Sebutkan contoh pemberian hadiah dalam kehidupan

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pada hakikatnya, manusia tidak hanya berhubungan dengan Tuhan saja, namun juga berhubungan dengan manusia dan alam sekitarnya. Dalam kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri, pasti membutuhkan orang lain. Dengan demikian, setiap muslim diperintahkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa (Q.S al-Maidah.2).

Setiap muslim hendaknya selalu membiasakan diri bersikap dan berperilaku baik memiliki kepedulian sosial, belas kasih, peka terhadap orang lain yang perlu dibantu. Kepedulian sosial itu dapat diwujudkan dalam bentuk, seperti memberikan hibah, memberikan hadiah sebagai penghormatan, sebagai bentuk kasih sayang, dan lain sebagainya.

Memperbanyak berbuat kebaikan kepada orang lain dengan dengan cara memberikan sesuatu yang bermanfaat, yang kita miliki merupakan perbuatan mulia dan dianjurkan oleh syariat Islam.

B.RUMUSAN MASALAH

1.Apa pengertian hibah dan hadiah?

2.Bagaimana hukum mengenai hibah dan hadiah?

3.Apa saja manfaat dari hibah dan hadiah?

4.Apa sajakah persamaan dan perbedaan antara hibah dan hadiah?

C.TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 2, agar kami khususnya penulis dan umumya pembaca dapat memahami mengenai apa itu hibah dan hadiah. Dapat mengetahui, memahami hukum hibah dan hadiah. Dapat mengetahui dan memahami faedah-faedah atau manfaat hibah dan hadiah, serta dapat memahami persamaan dan perbedaan antara hibah dan hadiah.

BAB II

PEMBAHASAN

A.HIBAH

1.Pengertian Hibah

Hibah menurut bahasa artinya pemberian. Adapun menurut istilah, hibah ialah memberikan sesuatu yang nyata kepada orang lain secara suka rela tanpa mengharap balasan atau imbalan apapun.

Pemberian hibah biasanya didasarkan atas rasa kasih sayang. Hibah dapat dilakukan siapapun, seperti antara ayah dan anak, teman dengan teman, dan sebagainya. Harta benda yang dihibahkan meliputi tanah, rumah, uang, kendaraan, buku-buku, dan lain-lain.

Jadi, hibah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun.

2.Kepemilikan Barang yang Dihibahkan

Harta yang diberikan lewat hibah langsung beralih kepemilikannya, yaitu dari pemberi hibah kepada pihak kedua yang menerimanya. Namun, dalam hibah masih ada peluang untuk menarik kembali, yakni hibah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya. Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut , seorang anak justru  menjadi terjerumus dalam kehidupan yang tidak diridlai oleh Allah SWT. Si ayah boleh menarik kembali hibahnya.

Selain hibah seorang ayah terhadap anaknya, pemberian hibah tidak boleh menarik hibahnya kembali. Hal tersebut dikemukakan oleh Rasulullah SAW, dalam hadits berikut:

عن ابن عباّس رضي الله عنه قا ل : قا ل رسو ل الله صلّ الله عليه و سلّم لا يحلّ لرجل ا ن يعطي  عطيّة او يهب هبة فيرجع فيها الاّ الوالد فيما يعطي ولده ومثل الّذي يعطى العطيّة ثمّ يرجع فيها كمثل الكلب ياً كل فاذا شبع قا ء ثمّ عا د فى قيىه. (رواه ابو داود)

Artinya: Dari Ibnu Abbas r.a, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang tidak boleh memberi sesuatu kemudian menarik kembali kembali pemberiannya itu, kecuali pemberian ayah terhadap anaknya. Prumpamaan orang yang memberikan sesuatu, kemudian menarik kembali pemberiannya itu, seperti anjing yang makan dan jika kekenyangan ia muntahkan lalu menjilatinya kembali.” (HR. Abu Daud).

3.Hukum Hibah

Pada dasarnya, memberikan sesuatu kepada orang lain hukumnya adalah mubah (jaiz), yakni boleh memberi, boleh juga tidak memberi. Dari hukum asal mubah tersebut, hukum hibah dapat menjadi wajib, haram, dan makruh.

a.Wajib

Hibah yang diberikan kepada istri dan anak-anaknya hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya. Wajib karena istri dan anaknya menjadi tanggung jawab suami.

b.Haram

Hibah menjadi haram apabila harta yang dihibahkan ditarik kembali. Jika seseorang telah melakukan hibah, maka harta yang telah dihibahkan menjadi hak milik yang menerima hibah dan tidak boleh diambil kembali oleh penghibah. Akan tetapi, hukum haram ini tidak berlaku bagi hibah seorang ayah kepada anaknya. Ayah diperbolehkan menarik kembali hibah yang telah diberikan kepada anaknya, mengingat anak dan harta sebenarnya milik ayah.

c.Makruh

Makruh apabila mengharapkan imbalan atau balasan yang berimbang maupun lebih banyak daripada yang telah diberikan. Hibah dengan mengharap imbalan yang lebih banyak tidak dapat menolong orang lain, tetapi membuat orang lain lebih menderita.

Meskipun hibah sifatnya sukarela, namun dalam pelaksanaannya harus memperhatikan rukun-rukunnya. Adapun rukun hibah sebagai berikut:

a.Ada orang yang menghibahkan (Wahib).

b.Orang yang menerima hibah (Mauhub lah).

c.Ada harta yang dihibahkan (Mauhub Fiih), dengan syarat sebagai berikut;

1). Harta sepenuhnya milik penghibah.

2). Harta itu jelas dan sudah ada.

3). Bermanfaat dan tidak dilarang oleh agama.

d.Ijab qabul, yaitu pernyataan serah terima barang yang dihibahkan.

1)Manfaat Hibah

Pemberian harta dengan cara hibah ini termasuk salah satu kebaikan yang patut dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Adapun manfaat hibah adalah sebagai berikut:

a.Menumbuhkan sifat dermawan.

b.Menghindarkan diri dari sifat kikir dan bakhil.

c.Terwujudnya kerukunan hidup bermasyarakat.

d.Mengurangi kesenjangan sosial antara si kaya dan si miskin.

e.Akan tumbuh kesadaran bahwa harta itu semata-mata titipan dari Allah SWT.

B.HADIAH

1.Pengertian Hadiah

Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud untuk memuliakan atau memberikan penghargaan. Dengan kata lain, hadiah berfungsi sebagai imbalan atas jasa orang lain, seperti kebaikan atau jasa yang pernah diperbuat seseorang, prestasi yang pernah diraih ataupun untuk memberi motivasi agar seseorang menjadi lebih baik lagi prestasinya.

Hadiah diberikan dengan ditentukan terlebih dahulu jumlah dan bentuknya. Hukum hadiah adalah mubah (boleh) sepanjang untk hal-hal yang positif. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk saling memberi hadiah. Hal ini dikarenakan hadiah dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama manusia.

Islam memberikan tuntutan bagi seesorang yang diberi hendaknya menerima pemberian tersebut dengan ikhlas, sebab Allah SWT telah memberikan rezeki kepadanya melalui perantara orang lain. Adapun si pemberi tidak boleh menyebut-nyebut sesuatu yang telah diberikannya kepada orang lain agar tidak menimbulkan rasa ria dan sombong.

2.Anjuran untuk Saling Memberi Hadiah

Rasulullah SAW terkenal sebagai seorang yang pemurah (dermawan), terlebih pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Beliau menganjurkan kepada umatnya agar menjadi orang yang dermawan, sebagai mana dijelaskan dalam sabdanya sebagai berikut:

تصافحوا يذهب الغلّ وتها دوا وتحا بّوا . (رواه ما لك)

Artinya: “Hendaklah kalian saling berjabat tangan, niscaya perasaan tidak senang hilang dari kalian. Dan hendaklah kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian saling mencintai.” (HR. Malik).

