Sebutkan beberapa daerah yang menjadi hunian manusia Praaksara

Ilustrasi kehidupan Neanderthal. Foto: 12019 via Pixabay

Sebelum menjalani kehidupan modern, manusia telah menjalani masa praaksara terlebih dulu. Masa tersebut dimulai sejak manusia purba ada di permukaan Bumi. Masa praaksara dijalankan dengan alat-alat primitif dan sederhana.

Masa Praaksara atau Nirleka sendiri merupakan zaman di mana manusia belum mengenal tulisan. Pada masa tersebut, manusia kerap mengandalkan fosil dan artefak untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.

Terdapat tiga corak kehidupan masyarakat pada zaman praaksara. Apa saja? Simak ulasan berikut ini.

Ilustrasi membuat api dengan cara primitif. Foto: Pexels via PIxabay

Masyarakat praaksara memiliki dua pola hunian, yakni kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka. Pola ini bergantung dengan letak geografis dan kondisi lingkungan di sekitar.

Biasanya, hunian yang dekat dengan sumber air dipilih lantaran air mengundang kehadiran binatang di lingkungan sekitar. Lokasi yang dekat dengan air juga membuat tanaman tumbuh subur. Selain itu, mayarakat juga bisa berpindah dengan mudah lewat sungai.

Cara Berburu hingga Bercocok Tanam

Awalnya, manusia menerapkan sistem food gathering, yakni mengumpulkan jenis tanaman yang bisa dikonsumsi. Seiring berjalannya waktu, manusia mulai memproduksi makanan sendiri. Kemudian, mereka mulai bercocok tanam setelah melihat biji-bijian yang tumbuh usai tersiram air hujan.

Masyarakat praaksara telah mengenal kegiatan ritual, mereka kerap melakukan upacara penguburan orang meninggal. Dalam tradisi tersebut, mereka akan menempatkan benda dan barang kebutuhan hari-hari bersama mayat. Kemudian, mayat itu dikubur bersama barang tersebut. Hal ini dilakukan agar perjalanan arwah orang yang meninggal dapat berlangsung dengan baik.

Ilustrasi Pola Hunian. Foto: Pixabay

Manusia dibekali kemampuan berpikir yang luar biasa, di tengah berbagai keterbatasan yang dihadapinya. Kondisi ini tercermin dalam kehidupan manusia di zaman praaksara, salah satunya berupa pola hunian.

Merujuk pada buku Sejarah Indonesia Kelas X SMA/SMK oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, manusia di zaman praaksara menciptakan pola hunian guna melindungi diri sekaligus bertahan dari kondisi alam dan lingkungan sekitar.

Penciptaan pola hunian pada zaman praaksara bergantung pada penggunaan peralatan maupun kondisi lingkungan. Lalu, apa yang dimaksud dengan pola hunian? Berikut ulasan selengkapnya.

Mengutip buku Indonesia dalam Arus Sejarah Jilid I, pola hunian manusia di zaman praaksara memiliki dua ciri khas. Pertama, memiliki kedekatan dengan sumber mata air. Kedua, berada di alam terbuka.

Pola hunian di zaman praaksara dapat diidentifikasi melalui letak geografis situs dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Salah satu contohnya, yakni manusia yang memiliki ketergantungan terhadap kesediaan air. Inilah mengapa banyak pola hunian di zaman praaksara ditemukan berdekatan dengan sumber air.

Misalnya, pada situs purba di sepanjang sungai Bengawan Solo (Sambungmacan, Sangiran, Ngawi, Trinil, dan Ngandong). Selain digunakan untuk bertahan hidup, sumber mata air juga difungsikan sebagai sarana mobilitas dari satu tempat ke tempat yang lainnya.

Air juga menjadi sumber kehidupan bagi binatang dan tumbuhan. Sumber air dapat mendatangkan binatang untuk minum dan menjadi tempat tumbuhnya berbagai macam tanaman.

Pola Hunian Zaman Berburu dan Meramu hingga Bercocok Tanam

Di zaman praaksara, manusia hidup berpindah-pindah untuk menemukan sumber penghidupan.

Mengutip buku Sejarah Indonesia Kelas X SMA/SMK oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, manusia di zaman praaksara memiliki ketergantungan yang tinggi pada alam. Akibatnya mereka selalu berpindah-pindah tempat tinggal dan bergantung pada bahan makanan yang tersedia.

Manusia Meganthropus dan Pithecanthropus, misalnya, menjadikan lingkungan sungai, pantai, danau, dan tempat dengan sumber air lainnya sebagai tempat tinggal. Mereka membuat sekat dan atap dari dedaunan dan beristirahat di bawah pepohonan besar.

Pada masa berburu dan meramu, manusia purba bertempat tinggal di gua ataupun di tepi pantai. Di zaman ini, mereka selalu berpindah-pindah karena hanya mengenal sistem food gathering.

Food gathering adalah pengumpulan dan penyeleksian bahan makanan. Di zaman tersebut, manusia purba belum mampu mengusahakan jenis tanaman untuk dijadikan bahan makanan.

Barulah pada masa peralihan Mesolitikum menuju Neolitikum, sistem food gathering berevolusi menuju food producing.

Pada sistem food producing, manusia purba telah memproduksi makanan melalui proses bercocok tanam. Kegiatan tersebut secara tidak langsung memengaruhi pola hunian mereka.

Manusia purba melakukan kegiatan bercocok tanam di sekitar tempat tinggalnya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, tanah di sekeliling tempat tinggal mereka habis. Kondisi itu mengharuskan mereka berpindah dan mencari lahan pertanian baru.