lxxxiv terjadi, sebagai buktinya adalah batu Sisik. Batu tersebut hingga sekarang
masih ada. Selain itu, mereka juga membuat patung ular naga di depan taman Bukit Cinta. Selain itu, juga menerangkan asal mula kejadian beberapa tempat
di sekitar Rawa Paning, di antaranya Desa Kebondowo, Bukit Cinta, Muncul dan lain sebagainya.
Cerita rakyat ”Asal-usul Rawa Pening” juga dikategorikan ke dalam mite. Hal ini karena masyarakatnya percaya bahwa Baruklinting mempunyai
kekuatan atau kesaktian yang tidak dimiliki manusia pada umumnya. Baruklinting yang wujudnya seekor ular naga bisa berbicara seperti manusia.
Dia juga bisa berubah menjadi anak kecil. Selain itu, ia juga mampu mencabut lidi yang semua orang tidak mampu mencabutnya, kemudian muncul
semburan air yang bisa menenggelamkan desa.
a. Analisis Struktur Cerita Rakyat Asal – usul Rawa Pening
1 Tema
Tema yang terdapat dalam cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening” yaitu tema sosial. Hal ini bisa dilihat dari awal cerita. Dewi Ariwulan
membantu tetangganya yang sedang mengadakan hajatan, bahkan ia meminjam pisau kepada Ki Hajar Sarwokoartolo. Rasa sosial juga terlihat
dari seorang kakek dan teman-temannya yang membantu Dewi Ariwulan membuat gubug, sehingga ia bisa berteduh. Terlihat pula rasa
sosial Mbok Randa yang menolong Baruklinting yang sedang kelaparan.
2 AlurPlot
Ada beberapa tahapan alur atau rangkaian kejadian yang terdapat pada cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening”. Tahapan tersebut
yaitu 1 eksposisi, 2 inciting moment, 3 rising action, 4 complication, 5 climax, 6 falling action, dan 7 denoument.
Tahapan pertama yaitu eksposisi. Pada tahapan ini pengarang memperkenalkan atau menjelaskan bahwa ada seorang warga yang
lxxxv sedang mempunyai hajatan. Dewi Ariwulan merupakan salah seorang
warga yang membantu hajatan. Mereka kekurangan pisau, kemudian Dewi Ariwulan meminjam pisau kepada seorang resi yang bernama Ki
Hajar Sarwokartolo. Dijelaskan pula bahwa sang resi mempunyai padepokan yang bernama padepokan Ngasem. Di padepokan tersebut
mengajarkan tentang taat kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Tahapan kedua yaitu inciting moment. Tahap ini merupakan
tahap munculnya masalah atau konflik. Masalah muncul ketika Dewi capai dan lelah, kemudian tidak sengaja menaruh pisau di atas
pangkuannya. Kemudian pisau itu lenyap dan pindah ke perut Dewi Ariwulan, lalu ia hamil.
Tahap ketiga adalah rising action. Tahap ini menjelaskan bahwa konflik mulai meningkat. Hal ini terlihat saat warga mengetahui kalau
Dewi hamil. Mereka menghina dan mencemoohnya. Dewi tihak tahan dengan perlakuan warga desa, lalu ia pergi ke hutan rimba. Di sana ia
bertemu dengan seorang kakek pencari kayu. Kakek pencari kayu dan teman-temannya membuatkan gubug untuk Dewi.
