Sebutkan ujian Allah yang berupa kesenangan 3 saja

Sebutkan ujian Allah yang berupa kesenangan 3 saja

Jenis-Jenis Ujian Keimanan bagi Umat Islam: Kesenangan, Kesusahan, Perintah, Larangan, Musibah sesuai Kadar Keimanan.

UMAT Islam di seluruh dunia akan terus mendapatkan ujian keimanan dari Allah SWT. Ujian iman bagi kaum Muslim ini bahkan muncul sejak agama Islam diturunkan ke bumi.

Allah SWT akan menguji kesungguhan keimanan kaum Muslim dengan banyak ujian sehingga diketahui siapa yang benar-benar beriman atau pura-pura beriman alias berbohong; siapa yang sabar, siapa yang kufur, siapa yang munafik, dan siapa yang siap berjihad atau yang lari dari medan jihad kerena lemah iman. 

"Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.” (QS Al-Ankabut [29]: 2-3).

"Apakah kalian mengira akan (dapat) masuk surga sedang belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan serta digoncang (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. Al-Baqoroh [2]: 214).

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Q.S. Ali Imron [3]: 142)

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (Munafik) dari yang baik (Mukmin)…” (QS Al-Baqoroh [2]: 179). 

Ujian Keimanan: Kesenangan dan Kesusahan

Secara umum, Allah SWT menguji keimanan kaum Muslim itu dengan dua jenis ujian, sebagaimana dinamika dan ketentuan yang berlaku dalam kehidupan di dunia:
  1. Kesenangan atau kenikmatan 
  2. Kesusahan atau kesengsaraan,
"Sungguh akan kami uji (iman) kalian dengan kesusahan dan (dengan) kesenangan. Dan hanya kepada Kamilah kalian akan dikembalikan…” (QS Al-Anbiya’ [21]: 35)

“Dan sungguh akan Kami uji (iman) kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqoroh [2]: 155).

Muslim atau mukmin yang benar-benar beriman, akan menghadapi ujian kesenangan dengan bersyukur, yaitu:
  1. Menyadari nikmat itu dari Allah SWT
  2. Secara lisan memuji-Nya --mengucapkan hamdalah, Alhamdulillah.
  3. Mempergunakan nikmat itu untuk ibadah dan kebaikan semata. Nikmat harta, misalnya, dengan cara mengeluarkan zakat, infak, sedekah, dan mendukung dakwah Islam.
Ujian berupa kenikmatan atau kesenangan ini merupakan ujian terberat karena bisa membuat orang lupa diri, lupa Allah, dan sombong atau takabur, sebagaimana ucapan Nabi Sulaiman:

"Karunia ini merupakan pemberian Rabbku untuk menguji imanku, apakah aku bersyukur atau aku kufur. Siapa bersyukur, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, sedang siapa kufur, sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS An-Naml [27]: 40).

Ujian kesusahan dihadapi dengan sabar, yakni menyadari kesengsaraan itu datang dari Allah SWT sebagai adzab, balasan kemaksiatan, atau untuk meningkatkan keimanan dan membersihkan dosa-dosa. Kesusahan dihadapi juga dengan tobat dan mohon ampunan kepada-Nya (istighfar). 

"Musibah berupa apa saja yang menimpa orang Muslim akan menyebabkan Alah menghapuskan dosanya, walaupun (musibah itu) hanya berupa duri yang menusuknya” (HR. Bukhari).

"Dan berikanlah berita genbira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada-Nya” (QS Baqoroh [2]: 155-156). 

Ujian Keimanan: Perintah & Larangan 

Ujian keimanan secara umum adalah perintah dan larangan Allah SWT. Dalam Islam ada hal yang wajib dilakukan, seperti dalam Rukun Iman dan Rukun Islam, dan ada hal yang tidak boleh dilakukan, seperti perbuatan keji dan menyekutukan Allah SWT:

"Katakanlah: “Rabb-ku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-A’raf [7]: 33).

Ujian Keimanan: Sesuai dengan Kadar Iman

Allah SWT akan menguji seorang mukmin sesuai dengann kadar keimanannya:
 

“Ya Rasulullah, manusia mana yang paling berat menanggungkan bala’ (ujian iman)?”. Jawab Nabi: “Para Nabi, kemudian yang seumpamanya. Kalau seseorang ringan (lemah) dalam din (agama)-nya, maka ia diberikan cobaan sesuai dengan kadar din-nya. Dan kalau agama seseorang kuat, maka kadar ujian iman yang Allah berlakukan terhadap dirinya berat. Senantiasa seorang hamba menerima bala’, sehingga dosanya hapus” (HR Bukhari).

Demikianlah jenis-jenis ujian keimanan bagi Umat Islam. Semoga kita dan senantiasa mampu menghadapinya dan lulus dari ujian-Nya. Amin...! Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*

Para nabi juga menghadapi ujian berupa kenikmatan duniawi.

REPUBLIKA.CO.ID, Cobaan atau bala yang dihadapi para nabi bukan hanya yang berwujud penderitaan, melainkan juga berupa karunia kenikmatan. 

Dan, mereka, para nabi itu, sangatlah layak memperoleh derajat tinggi di sisi Allah SWT karena keteguhan mereka dalam menghadapi setiap ujian dari Allah.

Nabi Sulaiman, misalnya, meskipun diberi kekuasaan besar oleh Allah, tidak lantas menjadi lalai dan silau. Ia setiap harinya menerima tamu dan memberi mereka makan berupa tepung halus. Sedangkan keluarganya sendiri, yakni istri-istri dan anak-anaknya, diberi makan tepung kasar.

Sementara itu, ia sendiri setiap harinya hanya makan gandum yang belum ditumbuk. Demikian pula Nabi Yusuf, sang bendaharawan Mesir itu, selama hidupnya tidak pernah kenyang. Ketika ditanya alasannya, ia selalu menjawab, ''Aku takut, jika perutku sampai kenyang, maka aku akan melupakan orang-orang yang lapar.'' 

Nabi Muhammad SAW juga tak jauh berbeda dengan mereka. Suatu ketika Jibril sedang bersama beliau, dan tiba-tiba datang seorang malaikat yang lain. ''Aku khawatir, jangan-jangan ia membawa sebuah tugas untukku,'' kata Jibril. Tetapi, sang malaikat terus berjalan menuju Rasulullah, dan kemudian berkata, ''Salam dari Allah untukmu, ya Muhammad. Saya membawa kunci-kunci perbendaharaan bumi untuk Anda.

Jika Anda mau, ambillah, niscaya semua yang ada di bumi ini akan menjadi emas dan perak. Semua itu akan abadi bersamamu hingga hari kiamat, dan tidak mengurangi sedikit pun dari apa yang akan engkau peroleh di sisi Allah SWT.'' 

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW tidak silau oleh tawaran duniawi dari Allah lewat malaikat tersebut. Beliau menjawab, ''Biarlah saya terkadang lapar dan terkadang merasa kenyang.'' Karenanya, Allah SWT berfirman: 

وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ

 ''Dan janganlah kamu tergiur oleh kesenangan yang Kami berikan kepada beberapa keluarga di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia. Kami hendak menguji mereka dengan kesenangan itu.'' (Thaha: 131). 

Para nabi dan rasul tersebut senantiasa menghindarkan diri jangan sampai menikmati kelezatan yang mungkin mereka raup dari karunia Allah.

Mereka berkeyakinan, segala bentuk nikmat yang datang adalah medan ujian yang mahaberat dari Allah. Mereka lebih suka menikmati dzikir dan ibadah pada-Nya. 

Mereka tidak pernah terpikat dengan kekayaan yang mereka miliki, sehingga tak pernah pula merasa berduka jika kekayaan itu lenyap dari tangan mereka. Juga tak merasa gembira dengan kekayaan tersebut, sehingga tak perlu berpikir panjang jika hendak memberikannya kepada orang lain. 

Menurut ahli tafsir Abu Said Kharraz, mereka adalah sebagaimana yang difirmankan Allah: 

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ 

 ''Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Maka ikutilah jalan petunjuk yang mereka lalui itu.” (Al An'am: 90). 

sumber : Harian Republika

Bala’  atau ujian yang menimpa manusia bisa  berupa rasa takut dan lapar, kematian bahkan kekurangan buah-buahan

Hidayatullah.com | SIAPAPUN orang akan mengalami ujian dan bala’ selama hidup dunia. Hal ini sudah janji yang disampaikan Allah SWT untuk menguji kesungguhan keimanan.

Selama hidup di dunia, kaum Muslim akan banyak mengalami ujian sehingga diketahui siapa yang benar-benar beriman atau pura-pura beriman, siapa berbohong; siapa bersabar, siapa kufur, siapa munafik, dan siapa yang lemah iman.

أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتْرَكُوٓا۟ أَن يَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ

وَلَقَدْ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ وَلَيَعْلَمَنَّ ٱلْكَٰذِبِينَ

“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta.” (QS: Al-Ankabut [29]: 2-3).

اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تَدۡخُلُوا الۡجَـنَّةَ وَ لَمَّا يَاۡتِكُمۡ مَّثَلُ الَّذِيۡنَ خَلَوۡا مِنۡ قَبۡلِكُمۡؕ مَسَّتۡهُمُ الۡبَاۡسَآءُ وَالضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُوۡا حَتّٰى يَقُوۡلَ الرَّسُوۡلُ وَالَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَهٗ مَتٰى نَصۡرُ اللّٰهِؕ اَلَاۤ اِنَّ نَصۡرَ اللّٰهِ قَرِيۡبٌ

“Apakah kalian mengira akan (dapat) masuk surga sedang belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan serta digoncang (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS: Al-Baqarah [2]: 214).

Ada perbedaan antara ujian dan bala’. Bala’ adalah sesuatu yang menimpa manusia secara masal,  bisa berupa sesuatu yang baik dan bisa pula sesuatu yang buruk.

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَنَبۡلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلۡخَيۡرِ فِتۡنَةٗۖ وَإِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”  (QS; Al-Anbiya [21: 35).

Ayat di atas menunjukkan bahwa bala’ mencakupi sesuatu yang buruk dan yang baik. Adapun musibah adalah sesuatu yang menimpa manusia ataupun menimpa benda lain, bisa menimpa pribadi ataupun menimpa manusia secara massal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِيٓ أَنفُسِكُمۡ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مِّن قَبۡلِ أَن نَّبۡرَأَهَآۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٞ

“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”  (QS: Al-Hadid [57]:22).

Dalam ayat lain disebutkan;

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ `َنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Baqarah [2]: 155).

Ayat di atas menunjukkan bahwa musibah mencakup musibah yang menimpa bumi (benda- benda) dan yang menimpa manusia . Dalam ayat ini Allah menyebutkan lima macam bala’ yang menimpa manusia secara massal, keterangannya adalah sebagai berikut;

Pertama, khauf (rasa takut)

Ini adalah bala’ dari sisi kejiwaannya dengan rasa takut, panik, trauma, tidak tenang, khawatir dan lainnya. Ujian kejiwaan ini sebenarnya kalau direnungkan jauh lebih berat dari musibah fisik, karena akan selalu mengganggu fikiran dan jiwanya.

Sehingga kita dapatkan sebagian orang menjadi stres bahkan gila karena tidak bisa mengendalikan fikiran dan jiwanya. Oleh karenanya Allah meletakkan bala’ / rasa takut ini pertama kali sebelum bentuk bentuk bala’ yang lain.

Sebagian ulama menafsirkan rasa takut pada ayat ini dengan rasa takut terhadap musuh, berkata Ibnu Abbas, “ maksud takut di sini adalah takut terhadap musuh dan panik di dalam peperangan.”

Kedua, rasa lapar

Rasa lapar atau kelaparan adalah bala’ dan ujian yang menimpa (fisik manusia) karena kelaparan dapat membuat tubuh manusia menjadi lemas dan tidak berdaya, bahkan tidak sedikit yang berakhir meninggal dunia.  Di daerah Afrika sering terjadi kelaparan secara massal, sehingga terlihat manusia di sana kurus-kurus, hanya kelihatan  tulang-tulangnya , tidak ada daging yang menutupi tubuh mereka.

Bahkan tidak sedikit dari mereka yang kemudian meninggal dunia karena tidak ada yang bisa dimakan. Krisis kelaparan benar-benar terjadi di dalam kehidupan manusia. Bala’  dan ujian berupa rasa takut dan lapar juga disampaikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,

 فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ

“Karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat.” (QS: An-Nahl  [16]: 112).

Ayat di atas menyebutkan pakaian kelaparan dan ketakutan. Ini untuk menunjukkan bahwa kedua hal itu benar-benar meliputi mereka dan lekat dengan mereka sebagaimana pakaian yang meliputi badan seseorang.

Ibnu Katsir berkata, “Karena orang yang sedang dalam keadaan lapar dan takut, bala’ dan ujian pada keduanya akan sangat nampak terlihat jelas. Oleh kerenanya, Dia berfirman, “ pakaian kelaparan dan ketakutan.”

Ketiga, kekurangan harta

Setelah menyebutkan ujian yang menimpa jiwa dan badan, Allah kemudian menyebutkan bala’ (ujian) yang menimpa harta. Dengan firman-Nya; “Dan kekurangan harta.”

Artinya seseorang mesti punya harta , tetapi hartanya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya. Ini bisa disebabkan karena musibah yang menimpa hartanya, seperti dicuri, dirampok,  kebakaran, terkena gempa, ditipu orang dan musibah-musibah lainnya.

Sebagian orang kekurangan harta bukan karena tertimpa musibah. Sebagaimana di sebutkan di atas. Tetapi karena hidupnya memang kekurangan harta. Ini di bagi menjadi dua golongan :

  • Fakir, yaitu orang yang pendapatannya (hartanya) tidak mencukupi setengah dari kebutuhan hidupnya sehari-hari.
  • Miskin,  yaitu orang yang pendapatannya (hartanya) tidak mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya, tapi sudah mencukupi setengah dari kebutuhan hidupnya. Berkata Al-Qurthubi, “harta berkurang karena sibuk berperang di jalan  Allah.”

Empat,  berkurangnya jiwa

Maksud berkurangnya jiwa di sini adalah banyaknya kematian yang menimpa orang-orang di sekitarnya . Misalnya meninggalnya istri, anak, kerabat, sahabat, dan orang-orang yang dicintainya.

Berkata Ibnu Abbas, “terjadinya pembunuhan dan kematian di dalam jihad.”

Untuk saat ini yang paling terasa adalah ketika meninggal karena terkena wabah Covid-19.  Betapa banyak dari sahabat, teman, guru, murid, tetangga dan orang-orang yang dikenal begitu cepat meninggal dunia dan dalam waktu berdekatan. Berkata Asy-Syabi’I, “berkurangnya jiwa karena tertimpa penyakit .”

Lima, kekurangan buah-buahan

Dalam Al-Quran  sering disebutkan buah-buahan untuk mewakili makanan-makanan lain. Hal itu karena buah-buahan sebagai makanan terbaik, karena kandungan gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Selain itu, buah-buahan pengelolaan dan pertumbuhannya langsung dari Allah , tanpa campur tangan manusia seperti halnya makanan-makanan lain , kecuali dalam beberapa hal saja.

Di antara ayat-ayat yang menyebutkan buah-buahan sebagai rezeki dan makanan pokok manusia adalah sebagai berikut;

-Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلَقَدْ اَخَذْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ بِالسِّنِيْنَ وَنَقْصٍ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُوْنَ

“Dan sungguh, Kami telah menghukum Fir‘aun dan kaumnya dengan (mendatangkan musim kemarau) bertahun-tahun dan kekurangan buah-buahan, agar mereka mengambil pelajaran.”  (QS: Al-A’raf [7]: 130).

Ayat di atas menunjukkan musibah yang menimpa keluarga Fir’aun berupa musim paceklik dan kekurangan buah-buahan.

-Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِـۧمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنٗا وَٱرۡزُقۡ أَهۡلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنۡ ءَامَنَ مِنۡهُم بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلٗا ثُمَّ أَضۡطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِۖ وَبِئۡسَ ٱلۡمَصِيرُ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (Negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”  (QS: Al-Baqarah [2]: 126).

Ayat di atas menyebutkan doa Nabi Ibrahim agar penduduk Makkah diberikan rizki berupa buah-buahan.

Berita gembira untuk yang bersabar saat ditimba musibah dan bala’

Setelah menjelaskmenimpap-macam ujian yang menimpap manusia secara massal, Allah memberikan berita gembira kepada yang sabar dalam menghadapi berbagai ujian yang disebut di atas. Kemudian menjelaskan kriteria orang yang sabar pada ayat berikut ini;

ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).” (QS: Al-Baqarah [2]: 156).

Para ulama menjelaskan bahwa sabar yang mendapatkan pahala besar adalah sabar ketika musibah baru saja menimpa. Ini sesuai dengan hadist,

إنما الصبر عند الصدمة الاولي

“Kesabaran (yang mendapatkan pahala besar) adalah ketika musibah baru saja menimpa.”  (HR: Al-Bukhari).

Hal itu, orang yang sabar pada saat musibah baru saja terjadi membuktikan kekuatan hati, dan keteguhan jiwanya. Berbeda ketika musibah sudah berlalu lama, maka setiap orang dapat bersabar.

Musibah terbagi menjadi dua yaitu, musibah dunia dan musibah agama, adapun musibah dunia, semua orang akan menjalaninya. Sedangkan musibah agama, kita diperintahkan untuk berlindung darinya.

Dalam sebuah doa disebutkan,

وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا

“Ya Allah janganlah engkau jadikan musibah atas agama kami.”

Adapun  terhadap musibah dunia , kita diperintahkan untuk meminta keyakinan agar ringan di dalam menghadapi musibah dunia tersebut, di dalam doa lain disebutkan,

وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا

“Dan (berikanlah kami) keyakinan yang meringankan kami di dalam  menghadapi musibah dunia.”

Di antara hadist yang menunjukkan keutamaan orang yang membaca “Innalillahi wa inna ilaihi roji’un” adalah hadist Ummu Salamah Radhiyallahu Anha, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَت: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ (إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ) اللَّهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا إِلَّا أَجَرَهُ اللَّهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا، قَالَتْ: فَلَمَّا تُوُفِّيَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ كَمَا أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْلَفَ اللَّهُ لِي خَيْرًا مِنْهُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم

Diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu Anha –istri Nabi ﷺ berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidak ada seorang hamba pun yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan “INNAA LILLAHI WA INNAA ILAIHI RAaJI’UN. ALLAHUMMA’JURNII FII MUSHIBATII WA AKHLIF LII KHAIRAN MINHAA” (Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik) melainkan Allah akan memberinya pahala dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.’” Ummu Salamah kembali berkata: “Ketika Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun mengucapkan doa sebagaimana yang Rasulullah ﷺ ajarkankan padaku. Maka Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah ﷺ.” (HR: Muslim, no. 1526).

Orang yang bersabar ketika terkena musibah dan mengucapkan “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” akan mendapatkan shalawat dari Tuhan mereka serta  rahmat-Nya dan merekalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

اُولِٰٕۤكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۗوَاُولِٰٕۤكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ

“Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS: Al-Baqarah [2]: 157)

Dikatakan bahwa maksud “Rahmat” pada ayat di atas adalah,

كشف كربة وقضا ء الحاجة

“Terangkatnya musibah dan terpenuhinya hajat (kebutuhan).“

Berkata Umar bin Al-Khattab Radhiyallahu Anhu,  “dalam setiap musibah yang aku alami pasti aku mendapatkan tiga nikmat”

  • -Musibah itu tidak menyangkut agamaku,
  • -Musibah itu tidak lebih besar,
  • -Allah memberikan balasan atasnya.

Kemudian beliau membaca firman Allah (QS: Al-Baqarah [2]: 157) di atas. Wallahu A’lam.*/Dr Ahmad Zain an-Najah

Baca juga Istiqhfar Penola Bala’ dan Bencana

Rep: Ahmad
Editor: Insan Kamil