Siapa yg mevonis tentang penggelapan uang palsu

Jakarta, Kompas - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Marwan Effendy mengakui telah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari kepolisian. Ada dua SPDP, yakni untuk perkara dengan tersangka Gayus HP Tambunan dan tersangka Andi Kosasih.

”Masing-masing ada satu SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan),” kata Marwan Effendy di Jakarta, Sabtu (3/4). Kejaksaan Agung menerima dua SPDP itu pada Kamis (1/4). Tim Independen Kepolisian RI menetapkan Andi Kosasih sebagai tersangka dalam kasus korupsi dan pencucian uang, serta keterangan palsu atas uang Rp 24,6 miliar di rekening Gayus HP Tambunan. Tim Independen juga menetapkan Gayus sebagai tersangka pencucian uang, memberikan keterangan palsu, dan penggelapan.

Sebelumnya, Marwan Effendy kepada wartawan pada 31 Maret mengatakan, dalam menangani perkara Gayus, Bidang Tindak Pidana Khusus akan dilibatkan. Ini berkaitan dengan sangkaan korupsi.

Jaksa Agung Hendarman Supandji memerintahkan Marwan Effendy dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kamal Sofyan untuk memantau perkara Gayus yang sedang ditangani Mabes Polri. ”Kalau perkara pencucian uang, tentunya ke bidang tindak pidana umum. Tetapi, pencucian uang ini kan hasil dari perkara pidana khusus. Perkara utamanya kan korupsi,” ujar Hendarman, Rabu (31/3).

Gayus HP Tambunan semula disangka korupsi, pencucian uang, dan penggelapan. Namun, jaksa peneliti menyatakan hanya sangkaan penggelapan yang dapat dilanjutkan ke pengadilan. Rencana tuntutan juga menyebutkan Gayus dituntut satu tahun penjara dengan masa percobaan satu tahun karena terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana mengenai penggelapan. Di persidangan, majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Gayus.

Terkait pemeriksaan terhadap jaksa yang menangani kasus Gayus, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Didiek Darmanto mengatakan, sampai saat ini belum ada permintaan dari kepolisian untuk memeriksa jaksa terkait kasus Gayus tersebut. Perihal pemeriksaan Bidang Pengawasan terhadap jaksa-jaksa yang menangani perkara Gayus, kata Didiek, dimulai pada Senin (5/4).

Lambat

Wakil Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Emerson Yuntho mengkritik lambatnya langkah Jaksa Agung Hendarman Supandji menyikapi perkara Gayus. ”Kalau dibanding langkah Polri, kejaksaan seperti tidak melakukan apa pun, lambat. Publik justru mengapresiasi langkah yang dilakukan Polri dalam kasus ini,” kata Emerson.

Namun, Emerson mengaku tak heran dengan sikap kejaksaan yang sangat lambat itu. Pasalnya, kondisi serupa pernah terjadi saat jaksa Urip Tri Gunawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan bukti uang suap 660.000 dollar AS.

”Saat itu, kejaksaan juga bergerak lambat, seolah-olah mengulur waktu agar masyarakat lupa. Ada apa sih sebetulnya, kok, kejaksaan menyikapi soal dugaan mafia kasus ini dengan sangat lambat?” tanya Emerson.


Page 2

Rekening

Terkait makelar kasus, Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) dimin- ta menyerahkan daftar nama pegawai di instansi masing-masing, khususnya unsur pimpinan, ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPTAK) untuk diselidiki kekayaannya.

”Nama-nama pegawai yang harus diserahkan ke PPATK jangan hanya pegawai dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pegawai dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan juga harus diserahkan oleh pimpinan masing-masing ke PPATK,” kata penasihat Indonesia Police Watch, Johnson Panjaitan, Sabtu.

Seperti diberitakan, Direktorat Jenderal Pajak menyerahkan nama 15.000 pegawainya ke PPATK untuk diselidiki kekayaannya. Informasi dari PPATK itu menjadi pembanding bagi Ditjen Pajak untuk mengukur kekayaan mereka (Kompas, 1/4).

Menurut Johnson, makelar kasus korupsi pajak diduga tidak hanya melibatkan aparat Ditjen Pajak, seperti Gayus, melainkan juga aparat dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. ”Apa yang dilakukan Ditjen Pajak dengan menyerahkan nama-nama pegawai ke PPATK harus juga diikuti oleh pimpinan Polri, kejaksaan, dan peradilan,” katanya.

Dengan adanya penelusuran rekening pegawai Polri, Kejaksaan, dan MA, lanjut Johnson, dapat diketahui sejauh mana kekayaan pegawai ketiga institusi itu diperoleh secara wajar. ”Jika ada indikasi ketidakwajaran, diperiksa. Caranya, dengan pembuktian terbalik dan KPK masuk mengusut,” katanya.

Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, mengatakan, jika Polri serius membangun citra reformasi institusi, apa yang dilakukan oleh Ditjen Pajak dengan menelusuri rekening pegawainya, itu juga perlu dilakukan oleh institusi Polri. (IDR/FER)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

  • home
  • nasional
  • Siapa yg mevonis tentang penggelapan uang palsu

    Ilustrasi pungli. ANTARA/Agus Bebeng

    TEMPO.CO, JEmber - Empat orang terdakwa kasus uang palsu senilai Rp 12,2 miliar divonis hukuman penjara oleh dua majelis hakim berbeda di Pengadilan Negeri Jember, Jawa Timur, Selasa siang, 1 September 2015.Dua orang di antaranya, Abdul Karim dan Agus Sugiyoto, diganjar hukuman 14 tahun penjara serta denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara. Dua terdakwa lainnya, Aman dan Kasmari, dijatuhi hukuman delapan tahun penjara.Para terdakwa dinilai terbukti melanggar pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Perbuatan para terdakwa merusak perekonomian negara. Namun, vonis majelis hakim itu lebih ringan dari tuntutan jaksa.Pada sidang pembacaan tuntutan, Abdul Karim dan Agus Sugiyoto dituntut hukuman 18 tahun penjara. Sedangkan terhadap Aman dan Kasmari, jaksa meminta diganjar hukuman 10 tahun penjara.

    Salah seorang anggota tim jaksa penutut umum, Gunawan, menyatakan pikir-pikir menyikapi vonis majelis hakim. “Masih ada waktu tujuh hari untuk menyatakan sikap,” katanya kepada Tempo usai sidang.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Kasmari bersama Abdul Karim dan Agus Sugiyoto ditangkap aparat kepolisian di Hotel Beringin Indah, Jember, saat akan menjual uang rupiah palsu pecahan Rp 100 ribu akhir Januari 2015 lalu.Penangkapan ketiga orang itu setelah dilakukan penyidikan terhadap Aman, yang lebih dulu ditangkap di Terminal Tawang Alun, Jember. Dari empat orang itu disita uang rupiah palsu senilai Rp 12,2 miliar.

    Berawal dari permintaan Budiman, yang hingga saat ini masih burun, yang membutuhkan uang untuk upacara ngaben di Bali. Budiman kenal dengan Aman, yang kemudian mencarikan uang palsu pada Kasmari.

    Kasmari memesan uang palsu itu pada Agus Sugiyoto dan Abdul Karim, yang dicetak di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Rencananya uang palsu Rp 12,2 miliar itu akan ditukar dengan uang rupiah asli Rp 2,5 miliar.

    DAVID PRIYASIDHARTA




    Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk memberantas peredaran uang palsu rupiah di segala lini. Bank sentral pun akan bekerjasama dengan kepolisian untuk menginvestigasi keberadaan uang palsu yang terpantau masih diperjualbelikan di media sosial seperti Instagram.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menegaskan, penggunaan uang palsu rupiah jelas-jelas telah dilarang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

    "Pelanggaran atas Pasal 26 UU Mata Uang ini, dikenakan sanksi pidana sebagaimana Pasal 36 UU Mata Uang," jelas Erwin kepada Liputan6.com, Kamis (18/2/2021).

    Adapun sanksi hukuman bagi pemalsu rupiah seperti dituliskan dalam Pasal 26 ayat (1), yang bersangkutan terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.

    Lebih lanjut, Erwin mengatakan, Bank Indonesia akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk membuktikan apakah penjualan uang palsu di ranah media sosial tersebut telah memenuhi unsur pidana seperti tercantum dalam Pasal 36 UU Mata Uang.

    Menurutnya, BI juga telah melakukan sejumlah upaya guna memitigasi penyebaran uang palsu rupiah. Seperti melakukan edukasi kepada masyarakat tentang uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah, termasuk larangan dan sanksi pidana yang dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran.

    "BI dan aparat hukum bekerjasama dengan provider media sosial untuk tidak memberikan izin publikasi apabila ada konten tertentu yang patut diduga dapat mengarah pada pelanggaran hukum," sebut Erwin.

    "BI menghimbau masyarakat untuk tidak membeli uang palsu, karena terdapat sanksi hukum jika terbukti menggunakan dan mengedarkan uang palsu," tandasnya.

    Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

    Scroll down untuk melanjutkan membaca

    Siapa yg mevonis tentang penggelapan uang palsu

    Perbesar

    Tangkapan layar penjualan uang palsu di media sosial.

    Bank Indonesia (BI) menyatakan akan menginvestigasi penjualan uang palsu rupiah yang terpantau masih bebas diperdagangkan di ranah media sosial, salah satunya Instagram.

    Untuk diketahui, penjualan uang palsu saat ini masih ramai dilakukan di sejumlah media sosial. Seperti dilakukan akun Instagram @randyupal2020, yang telah mengedarkan uang palsu secara buka-bukaan sejak Februari 2020.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, pihak bank sentral akan bekerjasama dengan kepolisian untuk menelusuri adanya pelanggaran dari Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

    "Kami tentu akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk menindaklanjuti adanya dugaan pelanggaran UU Mata Uang," ujar Erwin kepada Liputan6.com, Kamis (18/2/2021).

    Erwin menegaskan, dalam Pasal 26 UU Mata Uang disebutkan adanya larangan bagi setiap orang untuk melakukan kegiatan memalsukan uang, menyimpan, mengedarkan, membelanjakan, membawa/memasukkan, dan mengimpor/mengekspor uang palsu.

    "Pasal tersebut dipertegas lagi dengan Pasal 36 UU Mata Uang yang menyatakan adanya pengenaan sanksi pidana bagi masyarakat/orang yang melakukan pelanggaran tersebut," tegasnya.

    Agar perdagangan dan penyebaran uang palsu ini bisa segera teratasi, Erwin melanjutkan, Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan kepolisian.

    "Kami menghimbau agar masyarakat tidak terpancing untuk ikut dalam tindakan-tindakan yang melanggar hukum, antara lain membeli dan menyebarkan uang palsu," imbuhnya.

    Lanjutkan Membaca ↓