Tahap keempat adalah complication. Pada tahap ini masalah atau konflik semakin ruwet. Dewi melahirkan seekor bayi ular naga. Bayi
tersebut bisa berbicara seperti manusia dan bisa menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat kepada ibunya. Setelah besar, ia
menanyakan siapa ayahnya. Lalu Dewi memberitahukan bahwa ayah dari anaknya itu sedang bertapa di gunung Sleker. Setelah sampai di
gunung Sleker, Ki Hajar tidak mau mengakui Baruklinting sebagai anaknya, meskipun Baruklinting telah menyerahkan dua benda pusaka
pemberian Ki Hajar kepada Dewi. Ki Hajar akan mengakui Baruklinting sebagai anak kalau ia mampu melingkari gunung Sleker dengan
tubuhnya. Waktu itu Baruklinting hampir berhasil. Ia hanya kurang satu jengkal. Kemudian ia menjulurkan lidahnya agar sampai pada ekornya.
lxxxvi Namun, Ki Hajar memotong lidah Baruklinting. Kemudian Ki Hajar
menyuruh Baruklinting bertapa di hutan selama satu minggu. Tahap kelima yaitu climax. Climax atau puncak penggawatan,
artinya konflik tidak mungkin meningkat atau lebih ruwet lagi. Klimaks terjadi ketika tidak ada satu pun warga desa yang sedang mengadakan
merti desa mampu mencabut lidi yang ditancapkan oleh Baruklinting. Tahap keenam yaitu falling action. Pada tahap ini konflik mulai
menurun. Konflik mulai menurun ketika Baruklinting mencabut lidi yang ditancapkannya. Setelah lidi dicabut, keluarlah semburan air yang lama-
kelamaan menjadi besar, kemudian menenggelamkan desa dan berubah menjadi rawa.
Tahap yang terakhir yaitu denoument. Tahap ini merupakan tahap penyelesaiaan cerita. Setelah Baruklinting mampu mencabut lidi
tersebut, terjadi banjir yang sangat besar, sehingga menenggelamkan warga desa. Mbok Randa selamat, karena ia masuk ke dalam lesung dan
sampai di Ambawara. Kemudian ia disebut oleh warga dengan Nyai Lembah dan menjadi danyang atau orang yang pertama kali
menginjakkan kaki di Ambarawa. Sementara itu, ada juga warga yang berhasil selamat. Warga yang berhasil selamat tersebut tinggal di
sebuah desa yang sekarang dikenal dengan Desa Mentas. Cabutan lidi yang dibuang oleh Baruklinting menjadi Gunung Kendali Sada, cerpikan
airnya menjadi Gumuk Sukorino, Sukorini Bukit Cinta yang sekarang dinamakan Gumuk Brawijaya. Di sebelah barat disebut Desa
Kebondowo karena melewati kabun yang panjang dowo. Diceritakan pula bahwa yang memberi nama rawa tersebut dengan sebutan Rawa
Pening adalah Baruklinting. Kata “Rawa Pening” berasal dari bahasa Jawa ”sok sopo wae sing bisa kraga nyawa lahir batin, isoh ngepenke
lahane jagat, entok kawelasih kang Maha Wening”, artinya barang siapa
lxxxvii bisa menjaga lahir batin, menjaga jagat raya, dia akan mendapatkan
kasih sayang dari Yang Maha Kuasa. Cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening” berdasarkan urutan waktu
terjadinya peristiwa dimasukkan dalam alur maju, lurus atau kronologis. Dikatakan demikian karena peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat
kronologis, artinya peristiwa terjadi secara runtut mulai dari penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik, peningkatan konflik,
klimaks, penurunan cerita dan penyelesaian cerita.
3 LatarSetting
Latar atau setting merupakan salah satu unsur karya sastra yang menerangkan tempat, waktu kejadian, serta perilaku kehidupan sosial
masyarakat tersebut tinggal. Latar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan latar sosial. Latar dalam cerita rakyat ini akan
dijelaskan sebagai berikut. Latar tempat yang terdapat dalam cerita rakyat “Asal-usul Rawa
Pening” di antaranya Desa Aran, hutan, Gunung Sleker, Parit, tebing, Desa Sirah, Muncul, Watu Lawang, Gunung Telomoyo, di sendang,
rumah Mbok Randa, balai desa, Gunung Kendali Sada, Desa Kebondowo, Gumuk Sukorino, Sukorini, Desa Mentas dan Ambarawa. Desa Aran
merupakan tempat tinggal Dewi Ariwulan dan Ki Hajar Sarwokartolo. Di desa tersebut Ki Hajar juga mendirikan sebuah padepokan yang
bernama Padepokan Ngasem. Hutan menjadi tempat pelarian Dewi Ariwulan setelah mendapat hinaan dan cemooh warga desa. Di sana ia
bertemu dengan kakek pencari kayu dan teman-temannya. Di hutan tersebut ia melahirkan Baruklinting. Diceritakan pula ada hutan lain
yang menjadi tempat Baruklinting bertapa, dan warga menemukan kalau di dalam tanah ada daging dan membawa daging tersebut ke desa
untuk acara merti desa. Parit, tebing, watu lawang dan daratan menjadi lewatnya Baruklinting. Desa Sirah menjadi tempat Baruklinting
lxxxviii mengeluarkan kepalanya setelah lewat dari dalam tanah. Gunung
Telomoyo menjadi tempat bertemunya Baruklinting dengan kakek Ismoyo. Di sana juga sebagai tempat berguru Baruklinting pada kakek
Ismoyo. Gunung Sleker menjadi tempat pertapaan Ki Hajar dan bertemunya Baruklinting dengan Ki Hajar. Di gunung ini Baruklinting
melingkarkan tubuhnya agar diakui anak oleh Ki Hajar. Rumah mbok Randa merupakan tempat tinggal mbok Randa. Di rumah ini ia memberi
makanan kepada Baruklinting yang menjelma menjadi seorang anak yang lusuh dan kudisan. Balai desa menjadi tempat warga untuk
mengadakan ritual merti desa. Di sana digelar berbagai pertunjukan, misalnya wayang, reog dan kesenian daerah yang lain. Di depan balai
sebagai tempat Baruklinting menancapkan lidi, namun tidak seorang pun yang mampu mencabutnya Kemudian ia mencabutnya dan keluar
air yang besar hingga menjadi rawa. Gunung Kendali sada merupakan hasil cabutan lidi yang dibuang oleh Baruklinting. Desa Kabondowo
merupakan desa di sebelah barat rawa Pening. Disebut demikian karena melewati kebun yang panjang. Gumuk Sukorino dan Sukorini
merupakan cerpikan air yang keluar dari cabutan lidi oleh Baruklinting. Desa Mentas menjadi tempat tinggal warga yang berhasil
menyelamatkan diri dari luapan air. Pegunungan Ambarawa adalah tempat berlabuhnya Mbak Randa. Di sana ia menjadi penduduk yang
pertama kali tinggal, sehingga orang-orang menyebutnya sebagai dayang dan mamanggil Mbak Randa dengan sebutan Nyai Lembah.
Latar waktu cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening” yaitu terjadi pada tahun delapan saka atau delapan Jawa. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya Prasasti Linggayoni di Bukit Cinta atau Gumuk Brawijaya. Latar sosial yang terdapat pada cerita rakyat ini antara lain
hubungan sosial antarwarga. Hal ini dapat dilihat dari hubungan sosial antara Dewi Ariwulan yang membantu tetangganya yang mempunyai
lxxxix hajatan. Hubungan sosial terlihat pula pada hubungan sosial ibu dan
anak. Hubungan ini nampak pada hubungan ibu dan anak antara Dewi Ariwulan dengan Baruklinting. Hubungan ayah dan anak juga terdapat
pada Ki Hajar dan Baruklinting, meskipun Ki Hajar tidak mau mengakui Baruklinting sebagai anaknya. Hubungan sosial guru dan murid
tergambar pada hubungan antara kakek Ismoyo dengan Baruklinting.
4 Tokoh dan Penokohan
Penokohan yang terdapat dalam cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening” terlihat pada tingkah laku atau tindakan yang dilakukan oleh
tokoh-tokohnya. Berikut ini akan dijelaskan para tokoh dan penokohan yang terdapat dalam cerita rakyat ini.
a Dewi Ariwulan
Dewi Ariwulan merupakan tokoh utama dalam cerita rakyat ini. Dikatakan demikian karena ia menguasai seluruh rangkaian
peristiwa yang telah terjadi. Pada awal cerita ada seorang warga yang sedang mengadakan hajatan. Ia membantu warga tersebut. Bahkan ia
juga meminjam pisau pada Ki Hajar karena mereka kekurangan pisau sebagai alat dapur. Pada saat Dewi capai dan lelah, ia tidak sengaja
memangkunya, lalu dia hamil. Setelah hamil ia pergi ke hutan karena tidak tahan dengan hinaan dan cemoohan warga desa. Di hutan, ia
melahirkan seekor bayi ular. Setelah dewasa ular tersebut menanyakan ayahnya. Dewi mengatakan kalau ayah dari anaknya
berada di Gunung Sleker. Dewi selalu memperhatikan anaknya, bahkan menyanyikan lagu dandang gula sebagai penyemangat
anaknya. Ia juga berendam sebagai bukti cinta kepada anaknya, namun tidak diceritakan sampai kapan Dewi Ariwulan berendam di
sendang tersebut.
xc Berdasarkan fungsi penampilan, Dewi Ariwulan termasuk
tokoh protagonis. Dia mampu menarik simpati dan empati pembaca. Selain dikenal sebagai orang yang suka membantu, Dewi Ariwulan
juga termasuk orang yang bertanggung jawab dan sayang pada anaknya. Dia mengikuti anaknya yang sedang mencari Ki hajar.
Bahkan dia bertapa sebagai tanda keprihatinan terhadap apa yang dilakukan anaknya.
Berdasarkan jenisnya, Dewi Ariwulan termasuk tokoh bulat. Dia mempunyai sifat yang baik dan buruk. Saat capai dan lelah, dewi
tidak sengaja memangku pisau. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa Dewi Ariwulan mempunyai sifat seperti manusia di
dunia nyata. b
Ki Hajar Sarwokartolo Ki Hajar Sarwokartolo merupakan tokoh tambahan dalam
cerita rakyat ini. Dia muncul beberapa kali. Dia muncul ketika Dewi Ariwulan datang ke rumahnya untuk meminjam pisau. Ki Hajar
meminjamkan kepadanya. Dia berpesan agar Dewi jangan memangku pisau tersebut. Dewi lalai, dan tidak sengaja dipangkunya
pisau itu. Lalu Dewi pergi ke rumah Ki Hajar untuk mengatakan kejadian yang sebenarnya. Ki hajar tidak marah padanya. Dia
mengatakan bahwa pisau itu tidak hilang, namun masuk ke dalam perut Dewi dan Dewi akan hamil. Ki Hajar juga mengatakan bahwa
kejadian yang dialami Dewi merupakan kehendak dari Yang Maha Kuasa. Ki Hajar berpesan pada Dewi, kalau anak yang dikandungnya
lahir dan menanyakan siapa bapaknya, Dewi harus menjawab bahwa bapaknya sedang bertapa di Gunung Sleker. Ki Hajar memberikan dua
benda pusaka kepada Dewi Ariwulan sebagai tanda bukti. Setelah itu Dewi kembali ke Desa Aran, sementara Ki Hajar bertapa di hutan.
xci Ki Hajar juga muncul ketika bertemu dengan Baruklinting di
Gunung Sleker. Baruklinting menyerahkan dua benda pusaka yang dulu diberikan pada Dewi Ariwulan, namun Ki Hajar tidak mau
mengakuinya sebagai anak. Ki Hajar akan mengakui Baruklinting sebagai anaknya kalau dia mampu melingkari Gunung Sleker. Waktu
itu Baruklinting hampir berhasil, hanya kurang satu jengkal. Kemudian dia menjulurkan lidahnya, namun dipotong oleh Ki Hajar. Lalu Ki Hajar
menyuruh Baruklinting bertapa di hutan selama satu minggu. Ki Hajar Sarwokartolo berdasarkan fungsi penampilan tokoh
dimasukkan dalam tokoh antagonis. Dia penyebab timbulnya konflik dengan Baruklinting dan Dewi Ariwulan. Dia juga dianggap orang yang
tidak bertanggung jawab dengan apa yang telah diucapkannya. Dia pernah mengatakan pada Dewi Ariwulan kalau anaknya menanyakan
siapa bapaknya, Dewi harus mengatakan bahwa bapak dari anaknya sedang bertapa di hutan. Namun, setelah Baruklinting bertemu
dengannya, ia tidak mau mengakuinya sebagai anak, bahkan memotong lidah Baruklinting.
Berdasarkan jenisnya, Ki Hajar Sarwokartolo termasuk tokoh bulat. Dia adalah seorang resi yang selalu mengajarkan kepada
penduduk untuk selalu menyembah Tuhan. Dia juga termasuk orang yang suka menolong orang yang sedang membutuhkan. Dia
meminjamkan pisaunya pada Dewi Ariwulan. Di sisi lain, Ki Hajar bukan termasuk orang yang bertanggung jawab. Dia tidak mengakui
Baruklinting sebagai anaknya. c
Baruklinting Baruklinting merupakan tokoh utama dalam cerita rakyat ini.
Baruklinting termasuk tokoh penting dan ditampilkan secara terus menerus, sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita. Dia
muncul mulai ketika lahir sampai bertemu dengan kakek Ismoyo,
xcii warga desa, Ki Hajar Sarwokarto sampai bertemu dengan mbok
Randa. Dia juga muncul pada saat peristiwa banjir bandang yang terjadi di desa.
Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, Baruklinting termasuk tokoh protagonis. Dia mampu menarik simpati dan empati pembaca.
Meskipun berupa ular, namun Baruklinting tetap menghormati kedua orang tuanya, bahkan ia mencari ayahnya untuk mengabdi padanya.
Baruklinting dengan sabar melakukan apa saja agar diakui sebagai anak oleh Ki Hajar Sarwokartolo. Dia melingkarkan tubuhnya di
Gunung Sleker, namun Ki Hajar memotong lidahnya. Meskipun demikian, Baruklinting tetap menuruti nasehat Ki Hajar agar bertapa
di hutan. Baruklinting juga termasuk orang yang suka menolong. Dia menolong mbok Randa agar tidak tenggelam saat terjadi banjir.
Berdasarkan jenisnya, Baruklinting termasuk tokoh bulat. Baruklinting dikenal sebagai anak yang berbakti pada orang tua,
meskipun perawakannya ular. Di sisi lain, dia juga mempunyai sifat seperti manusia di dunia nyata. Dia mempunyai rasa putus asa saat
mencari ayahnya. Namun, atas doa dan semangat yang diberikan ibunya, Baruklinting tidak putus asa lagi.
d Kakek Pencari Kayu
Kakek pencari kayu merupakan tokoh tambahan dalam cerita rakyat “Asal-usul Rawa Pening”. Dikatakan demikian karena ia hanya
muncul sekali dalam cerita rakyat ini. yaitu ketika membantu Dewi Ariwulan membuat gubug rumah kecil di hutan bersama teman-
temannya. Berdasarkan fungsi penampilan tokoh, kakek tersebut
termasuk tokoh protagonis. Dia mampu menarik empati dan simpati pembaca karena telah membatu Dewi Ariwulan membuat tempat
tinggal.
xciii Berdasarkan jenisnya, kakek pancari kayu termasuk tokoh
pipih. Dia mempunyai sifat putih atau baik hati. Dia senang membantu sesama atau orang yang sedang membutuhkan.
e Kakek Ismoyo
Kakek Ismoyo merupakan tokoh tambahan dalam cerita rakyat ini. Dia hanya muncul sekali, yaitu ketika bertemu dengan
Baruklinting di gunung Telomoyo. Saat itu kakek Ismoyo sedang membakar ketela dan di depannya ada sebuah pohon ketela.
Berdasarkan fungsi penampilan, kakek Ismoyo termasuk tokoh protagonis. Dia termasuk tokoh yang baik. Dia memberi ilmu kepada
Baruklinting sebelum melanjutkan perjalanan mencari ayahnya. Berdasarkan jenisnya, kakek Ismoyo termasuk tokoh pipih. Dia
dikenal sebagai tokoh yang hanya mempunyai satu sifat, yaitu baik hati. Selain ramah, dia juga memberikan ilmu kepada Baruklinting.
f Warga desa
Warga desa digambarkan sebagai tokoh tambahan. Mereka hanya sedikit menunjang cerita rakyat ini. Mereka muncul ketika
warga akan melakukan merti desa. Para pemuda disuruh mencari hewan buruan di hutan, namun saat itu mereka tidak mendapatkan
satu hewan pun. Lalu mereka beristirahat dan nginang makan buah jambe yang ditumbuk dengan campuran gamping dan daun sirih.
Mereka tidak menemukan tempat untuk menumbuk buah jambe, lalu menumbuknya di atas tanah. Beberapa saat kemudian dari dalam
tanah keluar darah. Ternyata darah tersebut berasal dari daging raksasa yang terkubur di dalam tanah. Lalu mereka mengambil dan
membawanya ke desa. Dikisahkan bahwa Baruklinting berubah menjadi anak yang kudisan dan lusuh. Dia pergi ke rumah penduduk
untuk meminta makanan, namun mereka tidak mau memberinya. Setelah itu baruklinting mengadakan sayembara mengambil lidi yang
xciv ditancapkan di tanah. Semua warga tidak ada yang bisa mencabutnya.
Kemudian Baruklinting mencabutnya sendiri. Dari dalam cabutan lidi tersebut keluar air yang sangat besar dan terjadilah banjir. Desa
tersebut berubah menjadi rawa, namun ada pula yang berhasil selamat dan desa tersebut diberi nama desa Mentas.
Jika dilihat dari fungsi penampilan tokoh, warga desa digolongkan ke dalam tokoh antagonis. Mereka berlawanan dengan
tokoh Baruklinting serta dibenci oleh pembaca. Warga desa merupakan tokoh bulat. Mereka digambarkan
sebagai orang yang menjaga budaya setempat, yaitu merti desa. Kegiatan dilakukan sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas karunia yang diberikan. Mereka juga digambarkan bukan orang yang baik. Mereka tidak mau menolong orang yang sedang
membutuhkan. Mereka termasuk orang yang kikir atau pelit. Mereka tidak mau membantu Baruklinting yang berwujud lusuh dan kudisan.
g Mbok Randa
Mbok Randa merupakan tokoh tambahan dalam cerita rakyat ini. Dia muncul ketika Baruklinting ke rumahnya untuk meminta
makanan. Mbok Randa memberi makan Baruklintang ala kadarnya, namun Baruklinting menerimanya dengan senang hati. Dikisahkan
setelah terjadi banjir, mbok Randa berhasil menyelamatkan diri karena naik lesung. Lalu dia sampai di di suatu tempat dan menjadi
orang pertama yang tinggal di sana. Kemudian orang-orang mamanggilnya dengan sebutan Nyai Lembah.
Berdasarkan fungsi penampilan, mbok Randa sebagai tokoh protagonis. Kebaikan dan ketulusannya membantu sesama membuat
pembaca menaruh simpati dan empati padanya.
xcv Mbok Randa dimasukkan ke dalam tokoh pipih. Hal ini karena
ia digambarkan sebagai orang yang baik saja. Dia menolong Baruklinting yang sedang kelaparan.
b. Nilai Pendidikan Cerita Rakyat “Asal-usul Rawa Pening”
Video yang berhubungan