Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan Hindu yang diperkirakan eksis pada abad 8 hingga 10 Masehi. Sejarah Kerajaan Mataram Kuno cukup panjang, sebab dipimpin oleh dua dinasti yang berbeda. Penasaran dengan kelanjutan sejarah serta peninggalan dari kerajaan tersebut? Yuk simak ulasan lengkapnya berikut ini!

Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Lokasi Kerajaan ini diperkirakan berada di sekitar Medang atau di Poh Pitu, Jawa Tengah. Kemungkinan, Kerajaan Mataram berada di sekeliling pegunungan atau utara Gunung Merapi. 

Lebih mudahnya kerajaan ini diperkirakan berada di Jawa Tengah, yaitu antara daerah Kedu hingga ke Prambanan. 

Menurut catatan sejarah, Mataram Kuno diperkirakan ada pada abad ke 8 di daerah Jawa Tengah. Kerajaan ini memiliki sejarah yang cukup panjang karena sempat dipimpin oleh dua dinasti. 

Maksudnya di sini, terdapat dua Wangsa atau keluarga turun temurun yang memimpin secara bersamaan pada waktu itu. 

Dinasti yang memimpin pada saat itu dikenal dengan Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu dan Dinasti Syailendra yang beragama Budha. Meskipun keduanya berbeda, tetapi kedua dinasti tersebut memimpin berdampingan dan damai. 

Strategi pemerintahan yang digunakan biasanya saling mengisi satu sama lain dan terkadang memerintah secara bersamaan.  

Tentu saja sejarah Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki pemerintahan unik ini tidaklah tercipta secara sendirinya, sebab ada beberapa faktor yang membuat sistem pemerintahan menjadi unik. 

Pada mulanya, perpecahan ini timbul dalam keluarga Syailendra karena adanya sebagian anggota keluarganya memeluk agama Buddha. 

Faktor inilah yang menimbulkan perpecahan dan perbedaan dalam pemerintahan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh kerabat kerajaan yang memeluk agama Hindu di Jawa bagian Utara. 

Sementara itu, bagi yang sudah memeluk agama Buddha dapat memerintah dan berkuasa di Jawa daerah Selatan. 

Meskipun begitu, perpecahan yang terjadi dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Bahkan keluarga ini bersatu kembali dengan ditandai oleh perkawinan Rakai Pikatan yang berasal dari keluarga beragama Hindu menikah dengan Paramudawardani. Hal inilah yang membuat dwi pemerintahan menjadi lebih akur. 

Mulanya kehidupan agama Kerajaan Mataram Kuno hanya didominasi olah agama Hindu atau Syiwa. Namun setelah Raja Sanjaya wafat, maka kekuasaannya digantikan oleh putranya bernama Rakai Panangkaran. 

Menurut catatan sejarah Kerajaan Mataram Kuno, Raja Panangkaran memiliki kontribusi dalam  perkembangan agama Buddha di Kerajaan Mataram Kuno.

Bahkan hal ini sudah dibuktikan dalam peninggalan Prasasti Kalasan (berangka 778 M). Pada catatan sejarah ini Raja Panangkaran memberikan hadiah tanah. Setelah itu, memerintahkan agar membangun sebuah Candi yang dipersembahkan Dewi Tara. 

Tak hanya itu saja, Raja Panangkaran juga mengutus untuk membangun sebuah biara untuk para pengikut Buddha.

Kemudian setelah Raja Panangkaran telah tutup usia, sempat terjadi perselisihan antara anggota keluarga yang masih menganut agama Hindu dan penganut agama Buddha. 

Namun konflik tersebut tidak terjadi dalam waktu yang lama, bahkan keduanya  (penganut agama Hindu dan Buddha) di kerajaan Mataram Kuno dapat hidup rukun.

Baca Juga: Mengintip Sejarah Kerajaan Tarumanegara serta Peninggalannya

Masa Keemasan Kerajaan Mataram Kuno 

Raja Sanjaya menjadi Pemimpin yang paling terkenal di Kerajaan Mataram Kuno. Sebab, Raja Sanjaya memiliki sifat yang bijaksana, adil, arif, dan memiliki pengetahuan luas. 

Tak heran jika rakyat dapat hidup dengan makmur, aman dan tenteram. Oleh karena itu, Kerajaan Mataram Kuno mengalami masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Raja Sanjaya. 

Raja Sanjaya banyak membangun berbagai tempat suci, seperti bangunan pemujaan lingga di atas Gunung Wukir dan lain sebagainya. Bangunan ini dikenal sebagai lambang telah ditaklukkannya raja raja kecil di sekitar Kerajaan Mataram Kuno. 

Menurut catatan sejarah Kerajaan Mataram Kuno, masa keemasan juga diraih pada Raja Besar lainnya yaitu Raja Balitung. 

Pada masa pemerintahan Raja Balitung pada tahun 898 sampai 911 Masehi ini mengalami kemajuan hampir di semua bidang. 

Misalnya saja bidang politik, agama, kebudayaan, dan ekonomi. Raja ini juga membangun Candi Prambanan sebagai candi yang megah, dan anggun dengan relief menawan di dalamnya. 

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Pajajaran, Kerajaan Hindu Terakhir di Jawa

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno 

1. Candi Hindu

Karena masa pemerintahannya milik dua dinasti yang berkuasa, maka ada banyak peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Salah satu peninggalan yang masih bisa dilihat hingga kini yaitu Candi. 

Terdapat berbagai macam Candi Hindu yang ditinggalkan. Mulai dari Candi Gatotkaca, Candi Arjuna, Candi Bima, Candi Puntadewa, Candi Semar, hingga Candi Prambanan.

2. Candi Buddha

Tidak hanya Candi bercorak Hindu saja yang masih bisa disaksikan hingga abad ke 21 ini. Sebab, ada juga Candi dengan corak bangunan Budha. 

Candi tersebut meliputi, Candi Mendut, Candi Ngawen, Candi Pawon, dan Candi Borobudur. Candi dengan corak bangunan agama Buddha ini menjadi yang terkenal di Nusantara.

3. Prasasti 

Selain candi, sejarah Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan beberapa prasasti sebagai bukti sejarahnya. Prasasti ini cukup beragam dan lokasi penemuannya juga berbeda. 

Prasasti tersebut meliputi, Prasasti Sojomerto (Abad ke-7), Prasasti Canggal (732 M), Prasasti Kalasan (778 M), Prasasti Kelurak (782 M), Prasasti Ratu Boko (856 M), dan Prasasti Mantyasih (907 M). 

Itulah beberapa informasi mengenai kerajaan Mataram Kuno yang ada di Jawa Tengah. Pada masa pemerintahan Raja Sanjaya dan Raja Balitung, kerajaan ini mengalami puncak kejayaan. Hal ini juga telah dibuktikan dengan berbagai macam peninggalan sejarah berupa Candi dan prasasti prasasti yang dapat disaksikan hingga kini. 

Baca Juga: Menguak Sejarah Kejayaan Kerajaan Banten dan Peninggalannya

cc image: goodnewsfromindonesia

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Banyak yang masih keliru dalam membedakan candi Budha dan candi Hindu. Padahal perbedaan candi Hindu dan Budha cukup signifikan lho!

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha
Candi Borobudur, salah satu candi Budha paling populer di Indonesia

Umat Buddha khususnya di Indonesia, merayakan Hari Raya Waisak 2564 BE atau pada Kamis, 7 Mei 2020.

Biasanya, puncak perayaan hari raya Waisak diselenggarakan di candi-candi Budha yang ada di Indonesia seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Jiwa, dan candi-candi lainnya.

Namun, mengingat kasus positif virus corona di Indonesia terus meningkat, Kementerian Agama (Kemenag) mengimbau peringatan pelaksanaan Hari Raya Waisak 2564 BE dirayakan di rumah masing-masing.

Bicara soal candi, sebagian besar dari kamu pasti sudah tahu bahwa Indonesia memiliki banyak sekali candi Hindu maupun candi Budha yang tersebar di hampir seluruh Pulau Jawa dan Bali.

Pada umumnya candi digunakan sebagai tempat pemujaan dewa dan dewi pemeluk agama Hindu dan Budha. 

Selain itu candi juga dapat dimanfaatkan sebagai istana, gapura, tempat pemandian, dan lain sebagainya.

Sekilas, candi Hindu dan Budha serupa. Namun ternyata, terdapat perbedaan candi Hindu dan Budha dari berbagai aspek.

Masih banyak yang keliru, ini perbedaan candi Budha dan candi Hindu 

Perbedaan candi Hindu dan Budha ada banyak. Baik itu dari segi fungsi, bahan pembuat candi, bentuk puncak candi, struktur, hingga arca candi.

Lebih lengkapnya, ini dia yang membedakan keduanya.

Fungsi

Secara umum, fungsi candi tidak terlepas dari fungsi keagamaan. 

Namun dilansir dari candi.pnri.go.id, terdapat perbedaan antara keduanya. 

Perbedaannya, candi-candi Budha umumnya dibangun sebagai bentuk pengabdian kepada agama dan untuk mendapatkan ganjaran. 

Candi juga digunakan sebagai tempat ibadah atau tempat pemujaan para dewa pada zaman itu.

Dan candi-candi Hindu di Indonesia umumnya dibangun oleh para raja pada masa hidupnya. 

Arca dewa, seperti Dewa Wisnu, Dewa Brahma, Dewi Tara, dan Dewi Durga, yang ditempatkan dalam candi banyak dibuat sebagai perwujudan leluhurnya. 

Struktur

Struktur bangunan pada candi Hindu dan Buddha memiliki kesamaan. Ragam hias yang terdiri dari pelipit candi, relief hias ornamental, ujung pada pipi tangga, antefiks, dan bahan dasar batu candi sama-sama bisa ditemukan di candi Hindu dan Budha. 

Namun perbedaannya yang signifikan terlihat jelas pada bentuk puncak dari candi tersebut. 

Pada candi Budha, bentuk puncaknya berbentuk kubus, dan biasa disebut stupa. Pada candi Hindu, bentuk puncaknya meruncing berbentuk tabung dan biasa disebut amalaka. 

Penyebutan setiap tingkatan candi

Candi Hindu dan Budha juga sama-sama terdiri dari tiga bagian, yaitu kaki candi, tubuh candi, dan atap. 

Namun terdapat perbedaan dalam penyebutan ketiga tingkatan dunia yang digambarkan pada bagian candi, yaitu kaki, tubuh dan atap. 

Candi Budha menyebutnya Bhurloka, yaitu bagian dasar candi yang menyimbolkan dunia fana, Bhurvaloka yaitu tubuh candi yang menyimbolkan dunia pemurnian atau pembersih, dan Svarloka yaitu bagian atas atau atap candi yang menyimbolkan dunia para dewa.

Sedangkan candi Hindu menyebutnya dengan Kamadhatu yaitu bagian dasar candi sebagai simbol bahwa manusia identik dengan penuh dosa, Rupadhatu yaitu bagian tengah candi sebagai simbol bahwa kehidupan manusia di dunia fana yang penuh dengan nafsu, dan Arupadhatu yaitu bagian atas atau atap candi sebagai simbol bahwa manusia yang telah mencapai nirwana.

Kompleks percandian

Perbedaan juga terlihat pada kompleks percandian. Pada candi-candi dengan latar belakang agama Buddha, umumnya terdapat sebuah candi induk dengan banyak candi perwara di sekelilingnya. 

Pada candi-candi Buddha biasanya terdapat sebuah relung yang bisa membuat pengunjungnya dapat melihat ke dalam bilik candi tersebut. 

Sedangkan di candi Hindu, umumnya pola terlihat adalah sebuah candi induk dengan tiga buah candi perwara di depannya. Pada candi induk tersebut terdapat arca-arca.

Relief cerita yang ada di sekitar candi

Relief cerita yang ada di sekeliling candi juga berbeda.

Bila relief yang ada menceritakan kisah-kisah Buddha, seperti Jataka, Lalitavistara, dan lain-lain, maka dapat dipastikan candi tersebut merupakan candi Buddha.

Sebaliknya, bila relief tersebut menceritakan kisah-kisah Hindu seperti Garudeya, Ramayana, Mahabharata, Tantri Kamandaka dan lain sebagainya, maka dapat dipastikan candi tersebut merupakan candi Hindu. 

Contoh candi Budha yang ada di Indonesia

- Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah

- Candi Mendut, Magelang, Jawa Tengah

- Candi Pawon, Magelang, Jawa Tengah

- Candi Banyunibo, Sleman, Yogyakarta

- Candi Sewu, Yogyakarta

- Candi Plaosan, Klaten, Jawa Tengah

- Candi Muara Takus, Riau

Contoh candi Hindu yang ada di Indonesia

- Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta

- Candi Arca Gupolo, Sleman, Yogyakarta

- Candi Arca Gupolo, Sleman, Yoyakarta

- Candi Sambisari, Sleman, Yoyakarta

- Candi Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah

- Candi Sukuh, Karanganyar, Jawa Tengah

- Candi Cetho, Karanganyar, Jawa Tengah

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Terinspirasi

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Terhibur

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Biasa Saja

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Tidak Menarik

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Terganggu

Sebutkan perbedaan peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Budha

Tidak Suka