Dalam kenyataan hidup bermasyarakat, pemberian sesuatu kepada tetangga sangat positif dampaknya. Bagi orang yang memberi sesuatu, mungkunsaja menilai bahwa sesuatu yang diberikan tidak seberapa nilainya. Akan tetapi, bagi orang yang menerima, akan merasakan bahwa pemberian itu sangat berharga di saat ia membutuhkannya. Oleh sebab itu, pemberian sesuatu hendaknya di utamakan kepada orang miskin, terlebih jika rumahnya berdekatan.

3.Manfaat Hadiah

Pemberian hadiah akan memberikan banyak manfaat bagi si pemberi maupun si penerimanya. Di antara  dari pemberian hadiah tersebut adalah:

a.Manumbuhkan rasa saling mencintai dan menghormati antar sesama.

b.Mendorong seseornag agar lebih maju dalam kebaikan.

c.Mendidik seseorang untuk menepati janji.

d.Menghindarkan diri dari sifat iri dan dengki.

e.Senantiasa berbesar hati melihat keberhasilan yang diraih orang lain.

f.Dapat memberikan manfaat kepada orang lain.

g.Melatih keikhlasan hati.

C.Persamaan dan Perbedaan antara Hidah dan Hadiah

1.Persamaan

Persamaan hibah, hadiah, antara lain:

a.  Hibah dan hadiah merupakan wujud kedermawanan yang dimiliki seseorang.

b.Hibah dan hadiah merupakan pemberian dari seseorang kepada orang lain.

c.Hibah dan hadiah diberikan tanpa mengharap balasan apa pun dari orang yang diberi.

2.Perbedaan

Perbedaan antara hibah dan hadiah diantaranya yaitu:

a.Hibah

1).  Merupakan pemberian yang didasarkan cinta dan kasih sayang.

2).  Pemberian ini lebih bersifat keduniawian.

3). Biasanya ditujukan kepada orang-orang yang masih ada hubungan kekeluargaan.

4).  Pemberian dalam bentuk barang yang nyata, seperti; rumah, tanah, atau uang.

5). Hibah dilakukan dengan tata cara atau prosedur tertentu dan dilakukan secara tertulis.

b. Hadiah

1). Merupakan pemberian yang didasarkan atas keadaan atau peristiwa tertentu.

2).  Pemberian bersifat keduniawian.

3).  Pemberian hubungan pada orang-orang tertentu.

4). Untuk melaksanakan pemberian hadiah, dapat melalui tata cara atau prosedur tertentu dan dapat pula tidak.

Dengan uraian diatas, kita dapat mengetahui, memahami konsep hibah dan hadiah, serta dapat mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB III

PENUTUP

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hibah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun. Harta benda yang dihibahkan meliputi tanah, rumah, uang, kendaraan, buku-buku, dan lain-lain. Sedangkan hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan maksud untuk memuliakan atau memberikan penghargaan. Dengan kata lain, hadiah berfungsi sebagai imbalan atas jasa orang lain, seperti kebaikan atau jasa yang pernah diperbuat seseorang, prestasi yang pernah diraih ataupun untuk memberi motivasi agar seseorang menjadi lebih baik lagi prestasinya.

Adapun hukum hibah dan hadiah adalah mubah (boleh). Hibah tidak dapat ditarik kembali oleh penghibah kecuali hibah ayah kepada anaknya. Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut , seorang anak justru  menjadi terjerumus dalam kehidupan yang tidak diridlai oleh Allah SWT. Si ayah boleh menarik kembali hibahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, dkk. 2008. Fikih. Sukoharjo: CV Sindunata.

Bigha, Mustafa Diibu. 1986. Fiqh menurut Madzhab Syafi’i. Semarang: Cahaya Indah.

Mahjuddin. 1995. Dirasah Islamiyah: Bagian Ilmu Fiqh. Cet III. Pasuruan: PT Garoeda Buana Indah.

Rajid, Sulaiman. 1989. Fiqh Islam. Cet XXII. Bandung: Sinar Baru.

Rifai, Moh, dkk. Kifayatul Akhyar (Terjemahan). Semarang: Toha Putra.