TRIBUNSOLO.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan mendalami pernyataan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Show Novel menyebut ada perwira tinggi Polri yang terlibat dalam penyiraman air keras ke wajahnya. Nanun, Tito meminta Novel untuk lugas menyebut siapa oknum yang dimaksud disertai bukti yang kuat. "Itu yang penting. Sebut namanya siapa, buktinya apa?" ujar Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (16/6/2017). Baca: Novel Baswedan Sebut Ada Jenderal Polisi Terlibat Teror Terhadapnya, Ini Komentar Mabes Polri Jika Novel bisa melampirkan bukti yang mendukung pernyataannya, Tito menjamin akan memproses oknum tersebut. Ia juga akan terbuka mengusut dugaan pelanggaran pati Polri yang dimaksud. "Tapi kalau seandainya tidak ada buktinya, tentu saya menyayangkan karena intitusi Kepolisian jadi negatif pandangannya," kata Tito. Pernyataan Novel itu akan jadi informasi sumir sehingga menimbulkan berbagai spekulasi. Tak hanya itu, di internal kepolisian nantinya bisa muncul rasa saling curiga. Halaman selanjutnya arrow_forward Sumber: Kompas.com
Jakarta - Penyidik senior KPK Novel Baswedan berkali-kali menyampaikan ke beberapa media, soal dugaan keterlibatan oknum perwira tinggi Polri berpangkat jenderal dalam kasus teror terhadapnya. Bagaimana tanggapan polisi? "Apakah itu isu? Info atau fakta hukum? Kalau fakta hukum, ada buktinya, siapa orangnya," terang Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono kepada detikcom, Senin (31/7/2017). Argo mengatakan, pihaknya akan mengusut soal jenderal yang disebut-sebut tersebut, jika Novel memberikan informasi tersebut ke pihak penyidik kepolisian. "Kalau info (dari Novel ke penyidik) ya kita selidiki," imbuhnya. Sementara Argo menyampaikan, sejauh ini Novel belum pernah mengungkapkan soal dugaan keterlibatan oknum jenderal itu ke penyidik. "Belum ada. Sampaikan saja siapa namanya, barang buktinya," ucapnya.Penyidik Polda Metro Jaya sendiri pernah menemui Novel di Singapura beberapa waktu lalu. Akan tetapi, lanjut Argo, keterangan yang disampaikan Novel tersebut belum dalam bentuk BAP (Berita Acara Pemeriksaan)."Tentunya kan kita harus BAP. Sebelumnya kan kita datang hanya berapa menit, kan kita perlu BAP. (Waktu penyidik datang ke Singapura) kan cuma hanya tanya kondisi saja, harus ada izin dari dokter dulu," sambungnya.Argo menegaskan, pihaknya sampai saat ini masih terus mendalami kasus tersebut. Polisi masih mencari siapa pelaku penyiraman air keras kepada Novel itu. (mei/rvk) Dua terduga pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, berinisial RM dan RB, yang merupakan anggota polisi aktif, baru saja ditangkap. Namun, banyak orang, termasuk sang korban, berharap penangkapan ini bukanlah akhir penyelidikan. Tim advokasi Novel Baswedan, misalnya, mendesak tim teknis bentukan Polri untuk segera mengungkap auktor intelektualis atau "jenderal" yang ada di balik teror terhadap Novel. "Tidak berhenti pada pelaku lapangan,” kata Kurnia Ramadhani, salah satu anggotanya, dalam keterangan tertulis pada Jumat (27/12/19). Jejak Keterlibatan Polri Sudah Terendus LamaTim gabungan bentukan Polri, ujar Kurnia, telah menyatakan bahwa serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Dalam hal ini, KPK sendiri menangani kasus-kasus besar, sesuai UU KPK, sehingga tidak mungkin pelakunya sekadar dua orang. Baca Juga: Novel Baswedan Dihantam Serangan Bertubi-tubi “Harus dipastikan juga bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang 'pasang badan' untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar. Polri harus membuktikan pengakuan yang bersangkutan bersesuaian dengan keterangan saksi-saksi kunci di lapangan. Hal ini diperlukan karena terdapat kejanggalan-kejanggalan,” ujarnya. Kejanggalan yang dimaksud Kurnia adalah penerbitan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) tertanggal 23 Desember 2019 yang menyatakan pelakunya belum diketahui. Lalu ada pula simpang-siur berita: apakah kedua polisi aktif terduga pelaku tersebut menyerahkan diri atau ditangkap? “Korban, keluarga, dan masyarakat berhak atas informasi. Terlebih kasus ini menyita perhatian publik dan menjadi indikator keamanan pembela HAM dan antikorupsi,” ujarnya. Cerita Novel Baswedan soal Peran "Jenderal"Seperti dikutip dari Tempo, kata "jenderal" bukan sekali ini saja muncul dalam pembicaraan tentang teror terhadap Novel. Jauh sebelumnya, Novel bahkan pernah menyampaikan dugaannya tentang keterlibatan seorang jenderal. Menurut Novel, dua penyelidik kepolisian mendatangi rumahnya di Jalan Deposito, Kelapa Gading, Jakarta Utara, tak lama sekembalinya dari Singapura, 22 Februari 2018, untuk dirawat. Ia menyebut kedua penyidik itu ingin menggali keterangan soal teror. Namun, rencana itu batal lantaran pemeriksaan itu justru menanyakan soal keterlibatan jenderal. Pada titik itu, Novel justru tak mengindahkan dan hanya menyebut, "Kalau saya jawab, apa kamu berani menangkap? Saya yakin enggak," kata Novel, Jumat, (06/04/18) lalu. Baca Juga: Dugaan Motif dan Enam Kasus Pemicu Teror Air Keras ke Novel Baswedan Kepolisian Daerah Metro Jaya merilis dua sketsa wajah terduga pelaku sekitar tujuh bulan setelah kejadian. Namun, hasil penyelidikan kepolisian justru tak menemui titik terang dan pelaku pun tak juga terungkap. Kepolisian pernah memeriksa Novel saat ia dirawat di Singapura. Novel menyebut saat itu fokus pemeriksaan kepolisian pada kesaksiannya di pemberitaan media adalah mengenai keterlibatan jenderal. "Dari awal sudah saya bilang, kepentingan polisi memeriksa saya buru-buru itu apa? Enggak ada," ucap Novel. Lebih lanjut, Novel mengatakan bahwa memang ada kejanggalan karena keterangannya dirasa penting ketika menyangkut berkas perkara. Kepolisian pun ingin mengetahui bukti-bukti tentang keterlibatan jenderal yang dimaksud dalam kasus penyerangannya. Saat pemeriksaan itu, Novel sempat menyebut sejumlah nama di kepolisian yang diduga terlibat. "Saya beritahu nama-nama orang yang mengintai, malah dibilang alibi," kata Novel. Tak hanya itu, tim pemantau bentukan Komnas HAM yang diwakili Sandrayati Moniaga, Bivitri Susanti, Chairul Anam, dan Taufan Damanik, juga pernah memeriksa Novel yang didampingi kuasa hukumnya. Pemeriksaan itu berfokus pada kronologi kejadian. "Kalau soal nama jenderal, ya, cerita itu ada, tapi kami coba kumpulkan. Apakah verified atau tidak, nanti tergantung pemeriksaan," kata ketua tim Sandrayati, Selasa, 3 April 2018.
Novel Baswedan ,Penyidik Senior KPK pada 11April 2017 yang lalu telah disiram dengan air keras oleh pelaku yang belum teridentifikasi hingga saat ini ketika ia selesai sholat subuh berjamaah di mesjid dekat rumahnya di bilangan kelapa gading Jakarta.Akibat air keras yang disiramkan ke tubuhnya Novel mengalami cedera parah di matanya sehingga sampai sekarang ia masih dirawat di salah satu rumah sakit di Singapura. Sesudah peristiwa yang menimpa Novel itu terjadi muncul berbagai perkiraan dan spekulasi siapa pelaku,siapa sutradaranya dan apa motifnya. Banyak pihak yang menduga penyiraman air keras ke tubuh Novel karena ia adalah ketua satgas penyidikan mega skandal korupsi dimaksud. Karenanya berkembang anggapan penyiraman air keras tersebut untuk memberi pesan kepada Novel agar tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus tersebut sekaligus menebarkan ancaman kepada siapapun yang masih ingin menelisik kasus korupsi berjamaah dimaksud. Novel Baswedan lahir di Semarang pada 22 Juni 1977.Setelah menamatkan SMA di kota kelahirannya ia mengikuti pendidikan pada Akpol (Akademi Kepolisian) dan lulus pada tahun 1998.Kemudian ia menapaki karir di kepolisian dan sesudah malang melintang di berbagai penugasan selanjutnya ia ditugaskan oleh kepolisian menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sejak Januari 2007. Setelah 7 tahun ditugaskan Polri sebagai penyidik di komisi anti rasuah itu pada tahun 2014 ,Novel pindah karir menjadi penyidik tetap kpk. Novel Baswedan sangat sadar dengan berbagai risiko yang telah dan akan dihadapinya berhubungan dengan tugasnya memberantas korupsi di negeri ini. Seperti yang pernah dijelaskannya berbagai ancaman dan teror telah dihadapinya termasuk percobaan mencenderainya ketika sepeda motor yang dikenderainya akan ditabrak. Sebelum peristiwa penyiraman air keras belum ada teror yang berhasil melukai atau mencederai dirinya. Karenanya ketika peristiwa penyiraman air keras terjadi dan karena peristiwa tersebut belum dapat diungkap oleh kepolisian maka muncul anggapan pelaku penyiraman itu cukup profesional. Di tengah teka teki yang menyelimuti publik tentang siapa pelaku penyiraman tiba tiba Novel dalam wawancaranya dengan Time sebuah majalah bergengsi di dunia internasional mengemukakan pernyataan yang mengejutkan." Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian-level tinggi dari jajaran kepolisian -terlibat (dalam kasus penyiraman air keras).Awalnya saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah .Namun kini ,sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tidak juga menemukan titik terang.Saya katakan ,perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar". Pernyataan Novel kepada Majalah Time tanggal 10/6/2017 ini dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID. Kalau disimak asumsi yang digunakan Novel yang menuduh adanya jenderal kepolisian yang terlibat karena kasusnya sudah dua bulan lamanya dan kasus tersebut belum menemukan titik terang sampai sekarang. Menanggapi tuduhan Novel tersebut Kepala Divisi Penerangan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto meminta agar Novel menyampaikan keterangannya dengan menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).Setyo selanjutnya menegaskan kalau keterangan diberikan ke media saja maka tidak bisa dijadikan untuk pro justisia. Menjadi menarik untuk mencermati kenapa pernyataan ini dikemukakan Novel ke majalah Time dan mengapa hal ini tidak diungkapkannya kepada pihak kepolisian. Sebagai aparat penegak hukum tentu Novel sadar keterangannya ke majalah Time tidak ada nilai hukumnya lalu apa alasannya mengemukakan kepada majalah yang berskala internasional tersebut. Page 2
Novel Baswedan ,Penyidik Senior KPK pada 11April 2017 yang lalu telah disiram dengan air keras oleh pelaku yang belum teridentifikasi hingga saat ini ketika ia selesai sholat subuh berjamaah di mesjid dekat rumahnya di bilangan kelapa gading Jakarta.Akibat air keras yang disiramkan ke tubuhnya Novel mengalami cedera parah di matanya sehingga sampai sekarang ia masih dirawat di salah satu rumah sakit di Singapura. Sesudah peristiwa yang menimpa Novel itu terjadi muncul berbagai perkiraan dan spekulasi siapa pelaku,siapa sutradaranya dan apa motifnya. Banyak pihak yang menduga penyiraman air keras ke tubuh Novel karena ia adalah ketua satgas penyidikan mega skandal korupsi dimaksud. Karenanya berkembang anggapan penyiraman air keras tersebut untuk memberi pesan kepada Novel agar tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus tersebut sekaligus menebarkan ancaman kepada siapapun yang masih ingin menelisik kasus korupsi berjamaah dimaksud. Novel Baswedan lahir di Semarang pada 22 Juni 1977.Setelah menamatkan SMA di kota kelahirannya ia mengikuti pendidikan pada Akpol (Akademi Kepolisian) dan lulus pada tahun 1998.Kemudian ia menapaki karir di kepolisian dan sesudah malang melintang di berbagai penugasan selanjutnya ia ditugaskan oleh kepolisian menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sejak Januari 2007. Setelah 7 tahun ditugaskan Polri sebagai penyidik di komisi anti rasuah itu pada tahun 2014 ,Novel pindah karir menjadi penyidik tetap kpk. Novel Baswedan sangat sadar dengan berbagai risiko yang telah dan akan dihadapinya berhubungan dengan tugasnya memberantas korupsi di negeri ini. Seperti yang pernah dijelaskannya berbagai ancaman dan teror telah dihadapinya termasuk percobaan mencenderainya ketika sepeda motor yang dikenderainya akan ditabrak. Sebelum peristiwa penyiraman air keras belum ada teror yang berhasil melukai atau mencederai dirinya. Karenanya ketika peristiwa penyiraman air keras terjadi dan karena peristiwa tersebut belum dapat diungkap oleh kepolisian maka muncul anggapan pelaku penyiraman itu cukup profesional. Di tengah teka teki yang menyelimuti publik tentang siapa pelaku penyiraman tiba tiba Novel dalam wawancaranya dengan Time sebuah majalah bergengsi di dunia internasional mengemukakan pernyataan yang mengejutkan." Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian-level tinggi dari jajaran kepolisian -terlibat (dalam kasus penyiraman air keras).Awalnya saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah .Namun kini ,sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tidak juga menemukan titik terang.Saya katakan ,perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar". Pernyataan Novel kepada Majalah Time tanggal 10/6/2017 ini dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID. Kalau disimak asumsi yang digunakan Novel yang menuduh adanya jenderal kepolisian yang terlibat karena kasusnya sudah dua bulan lamanya dan kasus tersebut belum menemukan titik terang sampai sekarang. Menanggapi tuduhan Novel tersebut Kepala Divisi Penerangan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto meminta agar Novel menyampaikan keterangannya dengan menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).Setyo selanjutnya menegaskan kalau keterangan diberikan ke media saja maka tidak bisa dijadikan untuk pro justisia. Menjadi menarik untuk mencermati kenapa pernyataan ini dikemukakan Novel ke majalah Time dan mengapa hal ini tidak diungkapkannya kepada pihak kepolisian. Sebagai aparat penegak hukum tentu Novel sadar keterangannya ke majalah Time tidak ada nilai hukumnya lalu apa alasannya mengemukakan kepada majalah yang berskala internasional tersebut. Page 3
Novel Baswedan ,Penyidik Senior KPK pada 11April 2017 yang lalu telah disiram dengan air keras oleh pelaku yang belum teridentifikasi hingga saat ini ketika ia selesai sholat subuh berjamaah di mesjid dekat rumahnya di bilangan kelapa gading Jakarta.Akibat air keras yang disiramkan ke tubuhnya Novel mengalami cedera parah di matanya sehingga sampai sekarang ia masih dirawat di salah satu rumah sakit di Singapura. Sesudah peristiwa yang menimpa Novel itu terjadi muncul berbagai perkiraan dan spekulasi siapa pelaku,siapa sutradaranya dan apa motifnya. Banyak pihak yang menduga penyiraman air keras ke tubuh Novel karena ia adalah ketua satgas penyidikan mega skandal korupsi dimaksud. Karenanya berkembang anggapan penyiraman air keras tersebut untuk memberi pesan kepada Novel agar tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus tersebut sekaligus menebarkan ancaman kepada siapapun yang masih ingin menelisik kasus korupsi berjamaah dimaksud. Novel Baswedan lahir di Semarang pada 22 Juni 1977.Setelah menamatkan SMA di kota kelahirannya ia mengikuti pendidikan pada Akpol (Akademi Kepolisian) dan lulus pada tahun 1998.Kemudian ia menapaki karir di kepolisian dan sesudah malang melintang di berbagai penugasan selanjutnya ia ditugaskan oleh kepolisian menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sejak Januari 2007. Setelah 7 tahun ditugaskan Polri sebagai penyidik di komisi anti rasuah itu pada tahun 2014 ,Novel pindah karir menjadi penyidik tetap kpk. Novel Baswedan sangat sadar dengan berbagai risiko yang telah dan akan dihadapinya berhubungan dengan tugasnya memberantas korupsi di negeri ini. Seperti yang pernah dijelaskannya berbagai ancaman dan teror telah dihadapinya termasuk percobaan mencenderainya ketika sepeda motor yang dikenderainya akan ditabrak. Sebelum peristiwa penyiraman air keras belum ada teror yang berhasil melukai atau mencederai dirinya. Karenanya ketika peristiwa penyiraman air keras terjadi dan karena peristiwa tersebut belum dapat diungkap oleh kepolisian maka muncul anggapan pelaku penyiraman itu cukup profesional. Di tengah teka teki yang menyelimuti publik tentang siapa pelaku penyiraman tiba tiba Novel dalam wawancaranya dengan Time sebuah majalah bergengsi di dunia internasional mengemukakan pernyataan yang mengejutkan." Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian-level tinggi dari jajaran kepolisian -terlibat (dalam kasus penyiraman air keras).Awalnya saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah .Namun kini ,sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tidak juga menemukan titik terang.Saya katakan ,perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar". Pernyataan Novel kepada Majalah Time tanggal 10/6/2017 ini dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID. Kalau disimak asumsi yang digunakan Novel yang menuduh adanya jenderal kepolisian yang terlibat karena kasusnya sudah dua bulan lamanya dan kasus tersebut belum menemukan titik terang sampai sekarang. Menanggapi tuduhan Novel tersebut Kepala Divisi Penerangan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto meminta agar Novel menyampaikan keterangannya dengan menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).Setyo selanjutnya menegaskan kalau keterangan diberikan ke media saja maka tidak bisa dijadikan untuk pro justisia. Menjadi menarik untuk mencermati kenapa pernyataan ini dikemukakan Novel ke majalah Time dan mengapa hal ini tidak diungkapkannya kepada pihak kepolisian. Sebagai aparat penegak hukum tentu Novel sadar keterangannya ke majalah Time tidak ada nilai hukumnya lalu apa alasannya mengemukakan kepada majalah yang berskala internasional tersebut. Page 4
