kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan sentral. Dalam proses pendidikan terjadi interaksi antarmanusia , yaitu antara siswa dengan pendidik,dan juga antara siswa dengan manusia lainnya. Artinya, landasan piskologi harus melandasi penyusunan kurikulum karna psikologi berkaitan dengan perilaku manusia. Dalam pengembangan kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Keduanya diperlukan untuk merumuskan tujuan, memilih dan menyusun bahan ajar, serta memilih metode dan teknik penilaian.

Menurut Sukamadinata (2011, hlm. 46), psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa konsepsi, yaitu masa pertemuan spermatozoid dengan sel telur sampai dengan dewasa. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa psikologi perkembangan mempelajari seorang manusia sebelum dia dilahirkan ke bumi, yaitu sejak dua insan yang berbeda jenis kelamin menghasilkan sel telur hingga sel itu menjadi bayi kemudian bertumbuh dewasa. Selanjutnya, (Sukamadinata, 2011, p. 52) mendefinisikan psikologi belajar sebagai suatu studi tentang bagaimana individu belajar. Secara sederhana, belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai proses belajar. Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi karena insting atau karena kematangan serta pengaruh hal-hal yang bersifat kimiawi tidak termasuk belajar. Maka, psikologi belajar adalah suatu studi tentang bagaimana individu mengalami perubahan tingkah laku dari segi pengetahuan, sikap dan juga keterampilan. 

Hidayat (2015, hlm. 36) menjelaskan bahwa azas psikolgis berkaitan dengan perilaku manusia, sehubungan dengan pengembangan kurikulum dan pembelajaran, perilaku manusia berkenaan dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Hal ini meliputi teori-teori yang berhubungan dengan individu dalam proses belajar serta perkembangannya. Implikasinya, kurikulum disusun dari sejumlah materi pelajaran yang mengandung pengetahuan yang luas, dan disusun dalam organisasi yang terpisah satu sama lain, namun akan berassosiasi dalam mental siswa, sehingga akan menghasilkan manusia intelek.

Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan pada suatu negara atau wilayah tertentu. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan masyarakat-masyarakat yang tidak asing dengan masyarakat. Dengan pendidikan, diharapkan lahir manusia-manusia yang bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat. Oleh sebab itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan, dan perkembangan masyarakat setempat. Sekolah merupakan institusi yang berperan utama untuk menciptakan arah masyarakat. Namun, para pekerja kurikulum merupakan kunci penting untuk menentukan isi, pengalaman dan lingkungan pendidikan. Untuk menjadi mesyarakat yang maju, peserta didik bisa belajar di lingkungan masyarakat atau di lingkungan keluarga. Sukamadinata) 2011, hlm. 57) mengataakan bahwa pendidikan itu awalnya diterima secara informal dan non formal. Sebelum mengenal sekolah atau pendidikan formal, peserta didik dipastikan sudah mendapatkan pendidikan di lingkungan keluarga dan di lingkungan masyarakat.

Landasan sosial budaya berkenaan dengan penyampaian kebudayaan, proses sosialisasi individu, dan rekonstruksi masyarakat. Masyarakat mempunyai norma-norma yang harus dikenal dan mewujudkan peserta didik dalam bentuk perilakunya. Karna peserta didik harus hidup dalam masyarakat, maka masyarakat harus dijadikan seabagai suatu faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Hidayat (2015, hlm. 31) mengatakan bahwa kurikulum suatu satuan pendidikan berfungsi bagi masyarakat dan pihak pengguna lulusan. Kurikulum akan menentukan kualitas lulusan melalui penyusunan isi kurikulum yang sesuai dengan keahlian dan kompetensi lulusan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, landasan sosiologis tidak terpisahkan dari proses penyusunan atau pengembangan kurikulum karna masyarakat merupakan tempat siswa hidup, dan siswa harus diajarkan bagaimana caranya hidup berdasarkan tuntutan masyarakat melalui pelaksanaan pendidikan yang terus lebih baik.

Pendidikan merupakan usaha penyiapan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami perubahan yang semakin pesat. Perubahan masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat tersebut. Sedangkan masyarakat mencakup nilai yang disepakati oleh masyarakat dapat pula disebut sebagai kebudayaan. Oleh karena itu kebudayaan dapat dikatakan sebagai suatu konsep yang memiliki kompleksitas tinggi (Zais, 1976:157). Akan tetapi, terdapat tiga nilai yang ada dalam masyarakat untuk dikembangkan melalui proses pendidikan, yaitu; pikiran (logika), perasaan (estetika), dan kemauan (etika). Ilmu pengetahuan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika.

Menurut Hidayat (2015, hlm. 47), ilmu pengetahuan adalah seperangkat pengetahuan yang dsususn secara sistematis yang dihasilkan melalui penelitian ilmiah, sedangkan teknologi adalah aplikasi dari ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis dalam kehidupan. Ilmu dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Keduanya mengalami perkembangan secara bersama-sama. Sejak abad pertengahan, ilmu pengetahuan telah berkembang pesat. Selanjutnya dalam hubungannya dengan pendidikan, Hidayat (2015, hlm. 47), menambahkan bahwa perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbale balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pelaksanaan pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengapplikasikan teknologi tersebut.

Mengingat pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin pesat, temasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, maka pengembangan kurikulum sekolah haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS). Sukmadinata (1988, hlm. 82) mengemukakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung akan menjadi isi materi pendidikan. Sedangkan secara tidak langsung memberikan tugas kepada pendidikan untuk membekali masyarakat dengan kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) juga dimanfaatkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan landasan-landasan kurikulum yang harus dibangun dengan kokoh.

Lebih jauh lagi, Hidayat (2015, hlm. 47) mengatakan “baik secara langsung atau tidak langsung, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh terhadap pendidikan.” Perkembangan teknologi industri mempunyai hubungan timbal balik dengan pendidikan. Industri dengan teknologi maju memproduksi berbagai macam alat-alat dan bahan yang secara langsung atau tidak langsung dibutuhkan dalam pendidikan dan sekaligus menuntut sumber daya manusia yang handal untuk mengapplikasikannya. Selanjutnya, Oliva & Gordon (2013, hlm. 369) mengatakan “it is widely recognized that access to technology in the education environment has increased exponentially in recent years. The increased role the technology in the workplace, school environment, and society makes it imperative that people be able to function in a variety of media literacies.” Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mampu mengubah tatanan hidup manusia terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Dengan demikian, kurikulum harus bisa mengakomodasi dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia. 

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA