Sebutkan hasil peninggalan benteng benteng beserta tempatnya di Indonesia

Gambar 01. Benteng Vredeburg

Jika kita melintasi jalan Malioboro, disepanjang jalan tersebut sampai titik nol kilometer tidak hanya berdiri bangunan pertokoan melainkan pula bangunan peninggalan masa kolonial, salah satunya Benteng Vredeburg. Benteng Vredeburg merupakan salah satu bangunan yang menjadi saksi bisu peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Yogyakarta semenjak pemerintah kolonial Belanda masuk ke Yogyakarta.

 Berdirinya benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Setelah kraton mulai ditempati kemudian dibangun bangunan pendukung lainnya seperti Pasar Gedhe, Masjid, alun-alun dan bangunan pelengkap lainnya. Kemajuan kraton semakin pesat sehingga hal ini membawa kekhawatiran bagi pihak Belanda. Oleh karena itu, pihak Belanda  mengusulkan kepada  Sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pembangunan benteng tersebut dengan dalih agar Beanda dapat menjaga keamanan katon dan sektarnya, akan tetapi dibalik dalih  tresebut, Belanda mempunyai maksud tersendiri yaitu untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dengan kata lain bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan berbalik menyerang Belanda dan berubah memusuhi Belanda.

Pada tahun 1760 mulai dibangun sebuah bangunan yang digunakan sebagai benteng kompeni. Bagunan benteng ini masih sangat sederhana, dan pada tahun 1767 oleh gubernur pantai Utaara Jawa di Semarang meminta kepada Sultan agar benteng tersebut dibangun lebih kuat untuk menjamin keamanan orang-orang Belanda. Berkat izin Sri Sultan Hamengku Buwono I, pembangunan benteng selesai pada tahun 1787 dan dibawah pimpinan Gubernur Johannes Sioeberg diresmikan menjadi benteng kompeni dengan nama Rustenburgh yaang artinya “tempat istirahat”. Benteng Rustenburgh mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan pada tahun 1867 di Yogyakarta mengalami gempa bumi sehingga beneng memerlukan perbaikan. Setelah pemugaran selesai oleh Daendels nama benteng Rustenburgh diubah menjadi benteng Vredeburg yang artinya “perdamaian”.

Gambar 02. Kompleks Bangunan di dalam Benteng Vredeburg

Seiring dengan berjalannya waktu, Benteng Vredeburg merekam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di kota Yogyakata. Pada masa penguasaan Inggris 1811-1816, benteng ini dikuasai oleh pemerintah Inggris di bawah penguasaan John Crawfurd atas perintah Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles. Pada masa penguasaan Inggris, terjadi peristiwa penting di tempat ini yaitu terjadinya penyerangan serdadu Inggris dan kekuatan-kekuatan pribumi ke kraton Yogyakarta pada tanggal 18 sampai 20 Juni 1812 yang dikenal dengan peristiwa Geger Sepoy.

Pada 5 Maret 1942 ketika Jepang menguasai Kota Yogyakarta, benteng ini diambil alih oleh tentara Jepang. Beberapa bangunan di Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tawanan orang Belanda dan orang Indonesia yang melawan Jepang. Benteng Vredeburg digunakan pula sebagai markas Kempetei dan juga sebagai gudang senjata serta amunisi tentara Jepang.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945, Benteng Vredeburg diambialih oleh instansi militer Republik Indonesia. Namun, ketika terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948, benteng ini dikuasai oleh pasukan Belanda pada tahun 1948 sampai 1949. Belanda menjadikan benteng ini untuk markas tentara IV G (Informatie Voor Geheimen), yaitu Dinas Rahasia Belanda. Disamping itu, benteng ini juga digunakan sebagai markas batalyon pasukan dan penyimpanan perbekalan berbagai peralatan tempur. Oleh karena itu, pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, pasukan TNI menjadikan benteng ini sebagai salah satu sasaran serangan untuk dapat menaklukan pasukan Belanda. Pada 29 Juni 1949, setelah mundurnya pasukan Belanda dari Yoyakarta, maka pengelolaan Benteng Vredeburg dipegang oleh APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).

Gambar 03. Diorama di Museum Vedeburg

Gambar 04. Adegan Peristiwa Sejarah di Diorama

Pada tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Museum Bneteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta yang menempati tanah seluas 46.574 m persegi. Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT. 001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.

Sumber Referensi:

Hadiyanta, Ign.Eka. 2017. Dinamika Pelestarian Cagar Budaya. Yogyakarta; Ombak.

Handinoto. 2012. Arsitektur dan Kota-Kota di Jawa pada Masa Kolonial. Surabaya: Graha Ilmu.

Tim Penyusun Dinas Kebudayaan DIY. 2017. Ragam Penanda Zaman: Memaknai Keberlanjutan Merawat Jejak Peradaban. Sleman: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. 2019. Kajian Pemuktahiran Data Bangunan Cagar Budaya Kota Yogyakarta. Yogyakarta; CV.Pandhawa Jaya Reswara.

09.00 WIB/29/07/2021

Liputan6.com, Jakarta Indonesia memiliki sejarah panjang dengan Belanda. Selama kurang lebih 3 abad dijajah oleh Belanda, membuat pengaruh yang cukup banyak terhadap tampilan beberapa gaya arsitektur gedung wilayah di Indonesia, salah satunya kota Surabaya. 

Saat masa penjajahan, Belanda membangun gedung-gedung di wilayah Surabaya untuk kepentingannya. Bangunan-bangunan bergaya eropa yang megah tersebar di beberapa wilayah di Surabaya.

Setelah Indonesia merdeka, bangunan-bangunan tersebut masih berdiri kokoh dan kini menjadi warisan bersejarah untuk kepentingan umum bangsa Indonesia. Meskipun usia bangunan-bangunan peninggalan Belanda ini sudah tidak muda lagi, namun masih dapat difungsikan dengan baik.

Bagi kamu yang suka wisata sejarah terutama kota tua, Bangunan-bangunan peninggalan Belanda ini sangat tepat untuk kamu kunjungi. Arsitektur yang megah khas Belanda dan sejarah bangsa Indonesia yang kental di dalamnya akan sangat sayang untuk dilewatkan.

Berikut 6 gedung peninggalan Belanda di Surabaya yang sudah di rangkum liputan6.com dari berbagai sumber, Senin (23/9/2019).

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Gedung De Javasche Bank (Foto:Pemkot Surabaya)

Gedung De Javasche Bank dibangun pada tahun 1829. Gedung ini menyimpan sejarah perbankan di Indonesia. Gedung De Javasche sempat digunakan sebagai Gedung Bank Indonesia pada tahun 1953.

Kini gedung tersebut difungsikan sebagai museum, ruang pameran dan bahkan dapat dijadikan sebagai studio foto yang menarik bagi siapapun yang berkunjung di sana. Gedung De Javasche Bank juga menjadi salah satu cagar budaya milik Bank Indonesia.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Gedung Hallo Surabaya dahulu dikenal sebagai Rumah Sakit Mardi Santosa. Gedung ini didirikan oleh Dr. Van Hoogstraten dan didesain bergaya arsitektur Eropa. Gedung ini berlokasi di Jalan Bubutan Surabaya.

Diberi nama Gedung Hallo Surabaya karena sejak tahun 2009 gedung ini telah diresmikan menjadi Restoran Hallo Surabaya. Meski kemudian restoran ini resmi ditutup, Gedung Hallo Surabaya kini merupakan bangunan cagar budaya.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria. (Sumber: wikipedia)

Gereja Kelahiran Santa Perawan Maria merupakan gereja tertua di Surabaya. Arsitekturnya bergaya Eropa Neo Gotic dengan jendela berbentuk bundar di setiap sisinya.

Jendela tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Gereja ini juga dikenal dengan nama Gereja Katolik Kepanjen dikarenakan lokasinya di Jalan Kepanjen tepat di depan SMP Negeri 2 Surabaya. Gereja ini dibangun pada tahun 1899 dan diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1900.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Gereja Kristen Pregolan Bunder Indonesia terletak di Jalan Pregolan Bunder. Gereja ini merupakan salah satu peninggalan Kolonial Belanda. Dibangun pada tahun 1918 dan masih berdiri kokoh hingga saat ini.

Arsitektur Gereja Kristen ini bergaya desain Kolonial Belanda yang berkembang di Surabaya pada tahun 1870 hingga 1920.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Hotel Majapahit (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Hotel Majapahit merupakan bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu peristiwa perobekan Bendera Belanda (merah putih biru) menjadi Bendera Indonesia (merah putih) oleh arek-arek Suroboyo kala itu. Awalnya Hotel ini bernama Hotel Yamato dan dibangun oleh Lucas Martin Sarkies.

Hotel yang terletak di jalan Tunjungan Surabaya ini banyak dikunjungi karena memiliki spot instagramable dan nilai sejarah yang tinggi. Hotel Majapahit adalah hotel kolonial Belanda yang didesain bergaya Art Nouveau oleh Alfred Bidwell.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Perbesar

Gedung Negara Grahadi (Foto: Dok Kemdikbud)

Gedung Negara Grahadi dibangun pada tahun 1795 pada masa berkuasanya Residan Dirk Van Hogendorps. Awalnya, gedung ini digunakan untuk rumah kebun sebagai tempat peristirahatan pejabat Belanda dan terkadang sebagai tempat pertemuan dan pesta.

Gedung yang dirancang oleh seorang arsitek Belanda bernama Ir. W. Lemci ini sempat menjadai tempat perundingan Presiden Soekarno dengan Jenderal Hawtorn untuk mendamaikan pertempuran pejuang dengan pasukan Sekutu pada 9 November 1945.

Saat ini, Gedung Negara Grahadi menjadi tempat penerimaan tamu Gubernur Jawa Timur, pelantikan pejabat, dan upacara peringatan berbagai hari nasional.

Lanjutkan Membaca ↓

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA