Sebutkan Tiga perjuangan diplomasi yang dilakukan Indonesia untuk mendapatkan Kedaulatan

Halo Sobat SMP! Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Belanda masih belum bisa mengakui kedaulatan Indonesia. Bahkan, Belanda masih kekeh untuk menguasai Indonesia kembali dengan memboncengi tentara Sekutu.

Kedatangan Belanda dan tentara sekutu ke Tanah Air tidak disambut baik oleh masyarakat karena tujuan mereka datang adalah menaklukkan kembali tanah jajahannya. Benar saja, pertempuran antara para pejuang dengan tentara Sekutu tak terelakkan. Banyak bentrokan  terjadi, sebut saja Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api, dan masih banyak lagi.

Karena tidak ingin terjadi banyak pertumpahan darah, pihak Indonesia dan pihak Belanda melakukan sejumlah perjanjian-perjanjian untuk mencapai kesepakatan. Indonesia sendiri pun terus berusaha untuk mendapatkan kedaulatan NKRI dari mata dunia melalui diplomasi-diplomasi. Berikut ini merupakan beberapa diplomasi penting yang dilakukan oleh Indonesia dalam rangka meraih kedaulatan negara:

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, Belanda masih belum mengakui kedaulatan NKRI secara de facto. Oleh karena itu, diadakan sebuah perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk membahas hal tersebut. Perundingan tersebut adalah Perjanjian Linggajati yang dilakukan di Kuningan, Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947. Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. 

Perundingan di Linggajati ini mencapai beberapa persetujuan, antara lain Belanda mengakui RI secara de facto yang terdiri atas Jawa, Madura, dan Sumatra. Selain itu akan dibentuk negara federal yang dinamakan Republik Indonesia Serikat (di mana RI menjadi salah satu negara bagiannya). Terakhir akan dibentuk Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni. 

Usai peristiwa di Linggajati, Belanda melanggar perjanjian tersebut dengan melakukan Agresi Militer Belanda I secara serentak pada 21 Juli 1947 terhadap kota-kota besar wilayah RI di Jawa dan Sumatera. Tindakan ini mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional. Oleh karena itu, PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan Australia sebagai perwakilan Indonesia (Richard C. Kirby), Belgia sebagai perwakilan Belanda (Paul Van Zeeland), dan Amerika Serikat sebagai penengah (Prof. Dr. Frank Graham) untuk menyelesaikan permasalahan ini.

Maka dari itu, dilakukanlah sebuah perundingan di atas kapal milik Amerika Serikat yang bernama USS Renville pada 17 Januari 1948. Kala itu, kapal USS Renville sedang bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok.Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Belanda menempatkan seorang Indonesia bernama R. Abdulkadir Wijoyoatmojo sebagai ketuanya. Hasil yang dituai dari perjanjian ini adalah Belanda tetap berdaulat sampai terbentuknya RIS, RI sejajar kedudukannya dengan Belanda, RI menjadi bagian dari RIS dan akan diadakan pemilu untuk membentuk Konstituante RIS, serta tentara Indonesia di daerah Belanda (daerah kantong) harus dipindahkan ke wilayah RI.

Baca Juga  Bersinergi Dalam Pengelolaan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville dengan melancarkan Agresi Militer Belanda II. Hal ini menyebabkan Indonesia terpaksa mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatra Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara.

Setelah mendapatkan kecaman dari dunia internasional, barulah Belanda mau mengadakan perundingan kembali dengan Indonesia. Perundingan Dalam perundingan ini dinamakan dengan Perundingan Roem-Royen, digelar di Jakarta pada 7 Mei 1949. Mr. Moh. Roem sebagai ketua delegasi mewakili Indonesia dan Dr. J.H Van Royen sebagai ketua delegasi Belanda. Sedangkan, sebagai mediator perundingan adalah Merle Cochran dari UNCI.

Hasil dari perundingan ini adalah menghentikan perang gerilya dan Indonesia-Belanda bekerja sama dalam memelihara ketertiban dan keamanan. Kembalinya pemerintah RI ke Yogyakarta dan bersedia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

  • Konferensi Inter-Indonesia

Sebelum pelaksanaan Konferensi Meja Bundar diadakan Konferensi Inter-Indonesia yaitu Republik Indonesia dengan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal. Mula-mula diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949, kemudian dilanjutkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949. Keputusan penting antara lain negara yang akan dibentuk nanti dinamakan RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) adalah angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.

Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda. Delegasi Belanda dipimpin oleh van Maarseveen. Delegasi Indonesia dipimpin Drs. Moh. Hatta, untuk delegasi BFO (forum permusyawaratan federal yang terdiri atas Negara-negara boneka buatan Belanda) dipimpin oleh Sultan Hamid II. Sidang berlangsung pada tanggal 23 Agustus sd 2 November 1949. KMB menghasilkan beberapa keputusan penting, yaitu Belanda mengakui kedaulatan Indonesia paling lambat 30 Desember 1949. Selain itu, Indonesia berbentuk negara serikat dan merupakan sebuah uni dengan Belanda. Uni Indonesia-Belanda dipimpin oleh Ratu Belanda. Namun, permasalahan Irian Barat masih merupakan daerah perselisihan dan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.

Meskipun tidak memuaskan banyak pihak, tetapi itulah hasil optimal yang dapat diperoleh. Akhirnya, pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada RIS. Bangsa Indonesia melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan negara Republik Indonesia dan mendesak keluar dari wilayah RI yang ditandai dengan upacara pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan KMB antara Indonesia-Belanda.

Penulis: Pengelola Web Direktorat SMP

Referensi: Modul PJJ IPS Kelas IX Semester Genap terbitan Direktorat SMP tahun 2020



KONTAN.CO.ID -  Berbagai perundingan diadakan yang bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Hal tersebut dilakukan karena setelah Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia masih menghadapi berbagai permasalahan.  Banyak pertempuran dan perundingan terjadi setelah Proklamasi karena Belanda ingin menguasai kembali wilayah Indonesia. Pertempuran seperti Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, dan Bandung Lautan Api, terjadi akibat Belanda bersikeras ingin menduduki Indonesia. Karena permasalahan inilah, perundingan dan konferensi antara Indonesia dan Belanda dilaksanakan.  Bersumber dari Direktorat SMP Kemendikbud Ristek, ada 5 perundingan yang digelar dalam rangka mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI) pasca Proklamasi.  Mari simak perundingan yang dilaksanakan dalam rangka mempertahankan kedaulatan Indonesia di bawah ini: Baca Juga: 5 Pertempuran yang terjadi setelah kemerdekaan Indonesia

Perundingan Linggarjati

Belanda masih belum mengakui kedaulatan NKRI secara de facto, meski Indonesia sudah menyatakan proklamasi kemerdekaannya.  Karenanya, perundingan diadakan untuk membahas hal tersebut yang dikenal dengan Perjanjian Linggarjati. Perundingan Linggarjati dilakukan di Subang Jawa Barat pada 10-15 November 1946 dan disahkan pada 25 Maret 1947.  Pada perundingan tersebut, wakil dari Indonesia adalah Sutan Sjahrir dan wakil dari Belanda adalah Prof. Schermerhorn. Beberapa persetujuan yang dicapai di Perundingan Linggarjati adalah:
  • Belanda mengakui RI secara de facto atas Jawa, Madura, dan Sumatra. 
  • Dibentuknya negara negara federal dengan nama Republik Indonesia Serikat, dimana RI menjadi salah satu negara bagiannya. 
  • Pembentukan Uni Indonesia Belanda dengan Ratu Belanda sebagai kepala uni.


PERJUANGAN DIPLOMASI

A.Perjanjian Linggrajati  Perjanjian Linggrajati berlangsung di Linggrajati,Cirebon pada 10 November 1946. Dalam perundingan, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan Belanda diwakili Van Mook.  Isi perjanjian Linggrajati adalah: 1.Belanda hanya mengakui kekuasaan RI atas Jawa,Madura, dan Sumatera. 2.RI dan Belanda bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat  dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Indonesia merupakan salah satu negara bagiannya. 3.Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh ratu Belanda.  Hasil perundingan ini disebut sebagai Perjanjian Linggrajati yang ditandatangani di Istana Rijswijk (merdeka) pada tanggal 25 Maret 1947. Sebenarnya, hasil perundingan ini merugikan Indonesia. Bagaimana tidak,wilayah Indonesia semakin dipersempit dan Belanda pun tidak menjalankan dengan baik perjanjian ini. Karena Belanda selalu melakukan penyerangan besar-besaran ke wilayah Indonesia yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I

B.Perjanjian Renville

 Perjanjian Renville berlangsung di kapal angkatan laut Amerika Serikat USS Renville. Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan sengketa Indonesia dengan Belanda. PBB (perserikatan bangsa-bangsa) membentuk Komite Tiga Negara (KTN) yang anggotanya dipilih Indonesia dan Belanda.  Anggota KTN adalah Australia yang dipilih Indonesia, Belgia yang dipilih Belanda dan Amerika Serikat yang dipilih Australia dan Belgia sebagai penengah. Dalam perjanjian ini Indonesia diwakili Amir Syarifuddin dan Belanda diwakili R.Abdulkadir Wijoyoatmojo dan sepertinya si R.Abdul Kadir M. ini orang Indonesia yang memihak Belanda kawan.  Isi perjanjian Renville adalah: 1.Belanda hanya mengakui Wilayah RI atas Jateng,Jogjakarta, Jatim, sebagian kecil Jabar dan Sumatera. 2.Tentara Republik Indonesia (TRI) ditarik mundur dari daerah kedudukan Belanda. Akibat dari perjanjian Renville sebenarnya semakin merugikan Indonesia karena wilahnya semakin sempit. Setelah perjanjian ini tejadi peristiwa penting antara lain pemberontakan PKI di Madiun dan pemindahan ibukota RI ke Jogjakarta karena Jakarta diduduki Belanda.  Bahkan pada tanggal 18 Desember 1948 Belanda mengumumkan bahwa tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville lalu melakukan serangan besar-besaran ke wilayah RI yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda II

C.Perundingan Roem-Royen

 Hebatnya perjuangan rakyat dan tekanan Internasional memaksa Belanda menerima perintah PBB agar menghentikan agresinya dan kembali ke meja perundingan. Untuk mengawasi jalannya perundingan, PBB membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia)  Perundingan ini berjalan berlarut-larut hingga akhirnya ditandatangani pada 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Moh. Roem dan Belanda dipimpin dr. Van Royen sebagai penengah adalah UNCI.  Isi perjanjian Roem-Royen adalah: 1.Pemerintahan RI dikembalikan ke Yogyakarta, penghentian perang dan pembebasan tahanan politik. 2.Indonesia dan Belanda bekerja sama mengembalikan perdamaian. 3.Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. 4.Akan diselenggarakan KMB setelah pemerintahan RI kembali ke Jogjakarta.

D.Konferensi Meja Bundar (KMB)

 KMB merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen . KMB bertempat di Deen Hag,Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949.  Delegasi Indonesia dipimpin Moh.Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah negara-negara Federal dipimpin Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin Mr. Van Maarseveen,sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley.  Hasil dari KMB adalah: 1.Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda menyerahkan kedaulatan pada RIS pada akhir Desember 1949. 2.RIS dan Belanda akan tergabung dalam Uni Indonesia-Belanda. 3.Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan.

E.Tokoh Pejuang Diplomasi Indonesia.

Berikut ini adalah beberapa pejuang diplomasi Indonesia: 1.Bung Karno  Bung Karno merupakan pejuang diplomasi sekaligus presiden Indonesia pertama. Ia lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901. ditangkap,dipenjara, dan diasingkan merupakan hal biasa baginya. Bung Karno merupakan ahli diplomasi.Menurutnya,diplomasi adalah cara terbaik melawan musuhnya.  Misalnya, pada waktu berdiplomasi dengan Letjen Christison. Hasilnya,sekutu menyatakan kedatangannya tidak akan melebur kemerdekaan RI pada tanggal 1 Oktober 1945. Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jatim. 2.Drs. Moh.Hatta  Lahir 12 Agustus 1902 di Bukit Tinggi,Sumatera Barat. Bersama Bung Karno ia   ditangkap,dipenjara, dan diasingkan. Keberhasilan Bung Hatta dalam diplomasi antara lain: a.Pemimpin Delegasi Indonesia di KMB, Den Haag Belanda. b.penggerak ekonomi dengan membuat koperasi (Sebagai Bapak Koperasi Indonesia) c.Penggerak pelajar mahasiswa di Belanda. d.Anggota perundingan di Kaliurang,yang dilakukan oleh KTN.  Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta. 3.Sri Sultan Hamuwengkubono IX  Lahir 13 April 1912 di Jogjakarta. Ia menyatakan Daerah Jogjakarta bersifat kerajaan sebagai bagian NKRI dan Daerah Istimewa. Keberhasilannya dalam diplomasi antara lain: a.Bersama Letkol Suharto mengatur dan menyiapkan serangan umum 1 Maret 1949 dan berhasil menguasai kembali Jogjakarta.

b.Pada tanggal 27 Desember 1949 menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Indonesia dan Belanda di Jakarta.

"JAS MERAH" Jangan sekali-kali melupakan sejarah

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA