Seorang ahli waris dapat gugur hak warisnya apabila

( Ada sebuah pertanyaan yang sepertinya sedang relevan dengan keadaan dalam keluarga saya. adakah yang bisa menambahkan??  membagi pengetahuannya dengan saya)

Assalamualaikum Warohmatulloh.,

Ust. Ahmad Sarwat,

Dalam bahasan ilmu Faraidh beberapa waktu yang lalu ustaz sempat membahas bahwa ahli waris yang telah meninggal dunia tidak mendapatkan bagian warisan.

Akan tetapi dalam bahasan yang lain jika ahli waris meninggal maka akan tetap mendapatkan bagian warisannya.

Manakah pernyataan tersebut yang benar dan berdasarkan apa dalil tentang ini?

Contoh kasus: ada keluarga yang ditinggal Ayahnya kemudian harta warisan belum dibagikan, selanjutnya ada anaknya laki-laki yang sebenarnya menjadi ahli waris juga telah meninggal, pertanyaannya akankah anak laki-laki yang telah meninggal ini mendapatkan warisan?

Jazakalloh,

Wassalamualaikum

jawaban

Assalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Apa yang membuat Anda bingung memang harus diklarifikasi. Karena pada hakekatnya kedua pernyataan itu benar dan tidak saling bertentangan.

Seorang anak yang menjadi ahli waris ayahnya karena wafat, akan mendapat warisan. Walaupun pembagian warisan belum ditetapkan, namun haknya atas harta benda peninggalan ayahnya sudah pasti.

Barangkali ada kendala tertentu sehingga pembagian warisan belum terlaksana. Hal wajar saja dan kasusnya sering terjadi.

Namun begitu sang Ayah wafat, secara otomatis sudah jelas hak masing-masing ahli waris. Tinggal menghitung berapa hutang almarhum, piutang, wasiat, dan penetapan hak-hak lainnya atas harta almarhum.

Maka kalau ada seorang di antara ahli waris yang wafat, haknya tidak akan hangus. Meski belum ada di tangan, namun haknya akan tetap ada dan tidak hilang.

Bila dia punya isteri, maka isterinya ini akan menerima warisan dari harta suaminya, bukan dari mertuanya.

Hak seorang isteri dari harta suaminya adalah 1/4 atau 1/8. Dan bila si ahli waris ini meninggalkan anak, anak-anaknya pun akan mendapat warisan dari harta Ayahnya. Bukan dari kakek mereka.

Ahli Waris Yang Meninggal Duluan

Adapun pernyataan bahwa seorang ahli waris yang meninggal tidak mendapat warisan adalah dalam kasus di mana sang Ayah masih hidup dan si anak yang seharusnya menjadi ahli waris meninggal duluan.

Maka anak itu memang tidak akan menerima warisan dari Ayahnya. Sebab Ayah -yang biasanya menjadi pemberi warisan itu- kan masih hidup, sedangkan si anak -yang biasanya menerima warisan- malah meninggal duluan.

Maka hukumnya jadi terbalik, bukan anak yang menerima warisan dari ayahnya, tapi malah justru si ayah yang menerima warisan dari anaknya yang meninggal dunia.

Dan memang dalam hukum waris, ada sebuah aturan bahwa yang memberi warisan harus meninggal terlebih dahulu, dan yang menerima warisan harus masih hidup saat itu.

Mari kita buat ilustrasi lain. Ada pasangan suami isteri. Kalau suaminya meninggal duluan, maka isteri menjadi ahli waris. Dan isteri berhak mendapatkan harta 1/8 suaminya, atau 1/4 bila si suami tidak punya anak.

Tapi seandainya isteri meninggal duluan, maka suaminya menjadi ahli waris dari isterinya. Suaminya berhak atas 1/4 harta isteri atau 1/2-nya bila isteri tidak punya anak.

Kasus Anak Meninggal Duluan

Bila seorang anak meninggal dan ayahnya masih hidup, tentu saja ayah akan menjadi ahli waris dari anaknya. Hak ayah atas harta anaknya sebesar 1/6 bagian.

Bila kemudian si Ayah meninggal juga, isteri si anak tidak menerima warisan dari harta mertuanya. Demikian juga, anaknya anak juga tidak menerima warisan dari kakeknya, apabila kakek itu masih punya anak lain selain ayah si cucu.

Semoga penjelasan ini jelas dan keterangan ini terang. Seterang matahari di siang yang terik.

Wallahu a”lam bishshawab, wassalamu ”alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ahmad Sarwat, Lc

sumber : http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1205382632

Ada faktor-faktor yang menjadi penggugur dan penghalang hak waris dari ahli waris. Dalam bagian ini, akan dibahas tentang faktor-faktor yang menjadi penggugur hak waris dari ahli waris. Sedangkan faktor-faktor yang menjadi penghalang hak waris ahli waris akan dibahas di bagian Penghalang Hak Waris.

Dalam sistem hukum waris Islam, ada 3 (tiga) faktor yang menjadi penggugur hak waris dari ahli waris, yaitu pembunuhan, perbedaan agama, dan status budak. Ahli waris yang hak warisnya gugur disebut sebagai mahrum. Penjelasan dan dalil yang mendasarinya adalah sebagai berikut :

1. Kedudukan sebagai Budak.

Seorang budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi. Semua jenis budak (qinnun, mudabbar, mukatab) adalah penggugur hak waris. Sebab, semua jenis budak tidak memiliki hak milik. Semua yang dimiliki seorang budak, menjadi milik majikannya.

Budak qinnun adalah budak murni, budak mudabbar adalah budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuannya meninggal, dan budak mukatab adalah budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak.

Dalil : “Barangsiapa menjual seorang hamba sahaya, maka harta hamba sahaya tersebut menjadi milik si penjual, kecuali si pembeli mensyaratkannya.” (HR. Bukhari No. 2379 kitab al-Musaaqaah).

2. Pembunuhan.

Seorang ahli waris yang membunuh pewaris gugur kedudukannya sebagai ahli waris dan tidak berhak mendapatkan warisan.

Dalil :  “Dari Amar Ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Pembunuh tidak mendapat warisan apapun (dari yang dibunuh).” Riwayat Nasa’i dan Daruquthni, dan dikuatkan oleh Abdul Bar. Hadits ma’lul menurut Nasa’i dan sebenarnya hadits ini mauquf pada Amar.

Ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha tentang pembunuhan yang dapat menggugurkan kedudukan sebagai ahli waris, sebagaimana dirangkum sebagai berikut :

Mazhab Pendapat
Mazhab Hanafi ·  Pembunuhan yang dapat menggugurkan hak waris adalah semua jenis pembunuhan yang wajib membayar kafarat.
Mazhab Maliki ·  Hanya pembunuhan yang disengaja atau yang direncanakan yang dapat menggugurkan hak waris.
Mazhab Hambali ·  Pembunuhan yang dinyatakan sebagai penggugur hak waris adalah setiap jenis pembunuhan yang mengharuskan pelakunya diqishash, membayar diyat, atau membayar kafarat. Selain itu tidak tergolong sebagai penggugur hak waris.
Mazhab Syafi’i ·  Pembunuhan dengan segala cara dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris, sekalipun hanya memberikan kesaksian palsu dalam pelaksanaan hukuman rajam, atau bahkan hanya membenarkan kesaksian para saksi lain dalam pelaksanaan qishash atau hukuman mati pada umumnya.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni,  pendapat mazhab Hambali yang paling adil. Tetapi, dari sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam tidak ditegaskan jenis pembunuhan tertentu yang dapat menggugurkan kedudukan sebagai ahli waris. Wallahu a’lam.

 3. Perbedaan Agama

Perbedaan agama dapat menggugurkan seseorang dari kedudukan sebagai ahli waris. Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apa pun agamanya.  Sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam :

“Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan Muslim).

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan jumhur (mayoritas) ulama tentang pembunuhan menggugurkan kedudukan sebagai ahli waris, termasuk keempat imam mujtahid. Tetapi, sebagian ulama yang bersandar pada pendapat Mu’adz bin Jabal r.a. yang mengatakan bahwa, seorang muslim boleh mewarisi orang kafir, tetapi tidak boleh mewariskan kepada orang kafir. Alasan mereka adalah bahwa Islam ya’lu walaayu’la ‘alaihi (unggul, tidak ada yang mengunggulinya).

Ada pendapat tentang murtas sebagai penggugur hak waris. Tetapi, di kalangan ulama ada perbedaan pendapat tentang kondisi murtad sebagai penggugur hak mewarisi, sebagaimana dirangkum sebagai berikut :

Mazhab Pendapat
Mazhab Maliki, Syafi’i, Hambali. ·  Seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad.

·  Sebab, orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang tersebut telah menjadi kafir.

Mazhab Hanafi. ·  Seorang muslim dapat mewarisi harta kerabatnya yang murtad.

·  Bahkan kalangan ulama mazhab Hanafi sepakat mengatakan: “Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim.”

·  Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, dan lainnya.

Menurut Muhammad Ali Ash-Shabuni, pendapat ulama mazhab Hanafi lebih rajih (kuat dan tepat) dibanding yang lainnya, karena harta warisan yang tidak memiliki ahli waris itu harus diserahkan kepada baitulmal.

Wallahul Muwaffiq.

Copyright © 2020 Yenny & Wisanggeni

Ketika seseorang meninggal dunia, pasti mewariskan hartanya kepada ahli waris, seperti kerabat hakiki (adanya nasab), pernikahan dengan akad yang sah, dan kekerabatan karena sebab hukum. Namun ketiga hak waris tersebut akan dinyatakan gugur atau tidak menerima warisan bilamana ia masuk dalam kategori berikut ini. 

 

1. Pembunuhan. Jika ahli waris membunuh pewaris, maka ia tidak berhak mendapat warisan, sebagaimana dalam hadits Nabi:

 

لَا يَرِثُ الْقَاتِلُ مِنْ الْمَقْتولِ شَيْئاً

 

Artinya: Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. (HR. Darimi No. 2951).

 

لَيْسَ لِلْقَاتِلِ مِنْ تِرْكَةِ الْمَقْتُوْلِ شَيْئا (رواه النسائى)

 

Artinya: Pembunuh tidak berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya. 

 

Dari kedua hadits di atas, memang pantas seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan harta yang ditinggalkan oleh yang dibunuhnya. Karena perbuatan tersebut ingin cepat mendapatkan harta waris. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi. 

 

مَنِ اسْتَعْجَلَ الشَّيْءَ قَبْلَ اَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ

 

Artinya: Barang siapa ingin mempercepat mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, maka ia dikenakan sanksi tidak boleh mendapatkannya. (HR. Ash-Shabuni, 51)

 

2. Perbedaan agama. Seorang muslim tidak dapat mewarisi atau diwarisi oleh orang yang non muslim, sebagaimana sabda Nabi: 

 

لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ ولَا الْكَافِرُالْمُسْلِمَ

 

Artinya: Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim. (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Berdasarkan hadits di atas, semua mazhab sepakat bahwa orang muslim dan non-muslim tidak saling mewarisi. Sedangkan antara Yahudi dan Nasrani dapat saling mewarisi, karena keduanya non-muslim. Allah SWT berfirman. 

 

فذلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّ فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ اِلَّا الضَّلٰلُ فَاَ نّٰى تُصْرَفُوْنَ

 

Artinya: Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada setelah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka mengapa kamu berpaling (dari kebenaran)?. (QS. Yunus: 32).

 

3. Budak. Seseorang yang berstatus budak tidak punya hak untuk mewarisi, sekalipun dari saudaranya. Pasalnya, segala sesuatu yang dimiliki budak, secara langsung milik tuannya. Baik budak itu sebagai qinun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka jika tuanya meninggal), mukatab (budak yang telah menjalankan perjanjian pembebasan dengan tuanya, dengan persyaratan yang disepakati kedua belah pihak). 

 

Allah SWT berfirman.

 

عَبْدًا مَمْلُوْكًا لَا يَقْدِرُ عَلٰى شَيْءٍ

 

Artinya: Hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu apa pun. (QS. An-Nahl: 75).

 

Budak akan mendapatkan waris jika telah dimerdekakan, misalnya adanya perjanjian dengan tuanya. Allah berfirman.

 

فَكَا تِبُوْهُمْ اِنْ عَلِمْتُمْ فِيْهِمْ خَيْرًا... 

 

Artinya: Hendaklah kalian membuat perjanjian dengan budak yang menginginkan kemerdekaan, jika kalian mengetahui ada kebaikan dari mereka. (QS. An-Nisa: 33)

 

Dengan demikian, ketiga hal di atas, yaitu pembunuhan, beda agama dan budak menjadi penghalang untuk mendapatkan warisan.

Firdausi

Editor: Ahmad Karomi