Sebutkan para mustahik zakat sesuai surat at-taubah ayat 60

Zakat merupakan salah satu ibadah wajib yang telah diatur oleh agama Islam melalui Al-Qur’an dan sunah. Oleh karena itu, hukum membayar zakat adalah kewajiban bagi setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat zakat. Zakat ini diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat sesuai ketentuan syariat (mustahiq zakat).

Secara etimologi zakat memiliki beragam makna sesuai konteksnya, antara lain: tathhir (penyuci), shalah (perbaikan), nama’ (berkembang), afdhal (lebih utama), dan aliq (yang paling patut). Menurut Imam ath-Thabari (w. 350 H), zakat disebut dengan istilah “zakat” karena adanya unsur keberkahan yang nampak dalam harta setelah seseorang menunaikan zakat (nama’ atau berkembang).

Imam Syafi’i mendefinisikan zakat sebagai:

اسم لما يخرج عن مال وبدن على وجه مخصوص

Artinya: “Suatu istilah yang menunjuk pengertian harta yang dikeluarkan karena arah hartanya dan karena badan menurut tata aturan yang telah ditentukan” (al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu [3]: 1789). 

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Hukum Memberikan Zakat Kepada Orang Tua dan Kerabat Dekat

Posisi zakat sangat sentral dalam ajaran Islam, kedua setelah ibadah shalat. Ia merupakan ibadah hartawi yang berfungsi sebagai sarana penyuci (tathahhur), pembersih (nadhafah), pengembang (nama’), dan penambah (ziyadah). Zakat dilakukan dengan mengeluarkan sebagian dari kelebihan harta yang dimiliki kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat).

Orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) ada delapan golongan sebagaimana difirmankan Allah swt dalam surah at-Taubah [9] ayat 60 yang berbunyi:

۞ اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana.”

Meskipun pada surah at-Taubah [9] ayat 60 digunakan istilah sadaqat, namun menurut Quraish Shihab ayat ini berbicara mengenai zakat, tepatnya tentang orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat), yakni: orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengelola zakat (amil zakat), para mualaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, orang yang berjuang di jalan Allah dan ibnu sabil.

Al-Sa’adi menuturkan dalam Taisir al-Karim al-Rahman Fi Tafsir Kalam al-Mannan, surah at-Taubah [9] ayat 60 merupakan penegasan dari Allah swt mengenai orang-orang yang berhak menerima zakat wajib. Menurutnya, berdasarkan ayat ini zakat hanya terbatas pada delapan golongan yang telah disebutkan dan tidak boleh diberikan kepada selain mereka.

Pandangan serupa disampaikan oleh Imam al-Syaukani dalam Fath al-Qadir. Ia menyebutkan bahwa sadaqat yang dimaksud pada surah at-Taubah [9] ayat 60 adalah zakat, bukan sedekah secara umum. Artinya, zakat wajib hanya diberikan kepada delapan golongan tersebut, bukan selain mereka. Adapun sedekah secara umum bisa diberikan kepada siapa pun.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 43: Dalil Kewajiban Zakat

Kendati mayoritas ulama sepakat bahwa zakat wajib harus diberikan kepada delapan golongan orang yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat), namun mereka berbeda pendapat mengenai definisi masing-masing golongan dan bagaimana alokasi zakat terhadap mereka, apakah zakat boleh diberikan kepada salah satu golongan saja atau harus diberikan kesemua golongan, tanpa terkecuali (Fath al-Qadir [2]: 424).

Misalnya, Imam Malik berpendapat bahwa zakat boleh diberikan hanya kepada salah satu golongan, sebab makna huruf lam pada lil fuqara sekedar menjelaskan orang-orang yang berhak menerima zakat dan bukan selain mereka. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat lam tersebut bermakna kepemilikan sehingga setiap golongan wajib menerimanya. Hal ini dikuatkan pula dengan penyebutan kata innama yang mengandung makna pengkhususan (Tafsir al-Misbah [5]: 630).

Terlepas dari dua perbedaan pandangan mengenai cara pengalokasian zakat kepada mustahiq zakat, kita harus menyadari bahwa zakat hanya diberikan kepada kedelapan golongan tersebut, bukan selain mereka. Kemudian, apakah harus dibagi kesemua golongan atau salah satunya saja, penulis rasa hal ini harus disesuaikan dengan konteks dan kepentingan. Sebagai contoh, fakir atau miskin tentu lebih berhak dibandingkan mualaf yang kaya.

Berikut secara rinci pengertian masing-masing golongan atau orang yang berhak menerima zakat:

Menurut Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitabnya, Syarah Kasyifah as-Saja fi Syarhi Safinah an-Naja, fakir adalah orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan guna mencukupi kebutuhannya. Sedangkan orang miskin adalah mereka yang memiliki harta atau pekerjaan, namun itu semua tidak mampu menutupi kebutuhan hidupnya. Keduanya sama-sama membutuhkan santunan guna memenuhi kebutuhan.

Kemudian, amil zakat atau para pengelola zakat seperti BAZNAS. Mereka ini adalah orang yang melakukan pengelolaan zakat, mulai dari mengumpulkan, menentukan siapa yang berhak menerima zakat, mencari mustahiq zakat, maupun membagi dan mengantarkan zakat kepada mustahiq zakat. Dalam konteks ini, amil zakat berfungsi sebagai wakil dari penerima zakat.

Penerima zakat selanjutnya adalah mualaf atau orang yang baru masuk Islam. Hal itu dikarenakan seorang mualaf keimanannya masih rapuh, belum kuat, dan Islam sebagai agama yang penuh rahmat menghargai keimanannya. Dengan memberikan zakat kepada mualaf, maka kita juga memberikan kemuliaan kepada mereka seakan-akan mengucapkan selamat datang di dalam agama persaudaraan, agama yang penuh rahmat, dan kasih sayang (Tafsir al-Misbah [5]: 631).

Baca Juga: Tafsir Ahkam: Syarat, Rukun Puasa Ramadan, dan Alasan Niat di Malam Hari

Selanjutnya, al-riqab atau hamba sahaya. Al-riqab aalah bentuk jamak dari raqabah yang pada mulanya bermakna “leher”. Makna ini berkembang menjadi “hamba sahaya atau budak” karena sering kali mereka berasal dari tawanan perang yang tangannya terbelenggu dan lehernya terikat. Pemberian zakat kepada budak diperlukan dalam rangka pengupayaan kemerdekaan mereka.

Penerima zakat berikutnya adalah al-garimin atau orang-orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayarnya, walaupun yang bersangkutan memiliki kecukupan untuk kebutuhan hidup dan keluarganya. Jika ia tidak memiliki, maka ia termasuk kelompok fakir miskin. Pemberian zakat kepada mereka diharapkan dapat memberi keringanan atas beban yang dihadapi (Tafsir al-Misbah [5]: 632).

Kata fi sabilillah dipahami mayoritas ulama dalam arti pejuang yang berjihad di jalan Allah swt, baik secara langsung ataupun tidak. Dalam konteks modern, fi sabilillah juga dapat dikaitkan dengan kegiatan sosial, baik yang dikelola individu maupun organisasi, yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan masyarakat.

Penerima zakat yang terakhir adalah ibnu sabil atau secara harfiah dimaknai anak jalan. Para ulama memahaminya dalam arti siapa pun yang kehabisan bekal, dan dia sedang berada dalam perjalanan walaupun ia kaya di negeri asalnya. Artinya, siapa saja yang berada dalam perjalanan berhak mendapatkan zakat atau bantuan jika ia kehabisan bekal. Wallahu a’lam.

Jakarta -

Surat At Taubah ayat 60 memiliki kandungan yang menjadi pedoman penting bagi umat muslim dalam mengamalkan zakat. Surat At Taubah adalah surat yang ke-9 sebanyak 129 ayat dalam susunan mushaf Al Quran

Sesuai namanya, surat yang termasuk dalam golongan Madaniyyah ini mengandung pengulangan kata taubat dalam berbagai bentuk. Sebab itu, surat ini dinamakan At Taubah sebagai bentuk sifat Allah SWT yang Maha Menerima Taubat.

Selain itu, surat At Taubah juga mengandung pedoman dalam berzakat bagi umat muslim seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Adapun bunyi bacaan salah satu ayat dari surat At Taubah yang berisi tentang pedoman berzakat, tepatnya perihal golongan penerima zakat di antaranya sebagai berikut,

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Artinya: "Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana."

Berdasarkan tafsir dari Kementerian Agama, surat At Taubah ayat 60 menjelaskan delapan golongan orang yang lebih berhak menerima zakat. Delapan golongan ini ditentukan Allah SWT berdasarkan urgensi kebutuhannya masing-masing. Ada siapa saja?