Novel Baswedan ,Penyidik Senior KPK pada 11April 2017 yang lalu telah disiram dengan air keras oleh pelaku yang belum teridentifikasi hingga saat ini ketika ia selesai sholat subuh berjamaah di mesjid dekat rumahnya di bilangan kelapa gading Jakarta.Akibat air keras yang disiramkan ke tubuhnya Novel mengalami cedera parah di matanya sehingga sampai sekarang ia masih dirawat di salah satu rumah sakit di Singapura. Sesudah peristiwa yang menimpa Novel itu terjadi muncul berbagai perkiraan dan spekulasi siapa pelaku,siapa sutradaranya dan apa motifnya. Banyak pihak yang menduga penyiraman air keras ke tubuh Novel karena ia adalah ketua satgas penyidikan mega skandal korupsi dimaksud. Karenanya berkembang anggapan penyiraman air keras tersebut untuk memberi pesan kepada Novel agar tidak melanjutkan penyidikan terhadap kasus tersebut sekaligus menebarkan ancaman kepada siapapun yang masih ingin menelisik kasus korupsi berjamaah dimaksud. Novel Baswedan lahir di Semarang pada 22 Juni 1977.Setelah menamatkan SMA di kota kelahirannya ia mengikuti pendidikan pada Akpol (Akademi Kepolisian) dan lulus pada tahun 1998.Kemudian ia menapaki karir di kepolisian dan sesudah malang melintang di berbagai penugasan selanjutnya ia ditugaskan oleh kepolisian menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sejak Januari 2007. Setelah 7 tahun ditugaskan Polri sebagai penyidik di komisi anti rasuah itu pada tahun 2014 ,Novel pindah karir menjadi penyidik tetap kpk. Novel Baswedan sangat sadar dengan berbagai risiko yang telah dan akan dihadapinya berhubungan dengan tugasnya memberantas korupsi di negeri ini. Seperti yang pernah dijelaskannya berbagai ancaman dan teror telah dihadapinya termasuk percobaan mencenderainya ketika sepeda motor yang dikenderainya akan ditabrak. Sebelum peristiwa penyiraman air keras belum ada teror yang berhasil melukai atau mencederai dirinya. Karenanya ketika peristiwa penyiraman air keras terjadi dan karena peristiwa tersebut belum dapat diungkap oleh kepolisian maka muncul anggapan pelaku penyiraman itu cukup profesional. Di tengah teka teki yang menyelimuti publik tentang siapa pelaku penyiraman tiba tiba Novel dalam wawancaranya dengan Time sebuah majalah bergengsi di dunia internasional mengemukakan pernyataan yang mengejutkan." Saya sebenarnya telah menerima informasi bahwa seorang jenderal kepolisian-level tinggi dari jajaran kepolisian -terlibat (dalam kasus penyiraman air keras).Awalnya saya bilang itu informasi yang bisa jadi salah .Namun kini ,sudah dua bulan lamanya dan kasus saya tidak juga menemukan titik terang.Saya katakan ,perasaan saya bahwa informasi itu bisa saja benar". Pernyataan Novel kepada Majalah Time tanggal 10/6/2017 ini dikutip dari REPUBLIKA.CO.ID. Kalau disimak asumsi yang digunakan Novel yang menuduh adanya jenderal kepolisian yang terlibat karena kasusnya sudah dua bulan lamanya dan kasus tersebut belum menemukan titik terang sampai sekarang. Menanggapi tuduhan Novel tersebut Kepala Divisi Penerangan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto meminta agar Novel menyampaikan keterangannya dengan menuangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).Setyo selanjutnya menegaskan kalau keterangan diberikan ke media saja maka tidak bisa dijadikan untuk pro justisia. Menjadi menarik untuk mencermati kenapa pernyataan ini dikemukakan Novel ke majalah Time dan mengapa hal ini tidak diungkapkannya kepada pihak kepolisian. Sebagai aparat penegak hukum tentu Novel sadar keterangannya ke majalah Time tidak ada nilai hukumnya lalu apa alasannya mengemukakan kepada majalah yang berskala internasional tersebut. |