Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

suaramerdeka.com - Untuk kita yang tengah dalam perjalanan, terkadang sering kali kita melewatkan shalat.

Padahal, shalat adalah kewajiban bagi setiap muslim.

Apakah kalian tahu? Allah SWT telah memberikan keringanan sholat bagi kita para musafir.

Baca Juga: Atap Tiga Susun Ciri Khas Masjid Agung Demak, Ternyata Ini Artinya

Musafir adalah orang yang sedang dalam perjalanan.

Lalu, apa saja, sih keringanan sholat bagi orang yang sedang bepergian jauh?

Menurut Ustadz Abdurrahim dalam bukunya “Tuntunan Shalat Wajib” setidaknya ada tiga keringanan sholat bagi musafir.

Baca Juga: Hati Mudah Gelisah dan Tak Tenang, Lakukan 4 Amalan Berikut

Yaitu shalat jamak, shalat qasar, dan shalat jamak qasar.

Sebelum melakukan shalat-shalat di atas, perlu diperhatikan syarat-syarat untuk bisa melakukan shalat jamak, shalat qasar, dan shalat jamak qasar.

Berikut adalah syarat-syaratnya:

1. Bepergian bukan untuk maksiat.

2. Melakukan perjalanan jauh lebih dari 82 Km.

Lalu, apa itu shalat jamak, shalat qasar, dan shalat jamak qasar?

1. Shalat Jamak. Shalat Jamak adalah shalat yang pelaksanaannya adalah dengan menggabungkan dua shalat wajib dalam satu waktu.

Shalat wajib yang dapat digabung adalah shalat dzuhur dan shalat ashar, serta shalat maghrib dan shalat isya’.

a. Shalat Jamak Taqdim

Shalat yang dilaksanakan di waktu shalat pertama.

Misalnya shalat dzuhur dan ashar dilaksanakan di waktu dzhuhur.

Shalat maghrib dan isya’ dilaksanakan di waktu magrib.

Tata caranya adalah melakukan shalat dzhuhur terlebih dahulu.

Setelah selesai melakukan sholat dzhuhur kemudian melaksanakan shalat ashar.

Untuk shalat maghrib dan isya’ tata caranya sama seperti yang di atas, melaksanakan shalat maghrib dahulu kemudian melakukan shalat isya’.

b. Shalat Jamak Ta’khir

Shalat yang dilaksanaan di waktu shalat kedua.

Misalnya shalat dzuhur dan ashar dilaksanakan di waktu ashar.

Shalat maghrib dan isya dilaksanakan di waktu isya’.

Tata caranya adalah melakukan shalat ashar terlebih dahulu lalu melaksanakan shalat dzhuhur.

Untuk shalat magrib dan isya’ tata caranya sama, yaitu dengan melaksanakan shalat isya’ terlebih dahulu baru kemudian melakukan shalat maghrib.

2. Shalat Qasar

Shalat qasar adalah mengurangi dua rakaat pada shalat yang jumlah rakaatnya ada empat.

Jadi tanpa melakukan tasyahud awal, tapi langsung melakukan tasyahud akhir.

Hal ini hanya bisa diterapkan pada shalat wajib yang memiliki empat rakaat, seperti shalat dzuhur, ashar, dan isya’.

a. Shalat Jamak Qasar. Shalat jamak qasar adalah perpaduan antara shalat jamak dan shalat qasar.

Jadi, tata caranya adalah sama, yaitu menggabungkan shalat yang dapat dilakukan di waktu shalat pertama (jamak taqdim) atau di waktu shalat kedua (jamak ta’khir) dan dengan meringkas rakaatnya menjadi dua rakaat saja.

Tidak ada alasan lagi untuk tidak melaksanakan shalat, kan?

Allah SWT telah berbaik hati memberi keringanan pada setiap hamba-hambanya. (mg1)


Page 2

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pendidikan Nir Kekerasan

Jumat, 16 September 2022 | 08:18 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pitutur: Holopis Kuntul Baris

Jumat, 16 September 2022 | 08:12 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Strategi Bakar Uang

Jumat, 16 September 2022 | 07:43 WIB


Page 3

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pendidikan Nir Kekerasan

Jumat, 16 September 2022 | 08:18 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pitutur: Holopis Kuntul Baris

Jumat, 16 September 2022 | 08:12 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Strategi Bakar Uang

Jumat, 16 September 2022 | 07:43 WIB


Page 4

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pendidikan Nir Kekerasan

Jumat, 16 September 2022 | 08:18 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Pitutur: Holopis Kuntul Baris

Jumat, 16 September 2022 | 08:12 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Strategi Bakar Uang

Jumat, 16 September 2022 | 07:43 WIB

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu

Seseorang yang melakukan perjalanan jauh mendapat keringanan yaitu
Lihat Foto

SHUTTERSTOCK

Ilustrasi bepergian dengan mobil

KOMPAS.com - Ada banyak kondisi yang memperbolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, di antaranya adalah ketika sedang dalam perjalanan.

Hal tersebut seperti dijelaskan dalam Surat  Al Baqarah ayat 185 yang berbunyi:

"...Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu."

Keringanan itu dalam istilah fikih disebut dengan rukhsah, yaitu keringanan dalam beribadah yang diakibatkan oleh kondisi tertentu.

Artinya, jika seseorang merasa tak kuat untuk melanjutkan puasa, maka ia diperkenankan untuk berbuka atau tidak puasa.

Sebaliknya, jika ia mampu melanjutkan puasa meski dalam perjalanan, ia pun diperbolehkan untuk berpuasa.

Namun, apakah keringanan seorang musafir itu berluka untuk semua tanpa ada ketentuan khusus?

Guru Besar Bidang Ilmu Filsafat Pendidikan Islam IAIN Surakarta Prof Toto Suharto mengatakan, keringanan seorang musafir untuk membatalkan puasa harus memenuhi beberapa ketentuan.

Ketentuan pertama adalah berdasarkan jenis perjalanan. Menurutnya, jika perjalanan tersebut bukan untuk melakukan maksiat.

"Perjalanannya itu perjalanan yang diperbolehkan, bukan untuk maksiat, contohnya seperti niaga," kata Toto saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/5/2020).

Baca juga: Shalat Tarawih di Rumah, Pilih 11 atau 23 Rakaat? Simak Penjelasan Lengkapnya

Kedua adalah jarak (masafah). Toto mengatakan ada perbedaan soal ketentuan ini.

Sebab, pada zaman Rasulullah SAW ketentuan jarak ini diukur berdasarkan waktu. Namun, saat ini ulama tolak ukurnya berdasarkan jarak, yaitu sekitar 80 kilometer.

"Kalau sekarang, ulama fikih khususnya menurut madzab Syafii itu menentukannya memakai jarak, yaitu sekitar 80 kilometer," jelas dia.

Artinya kalau perjalanannya di atas 80 kilometer, maka ia diperbolehkan untuk berbuka.

Ketentuan terakhir adalah perjalanannya dilakukan sebelum terbit fajar atau dari waktu malam.

"Kalau menurut madzab Syafii, sudah subuh atau pagi hari, meskipun jaraknya jauh sebaiknya tidak berbuka puasa," tuturnya.

Toto menegaskan bahwa ketentuan rukhsah tersebut bergantung pada orang yang melakukannya, apakah ia mampu dan kuat untuk menjalani puasa atau tidak.

Baca juga: Tidur Sepanjang Hari Saat Puasa Ramadhan, Bagaimana Hukumnya?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa saja keringanan bagi musafir ketika bersafar?

Islam benar-benar ajaran yang sempurna. Bagi hamba yang berada dalam kesulitan, maka ia pun bisa meraih kemudahan termasuk hal ini ketika bersafar atau melakukan perjalanan jauh. Berikut beberapa keringanan tersebut:

1. Mengqashar shalat, yang menjadikan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Satu-satunya hal yang boleh mengqashar shalat hanyalah pada safar. Oleh karena itu, safar selalu disandarkan pada qashar karena mengqashar shalat hanya diperuntukkan bagi orang yang melakukan safar.

2. Menjamak, yaitu menggabungkan dua shalat, dikerjakan di salah satu waktu. Shalat Zhuhur dengan shalat ‘Ashar, juga shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ pada salah satu waktu shalat. Bila dikerjakan di waktu shalat  pertama disebut jamak taqdim. Bila dikerjakan di waktu shalat kedua disebut jamak takhir. Sebab menjamak shalat lebih umum daripada mengqashar shalat. Oleh karena itu, terdapat hal-hal yang membolehkan menjamak shalat selain safar seperti karena sakit, istihadhoh, hujan yang menyulitkan, jalanan berlumpur, udara yang dingin dan keperluan-keperluan yang lain. Menjamak shalat tatkala bepergian lebih utama ditinggalkan kecuali memang ada kebutuhan untuk menjamaknya, seperti untuk mendapatkan shalat berjama’ah atau karena sulit mengerjakan shalat di masing-masing waktu.

3. Tidak berpuasa pada siang hari di bulan Ramadhan jika memang safarnya penuh kesulitan. Namun jika safarnya tidak ada kesulitan apa-apa, puasa bisa jadi tetap wajib.

4. Mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah yang dituju oleh kendaraan. Namun shalat wajib asalnya dilakukan setelah turun dari kendaraan.

5. Mengusap sepatu, serban dan semisalnya selama tiga hari tiga malam bagi musafir. ‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,

جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tiga hari tiga malam sebagai jangka waktu mengusap khuf bagi musafir, sedangkan sehari semalam untuk mukim.” (HR. Muslim no. 276)

6. Bertayamum karena ketika safar lebih dibutuhkan dibanding saat mukim saat tidak ditemukan air atau sulit menggunakan air.

7. Meninggalkan shalat sunnah rawatib ketika safar. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala memberi keringanan bagi musafir dengan menjadikan shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Seandainya shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu disyari’atkan ketika safar, tentu mengerjakan shalat fardhu dengan sempurna (empat raka’at) lebih utama.” (Zaadul Ma’ad, 1/298). Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih melakukan shalat sunnah qabliyah shubuh ketika bersafar. Begitu pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap mengerjakan shalat witir. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” (Zaadul Ma’ad, 1/456). Adapun shalat malam, shalat Dhuha, shalat tahiyyatul masjid dan shalat sunnah muthlaq lainnya, masih boleh dilakukan ketika safar. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/490)

Meskipun orang yang bersafar mendapatkan keringanan seperti di atas, namun ia akan dicatat mendapatkan pahala seperti ia mukim. Ketika safar ia mengerjakan shalat 2 raka’at secara qoshor, maka itu dicatat seperti mengerjakannya sempurna 4 raka’at.  Itulah kemudahan yang Allah berikan bagi hamba-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

“Jika seseorang sakit atau bersafar, maka dicatat baginya pahala sebagaimana ia mukim atau ketika ia sehat.” (HR. Bukhari no. 2996)

Demikian beberapa keringanan saat bersafar. Semoga bermanfaat bagi kita yang sedang melakukan safar atau mudik. Moga perjalanannya juga meraih barokah. Wallahu waliyyut taufiq.

Panggang-Gunung Kidul, 27 Ramadhan 1432 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.