8 golongan penerima zakat berdasarkan Surat At Taubah Ayat 60

1. Orang fakir, yaitu orang yang mempunyai harta dan mata pencaharian yang tidak mencukupi dan tidak meminta-minta seperti pendapat Imam Syafi'i. Menurut tafsir Ibny Katsitr, golongan ini disebutkan lebih dahulu sebab dianggap lebih memiliki urgensi dibanding golongan lainnya.

"Sesungguhnya kaum fakir miskin disebutkan lebih dahulu dalam ayat ini daripada golongan yang lain, karena mereka lebih memerlukannya ketimbang golongan lain, menurut pendapat yang terkenal, juga mengingat hajat dan keperluan mereka yang sangat mendesak," tulis Ibnu Katsir.

2. Orang miskin, yaitu orang yang mempunyai harta atau mata pencaharian tetapi tidak mencukupi kebutuhan sehingga meminta-minta merendahkan harga diri.

3. Orang-orang yang menjadi amil zakat, yaitu orang-orang yang ditugaskan untuk mengumpulkan, mengurus dan menyimpan harta zakat. Baik mereka yang bertugas mengumpulkan atau menyimpan harta zakat sebagai bendahara, pengatur administrasi pembukuan, penerimaan maupun pembagian (penyaluran).

4. Mualaf, yang dimaksud adalah orang yang perlu dihibur hatinya agar masuk Islam atau orang-orang yang dikhawatirkan memusuhi dan mengganggu kaum Muslimin atau pun orang yang diharapkan memberi bantuan kepada kaum Muslimin.

Menurut tafsir Kemenag, orang-orang yang disebut mualaf pada zaman nabi terbagi menjadi tiga golongan seperti,

  • Golongan orang-orang kafir yang berpengaruh dan diharapkan (masuk Islam) sebagaimana perlakuan Nabi Muhammad terhadap shafwan bin Umayah pada ketika penaklukan kota Mekah.
  • Golongan orang-orang kafir yang miskin kemudian masuk Islam untuk meneguhkan iman mereka.
  • Golongan muslimin yang mendiami daerah perbatasan dengan orang kafir. Mereka ini diberi zakat karena diharapkan kewaspadaan mereka dalam mempertahankan kawasan kaum Muslimin dan memperhatikan gerak-gerik musuh.

5. Golongan orang yang berhak menerima zakat menurut surat At Taubah ayat 60 selanjutnya adalah orang yang berusaha bebas dari perbudakan. Orang-orang ini pula yang kerap disebut dengan hamba sahaya.

6. Orang yang berhutang. Golongan ini pun dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu, orang yang berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pada jalan yang bukan maksiat dan juga golongan orang yang berhutang untuk kepentingan umum.

7. Sabilillah, yaitu orang-orang yang secara suka-rela menjadi tentara melakukan jihad, membela agama Allah terhadap orang-orang kafir yang mengganggu keamanan kaum muslimin.

8. Ibnu Sabil adalah orang yang sedang musafir yang memerlukan pertolongan meskipun ia mempunyai kekayaan di negerinya. Musafir yang seperti ini dapat diberikan bantuan dari harta zakat selama ia tidak bertujuan maksiat dari perjalanannya itu.

Dikutip dari tafsir surat At Taubah ayat 60 dari Ibnu Katsir, ada beberapa perbedaan pendapat mengenai delapan golongan yang berhak menerima zakat ini. Pendapat pertama dari Imam Syafii dan sejumlah ulama menyebutkan bahwa harta zakat harus dibagikan kepada semua delapan golongan tersebut.

Sementara itu, pendapat dari Imam Malik dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf mengatakan bahwa zakat boleh diberikan kepada salah satu golongan saja. Sehingga tidak diwajibkan untuk memberi zakat kepada seluruh delapan golongan penerima zakat tersebut.

"Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak wajib membagikan harta zakat kepada semua golongan yang delapan itu, melainkan boleh diberi­kan kepada satu golongan saja di antara mereka. Semua harta zakat boleh diberikan kepadanya, sekalipun golongan yang lain ada," tulis Ibnu Katsir.

Nah, itulah penjelasan mengenai isi dari surat At Taubah ayat 60. Dengan memahami isi kandungannya, semoga informasi ini dapat dijadikan pedoman bagi kita semua dalam menunaikan zakat fitrah ya, Sahabat Hikmah.

Simak Video "KuTips: Tips Betah Baca Al-Qur'an Biar Khatam Pas Ramadan!"



(rah/row)